Baru kali ini Brennus mendengar ada orang yang alergi barang mahal. Jenis penyakit apa itu? Apakah mungkin Dakota akan gatal-gatal? Atau muntah jika memakainya?
Kenapa semakin ke sini justru wanita itu terkesan tambah aneh, ya? Kalau begini ceritanya, jiwa Brennus semakin meronta-ronta ingin mendekati. Belum pernah kenal maupun tahu orang seperti Dakota. Antik.
“Sayang jika ditolak, lagi pula sudah ku beli, terima saja.” Brennus memaksa tangan lembut itu memegang papperbag Louis Vuitton. Ia lalu menyembunyikan tangan di balik badan agar tak dikembalikan.
“Tidak, tidak. Nanti urusannya runyam atau diungkit-ungkit lagi jika ku terima.” Dakota berusaha mengembalikan sesuai dugaan Brennus.
“Mana ada ku ungkit. Memangnya saat memberimu parfum, ada dibahas sampai sekarang?” Satu lengan Brennus tetap di belakang pinggang, sementara sebelah lagi menahan di atas kepala Dakota agar berhenti berusaha.
“Lah ... ini baru saja kau membicarakan itu.” Masih tetap teguh dengan pendirian yang tak mau menerima. “Sepanjang hidupku pasti akan dihantui oleh bahasan barang-barang apa saja yang sudah diberi, seakan aku tak mampu membeli.” Ia letakkan saja di bawah kalau Brennus tak mau menerima. “Parfumnya, besok ku kembalikan. Tidak perlu memberiku apa pun, mulai sekarang.” Pandangannya kini lurus ke depan.
Ada helaan napas panjang, Brennus merasa sudah salah ucap. Mengungkit pemberian sepertinya sangat sensitif dan terkesan merendahkan. Atau juga wanita itu menganggap ia tidak ikhlas memberikan.
“Aku tidak bermaksud begitu, Dakota. Tadi hanya memberi tahu dan contoh saja.” Dia meraih pundak wanita yang kini mengabaikannya lagi. “Ayolah ... maafkan aku. Seharusnya tak ku singgung masalah parfum itu.”
Mata Dakota melirik tanpa berkata apa pun.
Brennus langsung paham itu. “Oke, oke. Aku tidak akan ulangi lagi.”
Tak ditanggapi apa pun oleh Dakota. Dia berharap semua selesai sampai di sana.
Sayangnya, semakin ia diam, Brennus justru kian menjadi. Lihat apa yang kini pria itu lakukan terhadap Dakota.
“Jika kau mendiamkan dan mengabaikanku, maka pelukan ini tidak akan terlepas sampai kau mau memaafkan.” Dia melingkarkan kedua tangan hingga Dakota berada dalam rengkuhan dan sempat memberontak tapi tak berhasil terlepas.
“Sesak ... lepaskan! Ini di kantor!” Melihat tanda di lift yang menunjukkan angka tiga dan sebentar lagi sampai ke lantai tujuan, Dakota pun akhirnya menyerah dan mengalah. “Oke, aku maafkan.”
“Dan terima pemberianku juga.”
“Iya, ku terima.”
“Good girl.” Brennus melonggarkan dua belitan tangan tadi. Mengambil barang yang teronggok di bawah dan memberikan pada Dakota. Sekarang wanita itu mau menerima walau diiringi wajah kecut. “Senyumnya mana?”
“Digadai.” Melengos agar tak bisa melihat wajahnya lagi.
“Digadai berapa? Sini, ku bayar. Biar kau semakin cantik jika tersenyum.”
Reflek Dakota menyikut perut yang terasa keras. Bisa-bisanya menggoda disaat ia dalam mode berusaha mengambil jarak sejauh mungkin supaya tidak digapai.
Akhirnya pintu lift pun terbuka juga. Dakota segera keluar dari sana. Otaknya buntu sekali, ke mana harus makan siang hari ini? Ada Brennus yang terus mengekori membuatnya kehabisan akal untuk menendang manusia itu agar pergi.
Tiba-tiba ia merasakan pergelangan dicekal oleh seseorang. Langkahnya terhenti, dan Brennus pelakunya. Membuat ia kini membeku tepat di tengah lobby.
“Senyum dulu, Dakota, atau ku cium?” pinta Brennus. Dia hanya ingin wanita itu tidak memasang wajah kecut terus, walau tetap memesona, tapi lebih baik jika dua sudut bibir ditarik sempurna.
Daripada bibirnya disengat lebah, lebih baik Dakota turuti saja. “Sudah? Puas?” Namanya sekeluarga, pasti semuanya sama. Pemaksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Neno Arya
lama2 jg saling jatoh cinta..biarin eyel2 dl
2024-04-29
0
Deasy Dahlan
Biar aja brennus. Buntut trus si Dakota... Awal awal mmng dia.... Menghindar.. Tp lama kelamaan dia akan meminta tanggung jawabmu...
2023-12-28
1
Fay
😃
2023-12-26
1