[Sara]
Sudah hampir satu jam sejak Widia pergi, Sara masih terduduk di ruang tengah memikirkan semua interaksi yang baru saja dia lakukan bersama ibu mertuanya itu. Mencari celah yang mungkin bisa jadi alasannya untuk ikut berhati-hati pada ibu tiri Agam itu sehingga dia tahu apa yang harus dia lakukan ketika ibu mertuanya itu mendekati Agam.
Tapi, bukan jawaban yang Sara dapatkan, justru kepalanya semakin pusing dibuatnya. Sara semakin tidak memahami ada apa dengan mereka berdua?
Tapi, bukan waktunya untuk terus melamun. Begitu melihat jam dinding, Sara langsung panik, “Astaga, jam 11. Supirnya datang 1 jam lagi.”
#flashback_on#
“Hari ini kamu akan ke kantor NFC. Jam 12 nanti supir akan datang menjemputmu. Jadi, selesaikan semua pekerjaan yang ada disini sebelum jam itu,” kata Agam pagi tadi sebelum dia berangkat ke kantor.
“Ke kantor NFC?,” tanya Sara. Dia juga bingung tiba-tiba Agam mengajaknya ke kantor. Hal yang tidak pernah dibicarakan Agam sebelumnya.
“Iya,” jawab Agam. “Aku sedang mengembangkan sebuah alat untuk membantu penyandang disabilitas netra-rungu-wicara dan orang-orang yang tidak bisa berbahasa isyarat agar bisa saling berkomunikasi. Dan aku akan memasukkan bahasa isyarat yang ayahmu ciptakan ke dalamnya.”
“B-bagai ... mana kamu ...”
Sara tidak lagi melanjutkan kalimatnya itu. Tentu saja dia tahu. Dia tahu semuanya ...
“Karena itu, kamu akan ke kantor NFC hari ini untuk membantu ET (Engineer Team atau tim insinyur) dan RT (Researcher Team atau tim peneliti),” lanjut Agam lagi.
#flashback_off#
Siapa yang akan menyangka, kemampuannya yang satu itu akan membantunya suatu saat nanti. Sara yang belajar bahasa isyarat dan cara membaca Braille hanya agar bisa berkomunikasi dengan ayahnya, tahu-tahu sekarang kemampuannya itu akan digunakan untuk hal yang lebih besar. Sara bahkan masih tidak percaya, Agam bisa memikirkan semua itu.
Ayah Sara memang pernah menciptakan sebuah bahasa isyarat sederhana. Hanya bahasa isyarat yang biasanya digunakan oleh para disabilitas rungu-tuli atau netra-rungu. Tapi, untuk yang ini, Ayah memodifikasinya sedikit agar bisa digunakan dengan cara disentuhkan ke telapak tangan pendengarnya.
Sederhana memang, karena tujuan dibuatnya juga cukup menggelikan sebenarnya. Kadang baik Sara maupun ayahnya menggunakan itu saat mereka sedang merencanakan sesuatu tanpa sepengetahuan Ibu Sara. Merencanakan kejutan ulang tahun, misalnya. Atau saat ayahnya minta bantuan Sara karena sedang perang dingin dengan Ibu.
Karena sesederhana itu, Ayah Sara hanya mengajarkannya pada Sara dan sebagian kecil teman ataupun murid-murid spesial Ayah yang pernah datang untuk diajarkan bahasa isyarat ataupun membaca Braille.
Pertanyaannya sekarang, seberapa banyak yang Agam tahu tentang Sara?
“Nyonya Sara!”
Mulut Sara sedang menganga cukup lebar mengagumi kemegahan gedung kantor NFC ketika Raka datang dan berteriak memanggil namanya. Bagaimana tidak? Seperti namanya, gedung itu benar-benar megah. Berbeda dari yang dia lihat di internet. Melihat sendiri memang punya sensasi yang berbeda.
“Selamat datang di kantor NFC, Nyonya Sara,” sambut Raka saat dia baru melewati pintu depan gedung perkantoran itu. Alhasil, semua mata kini tertuju padanya. Dan pertanyaan terbanyak jelas adalah, siapa dia?
Ingin rasanya Sara bersembunyi, paling tidak jauh dari pandangan orang-orang yang saat ini sedang memandanginya. Suara keras Raka yang terus menerus memanggilnya justru membuat mereka yang penasaran semakin bertambah saja.
“Kantor Tuan Agam ada di lantai paling atas, Nyonya. Lantai 30. Jika Nyonya kesini lagi, Nyonya bisa langsung ke atas. Saya sudah menginformasikan ke bagian keamanan kalau Nyonya adalah istri Tuan Agam.”
Ya Tuhan! Dimana mereka menyimpan tong yang sangat besar? Ingin rasanya masuk ke dalamnya.
Tujuan pertama Sara bukanlah lantai 30, melainkan lantai 20, tempat para peneliti bekerja. Disinilah Sara dan tim akan bertukar pikiran dengan para pakar bahasa isyarat lainnya yang kemudian akan diproses menjadi data untuk project mereka.
Sangat menyenangkan bagi Sara. Ada banyak hal yang menarik yang dia lihat hari ini, terutama ketika mereka berdiskusi menyempurnakan bahasa isyarat yang Ayah Sara pernah buat. Karena terlalu sederhana itulah, maka beberapa hal perlu disesuaikan agar bisa setara dengan yang sudah ada.
Agam benar-benar memikirkan semuanya. Dia tidak hanya asal mengajak Sara, tapi juga ahli bahasa isyarat lainnya. Sedikit demi sedikit Sara akhirnya memahami alasan Agam mengajaknya. Dan dia bangga bisa jadi bagian dari project itu.
Hampir 3 jam, Sara berada di lantai 20 mengerjakan project itu. Seperti pesan Raka tadi sebelum asisten Agam itu meninggalkannya di sana, agar Sara langsung naik ke lantai 30 begitu selesai. Dan itulah yang Sara lakukan saat ini.
Sara baru saja keluar dari lift dan mengikuti arahan Raka yang tadi diberikan. Hanya beberapa langkah hingga dia mencapai kantor Agam, Sara tidak sengaja mendengar pembicaraan beberapa orang dalam meeting room. Pintu yang tidak tertutup rapat yang membuat Sara bisa mendengar semuanya dengan sangat jelas.
"Kita butuh project yang lebih daripada ini. Selene 4.1, misalnya. Saya masih ingat betul bagaimana kejayaan NFC waktu itu karena Selene. Kalau seperti ini terus, NFC akan tenggelam, lalu hancur."
Dan ditimpali oleh suara lain.
"Benar. Sudah 2 tahun ini NFC tidak menghasilkan inovasi yang luar biasa. Karya-karya kecil untuk disabilitas tidak akan bisa membawa NFC kemana-mana. Kita butuh gebrakan baru yang lebih menonjol daripada Selene 4.1, atau paling tidak menyamai."
Begitu juga dengan suara-suara lain. Semua mengatakan hal yang kurang lebih sama. "Gebrakan baru"
Sara kemudian mengintip dari kaca jendela yang berada di tepi pintu. Dia bisa melihat dengan jelas Agam yang masih di sana, di depan orang-orang yang terus menyudutkannya. Tanpa bicara, hanya diam, dan terus mendengarkan.
Ya, terus mendengarkan. Karena Sara bisa melihat alat bantu dengar Agam masih menempel di telinga kanannya.
Sara akhirnya kembali bersembunyi di balik dinding meeting room.
Tapi, satu suara yang cukup membuat Sara geram.
"Banyak yang bilang kemerosotan NFC karena kemampuan Tuan Tirtagama yang semakin menurun karena kehilangan kemampuan mata dan telinganya. Mungkin ini terdengar kejam. Tapi memang itu kenyataannya. Selene terus berkembang dari awal sejak dia diciptakan. Bahkan ketika Tuan Tirtagama mengalami kecelakaan dan lumpuh, Selene masih terus berkembang hingga 4.1. Lalu, sekarang? Mau tidak mau harus saya akui, saya setuju dengan pendapat mereka bahwa Tuan Tirtagama sudah tidak mampu lagi memimpin NFC."
Sara terus menggerutu kesal dari balik dinding meeting room. Dia merasa kesal dengan semua omongan orang-orang yang terus menyudutkan Agam.
Haruskah seseorang mengatakan sesuatu sejahat itu? Perlukah seseorang diingatkan tentang ketidakmampuannya? Agam bahkan bukan tidak berusaha. Dia sedang mengembangkan sesuatu. Semuanya masih dalam proses. Bagaimana bisa mereka memutuskan kalau ini tidak akan bisa menjadi 'gebrakan baru' seperti yang mereka pikirkan?
Lagian, kenapa Agam tidak lepaskan saja alat bantu dengarnya? Lebih baik tidak usah mendengarkan omong kosong mereka.
"Nyonya Sara."
Suara Raka yang tiba-tiba muncul dari balik pintu mengagetkan Sara.
"Nyonya pasti tersesat, ya. Mari saya antarkan ke kantor Tuan Agam."
Sara lebih terkejut lagi. Dari mana Raka tahu kalau Sara ada di sana? Bagaimana bisa asisten Agam itu tiba-tiba muncul begitu saja? Dia yakin suaranya tidak terlalu keras tadi. Tapi ... apa mungkin Sara tadi tidak sadar, ya?
"Apakah ... semua baik-baik saja?," tanya Sara dengan hati-hati dalam perjalanan mereka ke kantor Agam.
"Tidak terlalu baik, Nyonya," jawab Raka singkat.
Sara langsung memikirkan Agam ketika mendengar jawaban Raka. Bagaimana perasaannya sekarang?
Raka kemudian menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap Sara.
"Meski kedua mata Tuan Agam bisa bekerja dengan baik sekalipun, mereka akan terus menuntut Tuan Agam untuk melakukan yang lebih dan lebih. Mereka memang selalu begitu, Nyonya."
Raka tersenyum kemudian berbalik melanjutkan perjalanan mereka.
"Project Selene adalah project lama yang dikembangkan terus menerus mengikuti perkembangan kebutuhan teknologi. Dari awal memang sudah menyita banyak perhatian karena Tuan Wiryasurya lah yang giat mempublikasikannya. Jadi, ketika Tuan Agam mengeluarkan versi terbaru dari Selene, semua orang pasti akan antusias."
"Maksudnya, selama ini Mas Agam adalah sebagai pemikir, sedangkan ayah Mas Agam adalah penjualnya?," tanya Sara mengkoreksi pemahamannya.
"Benar, Nyonya. Kurang lebih begitu," jawab Raka seraya membukakan pintu kantor Agam untuk Sara. "Tuan Agam tidak pandai bicara. Tuan hanya bisa sibuk berpikir. Karena itu, Tuan Wiryasurya yang banyak memikirkan kemana hasil ide Tuan Agam ini lebih tepat ditujukan."
"Tapi, mereka terlihat tidak sabaran," kata Sara lagi setelah dia dipersilahkan duduk. Sedangkan Raka sudah pergi ke salah satu sudut ruangan untuk membuatkannya minuman. "Apa yang akan terjadi kalau mereka hilang kesabarannya?"
"Hhmm ..." Raka menghentikan kegiatannya dan terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian, dia berkata, "Yang terburuk adalah mereka akan menjual saham mereka. Lalu, nilai jual NFC akan semakin menurun. Lama-kelamaan NFC mungkin akan tutup."
Ternyata bisa separah itu. Orang-orang seperti itu yang justru memegang kendali atas hidup NFC. Kenapa harus mereka?
"Jangan khawatir, Nyonya," kata Raka yang saat ini sudah kembali menghampiri Sara dengan secangkir minuman di tangannya. "Saya yakin Tuan Agam punya banyak ide-ide baru yang siap untuk diluncurkan."
Setelah menyerahkan minuman itu pada Sara, Raka kembali melanjutkan ucapannya seraya tersenyum dengan penuh keyakinan.
"Yang dikatakan mereka tidak sepenuhnya salah. Kesulitan Tuan Agam terbesar memang pada kedua matanya."
Ternyata benar, ya?
"Tapi ... saya yakin Tuan Agam bisa mengatasinya. Kan sekarang sudah ada Nyonya di samping Tuan."
"Saya??"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments