Entah keputusan yang benar atau tidak, membuat Brennus menjauh dengan cara makan banyak dan menggunakan tangan pula. Sekarang Dakota merasakan perut begah, padahal baru empat yang berhasil dihabiskan.
Biasanya hanya makan satu porsi, itu pun sudah sangat kenyang. Apa lagi sekarang, makin bagaikan mau meledak saja.
Dakota merasa tidak sanggup menampung lagi. Terlalu penuh. Lambungnya sesak sekali. Semakin dipaksakan, ia justru mau muntah. Mau menelan saja susah.
Brennus sejak tadi sudah selesai dengan steak. Dia menggigit langsung bagai manusia rakus. Bahkan menjilat sisa-sia di jari agar Dakota melihat bahwa mereka sama-sama menjijikkan, tidak ada kasta pembeda.
Pria itu menaikkan sebelah alis. “Kenapa? Sudah kenyang? Mau dibantu?”
“Jangan ajak aku bicara dulu.” Dakota mengangkat tangan. Brennus berisik sekali. Ia berusaha keras untuk menggelontor minum agar tidak ada yang menyangkut di tenggorokan.
Tak perlu diminta bantuan, Brennus sudah tahu jika Dakota tidak mungkin habis. “Aku masih lapar, bagi, ya?” Menarik tiga piring sekaligus. Lalu, ia lahap itu sebagaimana cara makan sang wanita.
Rencana Dakota untuk membuat Brennus menjauh sepertinya tidak berhasil. Niat hati ingin pria itu ilfeel dengan kelakuannya. Ternyata sekarang ia yang dibuat terkejut. Sisa-sisa makanan di sana dihabiskan semua oleh manusia yang seharusnya dihindari.
“Lain kali, gunakan cara lain jika mau membuatku tidak menyukaimu.” Brennus mengusap sudut bibir dan tangan menggunakan lap putih yang disediakan oleh pihak restoran.
“Ah ... jadi kau sudah tahu maksudku,” gumam Dakota. Pantas saja seakan santai menghadapi dirinya.
“Lagi pula kau itu aneh, disukai pria tampan, kaya, loyal seperti aku, tapi tidak mau.” Brennus berdiri mendahului. “Aku saja yang bayar.”
Kesempatan untuk kabur, Dakota buru-buru meraih tas dan melangkah lebar menuju pintu keluar. “Aku harus malu karena ketahuan, atau bagaimana? Kenapa jadi seperti menghindar dari kejaran penagih hutang begini?” Sesekali menengok ke belakang untuk memastikan apakah Brennus mengejar atau tidak.
Sekarang dia bingung mau ke mana. Kantor? Pasti disusul. Pulang? Masih jam kerja. Jalan-jalan? Pikiran isinya pekerjaan semua.
“Argh ... menyusahkan saja,” umpat Dakota seraya kaki menghentak jalanan secara kasar.
“Sudahlah, jalan saja, yang penting terhindar dari pria itu.” Dakota menuju zebra cross. Hendak menyebrang.
Lampu rambu lalu lintas berubah hijau untuk pejalan kaki. Dakota siap melewati jalan raya demi sampai di seberang sana.
Baru juga dapat setengah, tiba-tiba merasakan ada tangan menggandeng tanpa dosa.
“Ku jaga, supaya tidak ada kendaraan yang menyerempetmu,” ucap Brennus begitu santainya.
Wajah Dakota tidak terlihat senang. Justru frustasi dan tertekan. Menghembuskan napas dengan sangat keras.
“Tolong, bisa tidak kau pergi menjauh? Kenapa sekarang mengganggu terus?” Ini sudah permintaan yang Dakota anggap sangat lembut. Meski bercampur kesal juga.
“Tentu saja tidak,” tolak Brennus.
“Why? Kenapa kau berusaha dekat-dekat denganku? Perasaan dahulu tidak seperti ini. Kita hanya akan bertemu saat menyangkut pekerjaan saja.” Dakota ingin menarik tangannya, tapi cekalan pria itu terasa tidak longgar sedikit saja.
Tepat berhasil menyebrangi jalan, Brennus berhenti dan melepaskan Dakota. “Kau tidak mengingat kejadian malam itu?” Padahal ia selalu terbayang tanpa henti, sedetik pun tidak terlupakan.
“Kejadian apa?” Oke, Dakota hanya pura-pura tidak pernah terjadi apa-apa supaya urusan beres sampai di sana.
Lalu lalang jalanan sedang padat. Mereka pasti menghalangi orang yang hendak lewat. Brennus pun menarik Dakota supaya lebih menepi. “Sini.”
Mereka berdiri di depan sebuah gedung yang entah milik siapa, tidak peduli juga.
“Kau lupa? Maka, akan aku ingatkan. Malam itu kau mabuk, lalu singkatnya, kita bercinta. Aku mengambil virginmu,” jelas Brennus dengan intonasi sengaja sedikit ditekan.
“Oh ....” Santainya reaksi Dakota.
“Oh? Hanya itu responmu?” Justru Brennus yang tidak terima.
“Lalu, harus bagaimana? Sudah terjadi juga. Marah denganmu, begitu?”
Kepala Brennus rasanya berat sekali mendapatkan jawaban sesantai itu. Sampai tangan mengusap rambut kasar akibat frustasi. “Seharusnya kau minta tanggung jawab denganku.”
“Aku tidak mau,” tolak Dakota.
“Kenapa begitu? Padahal aku sangat siap seandainya kau menuntut supaya menikahimu.”
“Memangnya kenapa harus ada alasan? Menolak begitu saja tidak boleh? Aku hanya ingin kita lupakan kejadian malam itu. Anggap tak pernah terjadi, dan beres. Kehidupan kita jalani seperti biasanya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
💐Lusi81
makin gelisah brennus🤣
2024-02-11
0
Fatma Kodja
bodoh, udah di ambil harta yang paling berharga dalam diri tapi malah tidak mau Stefanus bertanggung jawab jawab, emang kamu pikir ada laki" yang dengan tulus menerima kamu apalagi mengetahui kamu sudah tidak virgin lagi😔😔😔😔
2023-12-31
1
Deasy Dahlan
Dasar Dakota.... Menyesal br nyahok lu dakota
2023-12-28
0