[Sara]
Sara baru saja keluar dari gedung perkantorannya. Dia berniat menuju halte bis terdekat dari kantornya untuk menuju rumah sakit saat seorang pria tiba-tiba saja datang mendekati dirinya.
“Benar dengan Nona Ashara Revalina, kan?”
DEG!
Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Tolong jangan bilang dia debt collector.
Sara melihat sekelilingnya yang masih banyak orang keluar masuk gedung. Jelas dia tidak mau jadi pusat perhatian karena masalah seperti ini.
“Sepertinya yang itu,” tunjuk Sara ke arah yang berlawanan dengannya, diikuti oleh pria yang menuruti arah tunjuknya.
Kesempatan!
Dengan langkah cepat, dia berlari meninggalkan pria itu yang masih belum sadar bahwa dia tadi tidak sedang menunjuk apa-apa.
“Nona Ashara ...”
Gawat!
Sara semakin mempercepat larinya. Pria itu saat ini sedang berlari mengejarnya. Kalau Sara tidak cepat berlari, tentu bukan hal yang sulit bagi pria itu untuk dapat menyusul lalu menangkapnya.
Masalahnya, sepatu yang dikenakan Sara bukan sepatu lari. Bisa secepat apa Sara berlari?
Tapi, Sara tak peduli. Dia tahu, cepat atau lambat, dia pasti akan tertangkap. Jadi, misinya saat ini adalah pergi ke tempat yang cukup sepi, yang jauh dari jangkauan pandangan teman-teman kantornya.
Dan, GREP!
Sebuah tangan seketika sudah mencengkeram bahunya tepat di saat Sara berhasil menyukseskan misinya.
“Nona Ashara Revalina,” kata pria itu lagi dengan napasnya yang sudah terengah-engah.
Sara langsung berbalik menghadap pria itu, dan mulai memohon, “Saya mohon, tolong beri saya waktu, ya. Tolong jangan buat keributan di tempat kerja saya.”
Bayangan di kepalanya terus memainkan adegan yang biasanya dia lihat dalam konten-konten di media sosial. Ketakutannya hampir sama dengan yang digambarkan oleh orang-orang yang menulis di media sosial. Sara dibuat tidak berdaya dengan rasa takutnya itu.
Tapi, pria itu tersenyum. Lalu mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya. Kartu nama dengan logo huruf NFC yang dilingkari lengkungan warna emas.
Sara melongo melihatnya.
“Nama saya Raka. Tugas saya ke mari untuk membawa Nona menemui Tuan saya.”
Buruk. Lebih buruk malah. Siapa Tuannya?
“Tuan Tirtagama Wiryasurya ingin bertemu dengan Nona.”
Saat pria bernama Raka itu membalikkan kartu nama yang dipegangnya, nama yang baru saja disebutkan tertulis dengan jelas di atasnya.
Sara semakin melongo memandangi Raka yang masih tersenyum padanya. Dia yang tadinya khawatir akan menanggung malu karena ditagih di depan umum, kini hanya peduli dengan nama yang tertulis dalam kartu nama itu.
Siapa Tirtagama Wiryasurya????
......................
Dengan berbekal kuota internet, yang Sara lakukan selanjutnya adalah mencari tahu apa itu NFC – seperti yang tertulis pada logo itu – selama perjalanannya ke tempat yang hanya Raka dan Tuhan saja yang tahu. Di dalam mobil, Sara menyembunyikan layar ponselnya dari Raka yang sedang mengendarai mobil. Menghindari Raka untuk tahu apa yang sedang dilakukannya.
Dan yang didapatnya adalah Next Future Corp (NFC) adalah perusahaan yang cukup lama berkutat di bidang teknologi komputer dan semua hal yang berbasis teknologi masa depan, sesuai namanya. Dan Tirtagama Wirasurya adalah pemimpinnya. Sosok pria cerdas 32 tahun yang sering menciptakan teknologi luar biasa selama beberapa tahun terakhir ini.
Sebut saja, Selene 4.1. Prosessor super cepat yang sudah diakui oleh para ilmuwan Jepang. Bahkan dikatakan lebih cepat dari buatan mereka. Tidak cukup sampai disitu, dia bahkan menyumbangkan hasil penemuannya itu untuk sebuah penelitian medis.
NFC juga pernah menyumbangkan ribuan robot perawat terbarunya untuk 500 rumah sakit di Indonesia. Robot yang berani dibayar mahal oleh rumah sakit di Jerman itu dianggap sebagai robot perawat terbaik yang pernah ada.
Jika bicara tentang teknologi, semua orang pasti akan membicarakan NFC dan seorang pria bernama Tirtagama Wiryasurya.
Jadi sekarang, mengapa dewa teknologi itu ingin menemui Sara? Apa yang dia inginkan dari seorang gadis yang bahkan mungkin hanya dianggap butiran debu oleh masyarakat?
“Tolong tunggu di sini sebentar, ya. Tuan akan segera menemui Nona,” kata Raka lagi saat mempersilahkan Sara untuk duduk di sebuah sofa, lalu pergi meninggalkan Sara yang menyisiri ruangan itu dengan pandangan takjubnya.
Rumah besar yang dipenuhi dengan perabotan mewah dan tidak jauh dari kata teknologi.
Cukup sepi untuk sebuah rumah seluas ini.
Pandangan Sara terhenti pada tanjakan miring dan melingkar yang mengarah ke lantai atas. Letaknya yang berdekatan dengan tangga normal di sampingnya, membuat Sara jadi kepikiran sesuatu.
Apakah itu juga tangga? Tapi untuk apa tangga seperti itu? Aneh.
Jawabannya langsung dilihat Sara, saat seorang pria menuruni tangga itu. Pria dengan kursi rodanya bergerak turun dengan diikuti Raka di belakangnya. Sara yakin dia lah Tirtagama Wiryasurya yang membuatnya penasaran beberapa saat lalu.
Semakin lama, semakin mendekat, otak di kepala Sara mulai bekerja mengingat sesuatu.
Kursi roda, pria dengan setelan rapi, rambut tersisir rapi ke belakang, dimana dia pernah melihat pria ini?
“Perkenalkan, Nona. Beliau adalah Tuan Tirtagama Wiryasurya,” kata Raka memperkenalkan pria berkursi roda begitu mereka sudah berada di posisi yang tepat di hadapan Sara.
Sara memandangi pria yang disebut adalah Tuan Tirtagama Wiryasurya itu. Meski mereka saling berhadapan, tapi tatapan matanya tidak mengarah lurus pada Sara.
Tunggu!
Tanpa disadarinya, Sara langsung meloncat bangkit dari tempatnya duduk. “Ah! Pria di taman!,” serunya.
Senyuman Raka seakan menjelaskan semuanya. Sara menelan salivanya dengan kasar sebelum akhirnya kembali duduk.
“Baguslah kalau kamu sudah ingat,” kata Tuan Tirtagama pada akhirnya setelah sedari tadi Sara hanya mendengar Raka saja yang berbicara.
Lho? Kok?
“Bukankah waktu di taman dia ...” Sara berbicara dengan Raka sembari memutari telinganya sendiri dengan jari telunjuknya. Dia terkejut karena Tuan Tirtagama bisa menimpali kata-katanya dengan mudah. Karena sejak di taman itu, Sara mengira dia tuna rungu.
“Tuan menggunakan alat bantu dengar. Saat di taman, Tuan memang sengaja tidak mengatakan apapun.” Dan dilanjutkan dengan senyum yang tertahan.
Sara merasakan wajahnya merasakan panas yang luar biasa saat mengingat perilakunya yang kini dia sadari itu sungguh memalukan itu.
“Aku akan langsung saja,” Tuan Tirtagama itu kembali berkata.
Dan Raka bergerak maju meletakkan beberapa lembar kertas dengan deretan paragraf di dalamnya dalam sebuah map bening di atas meja yang ada di hadapan Sara.
“Aku menawarimu sebuah perjanjian kerjasama.”
Apa yang diinginkan pria itu darinya?
“Aku butuh kamu untuk menghadapi ibuku.”
Permintaan yang aneh ...
“Tugasmu adalah melindungiku dari ibuku agar tidak mendekatiku atau memberikanku apapun itu dari tangannya.”
Dan semakin aneh ...
“Sebagai gantinya, aku akan membiayai semua pengobatan ibumu, termasuk memasukkan ibumu ke dalam daftar eksklusif penerima donor ginjal.”
Ekslusif. Donor ginjal.
“Begitu juga dengan semua hutang-hutangmu, aku akan selesaikan semuanya.”
Hutang. Semua.
“Asalkan kamu menikah denganku.”
Menikah? Dengannya?
Seketika itu juga, Sara menjadi sangat gugup hingga membuat tangannya gemetar. Untuk menyembunyikannya, Sara meraih map yang baru diletakkan Raka tadi, lalu dibukanya lembar per lembar.
“K-kenapa saya harus menikah dengan Tuan?,” tanya Sara yang jelas terdengar cemas dan khawatir. Lembar-lembar yang dia buka tidak ada satupun yang dia pahami.
“Karena kamu akan menggunakan hak kamu sebagai istri untuk melawan ibuku. Kamu bebas marah, kamu bebas beralasan apapun itu, kamu bebas melakukan apapun asalkan dia tidak dekat-dekat denganku. Dan aku, dalam situasi apapun yang melibatkan ibuku itu, akan selalu membelamu dan menuruti semua perintahmu.”
“T-tapi kenapa harus dijauhi?,” tanya Sara lagi.
Tapi, pria itu hanya diam. Dia tidak menanggapi apapun. Sara pun tidak berani bertanya lebih jauh lagi. Kini suasana di ruangan itu begitu hening tanpa ada satupun dari mereka yang mulai bicara.
Sara mengusap keringat dinginnya yang baru saja meluncur turun dari keningnya, memandangi pria itu lekat-lekat. Tanpa kacamata hitam di wajahnya, pria itu terlihat berbeda saat dia melihatnya pertama kali di taman, tapi masih dengan aura yang sama, aura penuh ketegasan dan kecerdasan yang mendominasi. Dia memang seperti yang diberitakan.
“S-saya tidak tahu h-harus menjawab apa.” Sara akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu. Setidaknya seseorang harus mengakhiri keheningan ini.
“Tuan memberikan Nona waktu untuk berpikir. Tapi keputusan harus dibuat hari ini,” jelas Raka menggantikan tuannya menjelaskan semuanya.
Tapi ... Sara bukan tidak memikirkan tawaran itu. Pengobatan Ibu jelas adalah yang membuatnya paling sulit menolak tawaran itu. Hanya saja ... menikahinya?
Ayolah, Sara ... Apa yang kamu khawatirkan? Kamu bahkan sudah putus dari Mas Vian. Kamu tidak sedang mengkhianati siapa-siapa. Kalian sudah bukan lagi sepasang kekasih, batinnya yang mendukung tawaran itu sedang berbicara.
Tapi ... kamu masih berharap Mas Vian berubah pikiran. Kamu masih ingin berbicara dengannya. Mencari jalan keluar untuk permasalahan kalian. Kalau kamu setuju menikah dengannya, kamu tidak akan bisa lagi melakukan itu, batinnya yang lain yang menolak tawaran itu kini menimpalinya.
Dan sekarang keduanya sedang berdebat untuk memenangkan hati Sara.
“2 tahun,” kata Tirtagama di tengah-tengah dua kubu batin Sara yang sedang bertarung. “Hanya untuk 2 tahun. Setelah itu, kita akan bercerai.”
2 tahun, dan kamu bebas, Sara. Entah suara batinnya yang mana itu. Sara kini tidak bisa membedakannya.
“A-apakah Tuan benar-benar akan membiayai pengobatan ibu saya?,” tanya Sara memastikan lagi tawaran Tuan Tirtagama itu, menyakinkan dirinya untuk tidak menyesali keputusannya itu.
“Tuan akan memberikan fasilitas kesehatan nomor satu untuk ibu Nona Sara. Setiap saat akan ada supir yang akan mengantarkan ibu Nona ke rumah sakit. Dan juga seorang perawat yang akan menemani ibu Nona setiap saat. Dokter yang ...”
“Tunggu, tunggu ....,” Sara memotong penjelasan Raka. “P-perawat? S-setiap saat? Maksudnya ...?”
“Kita akan menjadi suami istri. Sudah jelas kamu akan tinggal di sini, di rumahku. Dan ibumu jelas tidak mungkin tinggal di sini. Atau kamu ingin ibumu juga tahu kalau kita berpura-pura? Karena jika iya, itu artinya kita akan tinggal sekamar. Karena itu ...”
“O-oke, oke, saya mengerti ...” Kepanikan Sara jelas membuat jantungnya berdegup tidak beraturan. Bahkan saat Tuan Tirtagama itu menjelaskan maksudnya, pikiran Sara semakin berantakan. Tinggal bersama orang asing, sungguh sesuatu yang tidak bisa dibayangkan saat ini.
“Dan satu lagi. Kamu akan berhenti kerja.”
Sara kembali dikejutkan dengan pernyataan Tuan Tirtagama yang terakhir. “B-berhenti kerja?”
“Begitu kamu menyetujuinya, aku tidak peduli bagaimana kamu melakukannya. Aku ingin kamu resign secepatnya dari tempat kerjamu,” lanjut Tuan Tirtagama dengan penjelasan yang sama sekali tidak jelas bagi Sara.
“Setelah itu, kamu akan bekerja denganku, dan kamu akan mendapatkan gaji dari itu.”
Apa yang harus aku lakukan sekarang, ya Allah?
......................
Author’s Note (QnA) :
Q : Bukannya tuli itu juga berarti bisu, ya?
A : Anak yang terlahir Tuli seringkali memiliki kesulitan saat berbicara. Karena fungsi pendengarannya yang tidak baik, anak Tuli kadang tidak dapat melafalkan beberapa huruf sebaik anak yang memiliki pendengaran normal. Ini yang menyebabkan anak menjadi kesulitan berbicara dimana kondisi ini sering diartikan sebagai Bisu. Jika sudah demikian, bahasa isyarat adalah solusi anak dalam berkomunikasi. Atau mulai memasangkan alat bantu dengar pada usia anak mulai belajar berkomunikasi agar dapat belajar mengenal suara sejak dini.
Berbeda dengan anak yang dilahirkan normal, lalu hingga di usia tertentu (terutama saat anak sudah mengenal suara dan beberapa kata), telinganya mengalami kerusakan hingga menjadikannya Tuli, anak tersebut tetap bisa berbicara secara normal. Dengan bantuan alat bantu dengar (tergantung kondisi ketulian masing-masing anak), anak tersebut masih bisa berkomunikasi secara normal meski tanpa bahasa isyarat. Karena sebelumnya anak sudah bisa berkomunikasi, dan ketuliannya tidak akan mempengaruhi ingatannya dalam berkomunikasi, kecuali jika terjadi sesuatu yang menyebabkan komplikasi.
Informasi lebih lanjut dapat dibaca di sini : https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-pada-anak/anak-tuli-sudah-pasti-bisu/
https://rsud.tulungagung.go.id/bayi-lahir-bisu-dan-tuli-bisakah-disembuhkan/\#:~:text\=Bisu%20dan%20tuli%20disebut%20dengan,%2C%20mulut%2C%20lidah%20dan%20lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Syahrini Cacha
MaasyaaaAllah keren 👍🏻
2024-06-21
0
Ling 铃
apa nih apa nih.... 🔥🔥🔥
2023-07-03
1