Ancaman internal dan eksternal Singasari

Setelah berhari hari lamanya, raja kertanegara mendapat kabar dari Mahesa Anabrang. Kabarnya ia berhasil menjalin kerjasama dengan kerajaan melayu dan ia diberi hadiah dua orang putri oleh Raja Sri tribhuwana untuk diserahkan kepadanya. Raja Kertanegara tersenyum bahagia dan menanti nanti kehadiran hadiah itu.

Di tengah rasa bahagia dan rasa puas Sang raja, terdengar langkah-langkah berat yang mendekat. Raja Kertanegara duduk di singgasananya dengan sorot mata tajam, menyambut kedatangan utusan yang datang dari jauh, dari negeri yang hanya dikenal lewat cerita dan misteri yaitu dinasti Yuan di Tiongkok.

Utusan itu, seorang lelaki bertubuh tinggi dengan aura ketenangan yang mampu meredam bahkan keributan angin. Dia membawa pesan langsung dari Kubilai Khan, Kaisar Dinasti Yuan yang kuat dan tak terkalahkan. Dalam pesan tersebut, Kubilai Khan meminta pengakuan Raja Kertanegara sebagai bawahan dan permintaan upeti sebagai tanda hormat.

Namun, pesan itu tidak disambut baik oleh Raja Kertanegara. Dengan wajah merah padam, ia melihat ke utusan itu dengan tatapan sinis. "Kau datang dari negeri jauh hanya untuk meminta kami tunduk?!" serunya dengan suara yang penuh ejekan. "Kertanegara, Raja Singhasari, tidak pernah tunduk kepada siapapun, bahkan tidak kepada kaisar sekalipun!"

Utusan itu tetap tenang, tidak terpengaruh oleh amarah Raja Kertanegara. "Kubilai Khan ingin menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara Dinasti Yuan dan Singhasari," katanya dengan penuh hormat. "Kami datang dengan maksud baik, untuk mempererat persahabatan dan membantu dalam perdamaian"

Namun, Raja Kertanegara bertindak diluar kendali. Kemarahannya telah membutakan dirinya terhadap kata-kata damai. Dengan gerakan yang cepat, Raja Kertanegara berdiri dan meraih pedang yang tergantung di dinding. Dalam sekali hentakan, pedang itu terangkat dan meluncur menebas kepala utusan Mongol sampai putus.

Suasana pun berubah seketika. Darah mengalir di lantai marmer istana, sementara utusan yang lainnya terkejut dan membeku melihat kejadian itu. Seakan-akan waktu terhenti, dan keputusan Kertanegara mengirim guncangan yang mengguncang tak hanya tubuh utusan itu, tetapi juga takdir Singhasari.

Kemudian Raja kertanegara menyuruh utusan mongol yang lain untuk membawa kepala rekannya. Mereka pun dengan tangan gemetar mengambilnya dan lari dengan panik keluar istana, mereka bergegas melaporkan kejadian tersebut kepada kubilai khan.

Alih-alih membuka jalan kerja sama dengan kerajaan Mongol, Raja lebih memilih untuk membunuh utusan tersebut, ia merasa jika keputusannya tepat karena jika bangsa mongol datang kesini untuk berperang, ia mampu mengalahkannya karena wilayahnya yang luas dan hubungan kerja samanya dengan melayu sudah tertanam.

Keputusan ini dengan cepat menyebar di antara bangsawan dan pejabat kerajaan yang mengetahui peristiwa tersebut. Rasa kebingungan dan kekhawatiran meluap di antara para bangsawan. Mereka menyadari dampak dari tindakan Raja Kertanegara ini, yang bisa memicu kemarahan dan tanggapan keras dari kerajaan Mongol. Kerajaan yang memiliki kekuatan meluas hingga ke timur jauh ini telah dikenal sebagai kekuatan besar yang mampu menghancurkan kerajaan-kerajaan yang menentangnya.

Dalam diskusi tertutup di aula istana, beberapa bangsawan mulai membahas tindakan yang perlu diambil untuk menghadapi ancaman ini. Mereka merasa bahwa tindakan impulsif Kertanegara telah membahayakan kedamaian dan stabilitas kerajaan. Namun, di tengah percakapan mereka, datanglah suara tegas Kertanegara.

"Saya tahu bahwa tindakan saya mungkin kontroversial," ucap Kertanegara dengan suara yang tidak tergoyahkan. "Namun, kita harus menjaga martabat dan kemandirian Singasari. Kita tidak akan tunduk kepada tekanan dari siapapun, bahkan bukan dari kerajaan Mongol."

Namun, para bangsawan merasa bahwa tindakan Raja Kertanegara telah membawa Singasari ke dalam perangkap berbahaya. Mereka khawatir bahwa tindakan ini dapat memicu serangan dari kerajaan Mongol yang akan sulit untuk dihadapi. Dalam keadaan seperti ini, mereka merasa bahwa langkah bijak adalah mencari jalan keluar yang tidak akan mengancam keselamatan dan stabilitas kerajaan.

Dalam cahaya lilin yang remang-remang, para bangsawan terus berdiskusi tentang upaya-upaya yang dapat mereka lakukan untuk meminimalkan risiko dan menjaga kedaulatan Singasari. Ancaman yang serius ini semakin meruncing, dan keputusan yang diambil dalam aula istana akan menjadi penentu arah takdir kerajaan yang megah itu.

Dalam situasi yang semakin rumit ini, Arya Wiraraja, seorang tokoh berpengaruh dan bijaksana di kerajaan, merasa tanggung jawab besar terletak di pundaknya. Ia adalah seorang menteri yang telah mengabdi dengan setia kepada kerajaan dan memiliki pengalaman yang luas dalam menghadapi berbagai masalah politik dan diplomasi.

Menyadari bahwa tindakan membunuh utusan Mongol telah membawa Singasari ke dalam risiko yang lebih besar, Arya Wiraraja memutuskan untuk mengambil langkah-langkah untuk mengatasi ancaman ini dengan bijaksana. Ia berpendapat bahwa menjaga keberanian dan semangat melawan asing adalah suatu kehormatan, namun kebijakan yang lebih bijak adalah mencari jalan damai untuk menghindari pertumpahan darah dan kehancuran.

Dengan hati-hati, Arya Wiraraja mengatur pertemuan bersama Raja Kertanegara dan para bangsawan terkemuka di aula istana. Ia menjelaskan pandangannya tentang urgensi mengevaluasi situasi dengan hati-hati dan mencari solusi yang akan melindungi kepentingan terbaik kerajaan.

"Maharaja," ucap Arya Wiraraja dengan hormat, "Saya memahami semangat Anda untuk melindungi martabat kerajaan. Namun, tindakan membunuh utusan Mongol telah membawa kita ke dalam situasi yang sangat berbahaya. Kerajaan Mongol memiliki kekuatan yang luar biasa, dan kita harus mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas dan keselamatan kerajaan kita."

Arya Wiraraja melanjutkan, "Saya percaya kita harus mencari cara untuk menghubungi kerajaan Mongol dan menyampaikan niat baik kita. Kita dapat menunjukkan kesediaan untuk membayar upeti atau menjalin hubungan diplomatik yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, kita bisa mencari jalan damai tanpa mengorbankan kedaulatan dan kehormatan kerajaan."

Bhre Wijaya juga ikut menyuarakan pendapatnya dengan tegas. "Kita tidak bisa membiarkan kebanggaan dan keegoisan mengancam keselamatan dan stabilitas kerajaan kita. Tindakan membunuh utusan Mongol mungkin telah memicu bahaya yang lebih besar, dan kita harus berupaya untuk menjaga perdamaian dan keamanan."

Bhre Wijaya juga setuju dengan usulan arya wiraraja, bahwa kerajaan Singasari harus mencoba mengirimkan utusan dengan maksud baik kepada kerajaan Mongol. Ia percaya bahwa dengan berbicara dengan hati nurani dan menunjukkan niat baik, mereka mungkin dapat mencari jalan keluar yang tidak melibatkan konflik dan pertumpahan darah.

Para bangsawan yang hadir mulai menganggukkan kepala setuju. Mereka menyadari bahwa tindakan Arya Wiraraja memiliki landasan yang kuat dan logis. Meskipun beberapa dari mereka mungkin masih ragu-ragu, langkah bijak Arya Wiraraja telah menginspirasi percakapan tentang strategi yang lebih matang dan realistis dalam menghadapi ancaman Mongol.

Namun, dalam suasana yang penuh ketegangan, pendapat Arya Wiraraja tidak sepenuhnya mendapatkan persetujuan dari Kertanegara. Raja yang teguh pendirian ini merasa bahwa membayar upeti atau tunduk kepada kerajaan Mongol adalah tindakan yang merendahkan martabat Singasari.

Raja Kertanegara, dengan ekspresi tegar, berbicara kepada para bangsawan yang hadir di aula istana. "Saudara-saudara, kita adalah kerajaan yang telah berdiri dengan kehormatan dan martabat. Kita tidak akan tunduk kepada siapapun, bahkan bukan kepada kerajaan Mongol yang besar. Menggantungkan nasib kita pada kebijakan mereka adalah bentuk penghinaan terhadap keberanian dan semangat kita."

Arya Wiraraja mencoba untuk menjelaskan pandangannya lebih lanjut. "Maharaja, tindakan yang saya usulkan bukanlah tindakan pengecut atau merendahkan martabat kita. Ini adalah tindakan bijak untuk melindungi stabilitas kerajaan dan menjaga keselamatan rakyat kita. Kita dapat mencari jalan damai tanpa mengorbankan harga diri kita."

Namun, Kertanegara tetap tidak tergoyahkan. "Tidak, Arya Wiraraja. Kita akan tetap pada pendirian kita. Saya tidak akan mengirim utusan ke Mongol atau membayar upeti kepada mereka. Kita akan mempertahankan kehormatan dan keberanian kita, meskipun harus berhadapan dengan konsekuensinya."

Para bangsawan yang hadir di aula istana menjadi terbagi dalam pandangan mereka. Beberapa setuju dengan pendekatan tegas Kertanegara, sementara yang lain merasa bahwa menghadapi kerajaan Mongol dengan tindakan yang lebih bijak adalah langkah yang lebih rasional.

Dalam ketegangan yang semakin meningkat, arah yang akan diambil oleh Singasari dalam menghadapi ancaman dari dinasti mongol semakin tidak pasti. Dalam perpecahan pandangan ini, masa depan kerajaan megah itu tergantung pada kebijakan dan keputusan yang akan diambil oleh Kertanegara sebagai pemimpinnya.

Arya Wiraraja dengan pertimbangan hati-hati, ia memutuskan untuk pergi ke wilayah kerajaan kediri untuk melapor. Kerajaan kediri telah menjalin kerja sama yang cukup lama dengan singasari. Ia ditunjuk menjadi wakil oleh raja kertanegara kala itu untuk mengurus pemerintahan di kediri.

Dalam perjalanannya ke Kediri, Arya Wiraraja menyusuri jalanan yang berliku, merenung tentang pilihan yang harus diambilnya. Ia tahu bahwa situasi ini memerlukan tindakan yang cerdas dan tepat, bukan hanya untuk kepentingan Singasari, tetapi juga untuk seluruh wilayah Jawa.

Setibanya di Kediri, Arya Wiraraja bertemu dengan Jayakatwang, seorang bangsawan sekaligus seorang pemimpin, ia memiliki pengaruh yang luas di kerajaan ini. Jayakatwang, seorang pemimpin yang bijaksana dan terpelajar, telah lama menjadi pengagum ideologi Mahesa Anabrang dan pernah berdiskusi tentang masa depan Jawa.

Dalam pertemuan itu, Arya Wiraraja dengan hati-hati mengungkapkan situasi yang dihadapi oleh Singasari. Ia menjelaskan tentang tindakan impulsif Raja Kertanegara yang telah memicu potensi ancaman dari Mongol. Ia juga menyampaikan tentang perpecahan pandangan di antara para bangsawan Singasari dan tantangan menghadapi ancaman dari luar.

Jayakatwang, yang telah memiliki pemikiran independen dan strategi politiknya sendiri, mendengarkan dengan perhatian. Ia menyadari bahwa tindakan tegas Kertanegara memiliki implikasi yang luas, dan solusi yang bijak harus ditemukan untuk menghindari bencana yang tidak terduga.

Jayakatwang adalah sosok yang cerdas dan licin. Ia telah mengamati ketidaksetujuan antara Kertanegara dan sebagian bangsawan terkemuka. Dalam hatinya, Jayakatwang melihat bahwa situasi ini adalah celah yang bisa dia manfaatkan untuk mendapatkan lebih banyak kekuasaan dan pengaruh di kerajaan.

Dengan cerdik, Jayakatwang mulai merangkul bangsawan-bangsawan yang tidak sepenuhnya setuju dengan tindakan Kertanegara. Ia menunjukkan bahwa Kertanegara mungkin terlalu keras kepala dalam menghadapi ancaman Mongol, dan bahwa langkah-langkah yang lebih bijak dan kompromis bisa jadi lebih baik bagi keselamatan kerajaan.

Dalam usaha untuk mengumpulkan para bangsawan yang tidak sepemikiran dengan Kertanegara, Jayakatwang menyadari bahwa dia harus berhati-hati dan tindakannya harus dijalankan dengan rahasia. Ia memahami bahwa menyingkapkan rencana pemberontakan terbuka kepada publik dapat mengakibatkan pengkhianatan dan ancaman bagi upaya mereka.

Jayakatwang memutuskan untuk menjalankan strategi yang cerdas. Ia memilih beberapa bangsawan dan pejabat tinggi yang telah lama merasa tidak puas dengan kepemimpinan Kertanegara. Beberapa dari mereka mungkin telah menyadari bahaya dari tindakan impulsif Kertanegara dan berharap untuk menghindari potensi konflik dengan kerajaan Mongol.

Dengan hati-hati, Jayakatwang mengirimkan pesan pribadi kepada setiap individu yang ia pilih. Dalam pesan tersebut, ia menjelaskan tujuannya untuk menggulingkan Kertanegara dan membentuk pemerintahan yang lebih bijak dan stabil. Ia menunjukkan bahwa dengan mengatasi perselisihan internal, mereka akan memiliki peluang yang lebih baik untuk menghadapi ancaman dari kerajaan Mongol.

Dalam pesan-pesan rahasia ini, Jayakatwang mengundang para bangsawan untuk berkumpul di suatu tempat yang terpencil dan aman. Ia mengatur pertemuan yang dijaga kerahasiaannya dengan ketat, untuk mencegah pengintai atau pihak-pihak yang setia kepada Kertanegara mengetahui rencananya.

Pada malam yang gelap, para bangsawan yang berpandangan berbeda dengan Kertanegara bergerak menuju tempat pertemuan rahasia. Mereka tiba satu per satu, dalam keheningan dan kerahasiaan yang penuh makna. Jayakatwang menyambut mereka dengan penuh hormat, menunjukkan bahwa rencana mereka untuk melawan kepemimpinan Kertanegara tidak diucapkan dengan sembarangan.

Dalam aula rahasia itu, Jayakatwang dan para bangsawan yang setuju dengannya mulai mendiskusikan strategi pemberontakan. Dalam ruang yang gelap itu, Jayakatwang berbicara dengan tekad yang kuat. "Saudara-saudara, saat ini adalah saat yang tepat untuk mengambil tindakan. Kita harus bekerja bersama untuk menjatuhkan kepemimpinan Kertanegara dan membawa perubahan yang lebih baik bagi kerajaan ini."

Dalam pertemuan-pertemuan gelap yang diadakan di balik layar, Jayakatwang membentuk aliansi. Mereka melihat Jayakatwang sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan dan menghadapi ancaman Mongol dengan pendekatan yang lebih bijak.

Jayakatwang dan pendukungnya merencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menggulingkan Kertanegara dan membentuk pemerintahan yang lebih bijak dan stabil. Diskusi ini penuh dengan perhitungan dan pertimbangan hati-hati, karena mereka sadar bahwa setiap langkah yang diambil harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang.

para bangsawan yang bersatu dengan Jayakatwang berkomitmen untuk menghadapi tantangan dan risiko demi menjaga kedaulatan dan stabilitas kerajaan. Mereka menyadari bahwa perubahan besar mengharuskan pengorbanan dan tindakan bijak yang harus diambil dengan hati-hati. Dengan mengumpulkan para bangsawan yang memiliki tujuan yang sama, Jayakatwang telah memulai langkah awal dalam upaya mereka untuk merobohkan kepemimpinan Kertanegara dan membentuk masa depan Jawa yang lebih baik.

Rencana yang telah dirumuskan oleh Jayakatwang dan Arya Wiraraja sangat berperan dalam meruntuhkan kepemimpinan Kertanegara. Mereka memiliki strategi yang cerdas dan hati-hati, yang menggabungkan diplomasi, serangan terkoordinasi, dan dukungan rakyat. Dalam rencana mereka, mereka memutuskan untuk memenangkan dukungan sejumlah bangsawan dan rakyat yang tidak puas dengan kepemimpinan Kertanegara.

Arya Wiraraja, dengan pandangan strategisnya, berperan penting dalam merumuskan langkah-langkah konkret. Ia menyadari bahwa untuk berhasil, mereka perlu menghindari pertumpahan darah yang tidak perlu dan memastikan bahwa pemberontakan ini memiliki dasar dukungan yang kuat. "Kita perlu merencanakan setiap langkah dengan matang. Dukungan rakyat dan strategi diplomasi yang tepat akan memainkan peran kunci dalam usaha kita ini."

"Kita juga perlu memastikan bahwa tindakan Kertanegara tidak membawa kehancuran bagi kerajaan kita," ujar Jayakatwang dengan suara rendah kepada para pendukungnya. "Kita tidak bisa membiarkan keputusan yang impulsif mengorbankan keamanan dan stabilitas yang telah kita bangun selama ini."

Dengan kepemimpinan dan retorika yang cerdik, Jayakatwang mampu membentuk basis dukungan yang semakin kuat. Ia memimpin gerakan oposisi terhadap Kertanegara, dengan argumen bahwa tindakan kepala kerajaan harus mencerminkan kepentingan segenap rakyat Singasari.

Di waktu fajar, ketika dunia masih terhampar dalam keheningan, Arya Wiraraja izin kepada Jayakatwang untuk melancarkan strategi pertamanya. Ia pulang ke kerajaan singasari dengan seekor kuda. Ia dengan cepat menaiki kuda dan melesat maju. Dalam perjalanan ia terus memikirkan bagaimana jika rencana ini gagal, apakah dia akan dimaafkan oleh Raja kertanegara karena telah berkhianat, dan bagaimana jika rencana ini berhasil, apakah Singasari akan lebih makmur dibawah kepemimpinan Jayakatwang atau malah sebaliknya.

Pagi hari datang merentangkan langit biru, Arya Wiraraja tiba di kerajaan Singasari, kedatangannya di sambut oleh kicauan para warga. Ia mendengar bisikan para rakyat yang berdebat atas tindakan Raja kertanegara. Ancaman internal yang berasal dari perselisihan di antara bangsawan telah menyebar di antara rakyat.

Arya wiraraja tidak memedulikan hal tersebut dan langsung turun dengan tenang dari kudanya, kemudian ia bergegas memasuki istana. Di dalam istana ia sudah di sambut oleh Raja kertanegara. Ia langsung menghadap kepada Sang raja.

“Maharaja, saya ingin melaporkan hasil yang saya dapat dari kerajaan kediri, dari penyelidikan saya, saya mendapati bahwa para bangsawan yang kecewa dengan kebijakan Anda dan Jayakatwang pemimpin dari kediri akan menuju ke sini untuk melakukan pemberontakan, diduga ada salah satu bangsawan dari singasari yang berkhianat”

Raja Kertanegara terkejut mendengar pernyataan dari Arya Wiraraja. Tanpa ragu dan tanpa berpikir panjang, Raja Kertanegara mengambil langkah berani. Ia mengenakan perlengkapan pelindung, mengambil pedangnya, dan menyuruh bawahannya untuk menyiapkan pasukannya untuk pergi ke kerajaan kediri untuk menumpas para pemberontak. Tidak ada pertimbangan yang lama, tidak ada keraguan. Hanya tekad kuat untuk melindungi rakyatnya dan menjaga kedaulatan kerajaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!