[Sara]
Prak!
Sebuah map plastik berwarna kuning yang berisi beberapa lembar kertas dengan deretan huruf dan angka di atasnya dengan mudah dikenali Sara, dibanting dengan kerasnya oleh seorang wanita setengah tua yang sedang duduk di atas bangku kerjanya yang nyaman. Yang dibanting itu adalah hasil kerjanya 2 malam lalu saat membuat rekapan barang yang masuk sehari sebelumnya.
“Ini sudah berapa kali kamu begini? Dan kesalahan kamu itu bukan main-main, lho. Kerjaan semua orang jadi kacau!,” bentak wanita yang adalah supervisor yang ada di kantor Sara.
“Maafkan saya, Bu ...”
Sara hanya bisa tertunduk di saat supervisornya memarahinya. Cuma itu yang bisa dia lakukan saat ini.
Pekerjaannya sebagai staff administrasi umum memang sangat rentan terjadi kesalahan. Salah sedikit, ada banyak orang di bagian yang berbeda yang akan mendapatkan masalah. Karena itu, dia hampir tidak pernah melakukan kesalahan.
Pengobatan Ibu dan juga banyaknya telepon yang harus dia jawab itulah yang membuat pikirannya menjadi tidak tenang akhir-akhir ini. Salah fokus sedikit, kesalahan pun terjadi.
“Dan lagi, kemana kamu hari ini? Kenapa datang terlambat? Kamu tahu kan peraturannya? Kalau tidak masuk atau datang terlambat itu kasih tahu .... Adduuhh ... ini bagaimana, sih? Sudah berapa lama kamu kerja disini? Masak yang kayak begini harus dikasih tahu”
Sara menyesali kelupaannya yang tidak menghubungi kantor saat dia tahu dia akan ke rumah sakit tadi. Begitu dia mendapat kabar dari Mbak Mina, pikirannya sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Sara benar-benar lupa menelpon kantornya.
“Sudah sana! Saya nggak mau tahu, dalam 1 jam semua harus beres. Kalau nggak beres, kamu mendingan pulang saja!”
Dengan langkah gontainya, Sara berjalan menghampiri pintu ruangan supervisornya itu. Saat pintu terbuka, dia masih mendengar omelannya untuk yang terakhir kalinya, “Ya gini ini kalau terima karyawan lulusan kampus yang nggak bonafide.”
Sara menggenggam map kuning di tangannya dengan erat, menahan air matanya turun karena rasa sakit di hatinya atas pernyataan itu. Dia ingin melawan, tapi kesalahannya sudah cukup fatal untuk seorang lulusan S1.
Sara segera mengerjakan pekerjaannya begitu dia tiba di meja kerjanya tanpa banyak bertanya ataupun bicara. Dia juga tidak menyapa teman kerjanya yang ada di sampingnya, meski temannya itu terus memandanginya sejak Sara keluar dari ruangan supervisor hingga duduk di bangkunya.
Hanya sebuah sticky note bertuliskan ‘Semangat, Sara!’ yang tiba-tiba ditempelkan di mejanya oleh temannya itu. Sara hanya mengembangkan senyum tipis nan getir tanpa memandanginya, lalu mengangguk pelan sekali untuk memberikan tanda bahwa dia baik-baik saja. Padahal tidak.
......................
“AAAHHHHHHHHHHH,” teriak Sara sekencang-kencangnya, melepaskan semua sesak di dalam dadanya.
Begitu dia menyelesaikan semua pekerjaannya, termasuk pekerjaan yang harus dia perbaiki, Sara langsung memilih untuk pergi sejenak dari kantor saat jam istirahat.
Dipilihnya taman umum yang ada di seberang gedung perkantorannya. Saat siang, taman yang luas itu biasanya lengang, hanya sedikit orang yang berkunjung.
Dan di sinilah Sara mengeluarkan semua yang ada di hati nya setelah apa yang terjadi pada dirinya hingga detik itu.
Cukup melegakan ternyata.
Beberapa orang sempat melihat ke arahnya karena kaget dengan teriakan Sara. Ada pula yang mememolototinya, tapi Sara tidak menggubris mereka.
Orang-orang yang kebetulan melewatinya sudah mulai bergumam ataupun berbisik dengan temannya.
Gila kali tuh cewek.
Stress kali.
“AHAHAHA ... Memang sudah gila! Kenapa?!” Giliran Sara yang memelototi mereka. Dan semua orang kembali sibuk dengan pekerjaan mereka tanpa mempedulikan Sara yang dikira sudah benar-benar gila.
Setelah puas menakuti pengunjung yang lewat di depannya, Sara kini menyibukkan dirinya dengan menyusuri sekeliling taman yang ramai akan pepohonan dan bunga warna-warni.
Sambil melahap roti yang dipegangnya sedari tadi, Sara menyegarkan matanya sejenak yang masih terasa sembab karena tangisannya tadi pagi.
Tapi begitulah orang yang sedang putus cinta. Hanya dengan mengingatnya saja, air mata Sara sudah jatuh membasahi wajahnya.
Dengan mulut yang penuh roti, Sara mengusap wajah dengan punggung tangannya. Lalu mengalihkan lagi pandangannya ke samping kiri sembari mencari sesuatu yang bisa menyibukkan kepalanya dari ingatan-ingatan buruk tentang Vian.
Puas dengan sisi kirinya, Sara menolehkan kepalanya ke kanan.
Astaghfirullahaladziim, kaget aku! Sejak kapan dia di sana?
Betapa terkejutnya dia saat melihat ada seorang pria dengan kacamata hitam, sedang duduk di samping tempatnya duduk. Sara di bangkunya sendiri, orang itu ... di atas kursi rodanya sendiri.
Sara memandangi pria itu lekat-lekat, menyusuri perlahan dari atas kepala hingga turun ke bawah kakinya.
Pria itu terus menatap lurus ke arah depan, tanpa menoleh ke kanan atau pun ke kiri.
Pelan-pelan dilambaikan tangannya di hadapan pria itu, ke kanan lalu ke kiri, berulang-ulang. Pria itu tetap diam dan tidak memberikan reaksi apapun.
Dari pengamatan Sara akan kacamata hitam yang dikenakan pria itu, sedangkan cuaca siang ini cukup teduh dengan awan putih yang lebat di atas sana, Sara berkesimpulan, tuna netra?
Sara memberanikan diri menyapanya, “Mas, mau roti?”
Roti yang dia tawarkan menggantung begitu saja di hadapan pria itu tanpa ada tanggapan sedikit pun darinya. Kening Sara berkerut.
Tidur, kah?
Tak lama kemudian, datanglah seorang anak perempuan 8 tahun menawarkan 2 bungkus tissue pada pria itu. Pria itu bergeming, tidak menjawab apapun.
Sara pun membantu memanggilkan, “Mas ...”
Tetap diam.
Tuna rungu, kah?
Kasihan dengan anak itu yang menunggu dengan penuh harap, melihat dandanan pria itu yang terbilang cukup rapi dengan setelan kemeja tosca dan celana hitamnya, mengira mungkin mau mengeluarkan sedikit uang untuk dagangannya, Sara akhirnya berinisiatif memanggil anak itu, dan memberinya uang untuk ditukarkan dengan 2 tissue di tangannya.
Kasihan ...
Selepas anak itu pergi, Sara menghela napasnya.
“Mungkin enak juga kayak Mas. Jadi nggak perlu dengerin omongan yang nggak penting,” katanya seakan-akan sedang berbicara dengan pria itu. Tapi pria yang diajak bicara, ya masih tetap sama, tidak merespon apapun.
Drrtt ... ddrrtt ...
Kali ini alarm ponsel mengingatkannya untuk kembali bekerja, karena jam istirahatnya yang sudah habis. Sara kembali menghela napas seakan-akan sedang mempersiapkan hati dan pikirannya sendiri.
“Ayo, Sara. Semangat!,” katanya lantang menyemangati dirinya sendiri, lalu berdiri.
Sebelum pergi, dia masih memandangi pria itu lagi. Lalu, pandangannya beralih pada 2 bungkus roti lainnya yang dia bawa dan tidak sempat dia makan.
Ah, ya sudahlah.
Sara kemudian mendekati pria itu, lalu menekuk kedua lututnya agar dia bisa duduk dengan bertumpu pada kedua telapak kakinya. Kemudian, dia meletakkan 2 bungkus rotinya di pangkuan pria itu bersama dengan sebungkus tissue yang tadi dia beli. Kali ini pria itu bereaksi kaget pada sentuhan Sara yang tiba-tiba itu.
Dengan meraih tangan kanan pria itu agar menggenggam tangan kanan Sara, begitu juga dengan tangan kiri pria itu dengan tangan kirinya, Sara mulai menggerakkan tangannya perlahan dengan diikuti oleh tangan pria itu yang masih menggenggam tangannya.
“Ini ada roti. Dimakan, ya. Tissuenya simpan saja.”
Begitu katanya dengan gerakan isyarat taktil yang dia kuasai.
Dia lalu meraih tangan kanan pria itu untuk dipapah menyentuh barang-barang yang dimaksud.
“Ini roti,” kata Sara dalam gerakan isyaratnya.
Kemudian, “Ini tissue.”
Lalu, dia pergi setelah selesai menjelaskan.
Dengan perasaan yang lebih baik, Sara berharap sisa harinya tidak lebih buruk daripada tadi.
Tapi, harapan tidak selamanya bisa sesuai dengan ekspektasi.
“Benar dengan Nona Ashara Revalina, kan?”
Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Tolong jangan bilang dia debt collector.
......................
Author’s Note :
- Isyarat Taktil atau Tactile Sign adalah kombinasi isyarat tunarungu dan tunanetra. Isyarat ini dilakukan dengan meletakkan tangan penerima di atas tangan pembicara untuk bisa merasakan dan membaca gerakannya melalui tangan si pembicara. (Sumber gambar di bawah diambil dari Google)
- Tuna netra adalah kondisi seseorang dimana memiliki hambatan pada indera penglihatannya.
- Tuna rungu adalah kondisi seseorang dimana memiliki hambatan pada indera pendengarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Syahrini Cacha
cerita nya menarik 👍🏻
2024-06-21
0