Bab - 10

Mingyu cepat-cepat menarik tangannya seakan terbakar api. "Kau perempuan!"

"Bukan salahku!" Balas Lisa, tersinggung mendengar nada menuduh dalam suara Mingyu.

Kekonyolan kata-kata yang saling mereka lontarkan membuat keduanya langsung tertegun. Tampang cemberut Mingyu tiba-tiba berubah menjadi senyum lebar dan Lisa mulai tertawa. Dan dalam keadaan itulah, Nyonya pemilik penginapan melihat mereka, keduanya berada di tempat tidur, tertawa, tangan Mingyu tergantung beberapa senti di atas payudara dan kemeja Lisa yang terbuka lebar.

"Lalisa Bruschweiler!" hardik wanita itu, berderap masuk ke kamar seperti kapal perang yang membentangkan layar, matanya seakan memercikkan api ketika menatap tangan Mingyu yang terletak di atas kemaja Lisa yang terbuka. "Apa artinya semua ini!"

Lisa untungnya tidak mengerti betapa berbahayanya apa yang ada dalam pikiran dan penglihatan Nyonya pemilik penginapan, tapi Mingyu tidak, dan pria itu jijik memikirkan betapa jahatnya pikiran wanita itu karena menuduh gadis kecil yang usianya tak lebih dari tiga belas tahun melakukan perbuatan tak bermoral. Raut wajahnya mengeras dan suaranya yang ketus terdengar dingin dan tegas. "Nona Bruschweiler terluka dalam kecelakaan yang terjadi di sebelah selatan penginapan ini. Tolong panggilkan dokter."

"Tidak, jangan," pinta Lisa lalu memajukan badannya ke posisi duduk meskipun masih merasa limbung. "Aku baik-baik saja dan ingin segera pulang ke rumah."

Mingyu berbicara kepada wanita yang tampak curiga itu dengan nada memerintah dan tegas. "Kalau demikian, aku akan membawanya pulang, dan kau bisa menyuruh dokter untuk langsung pergi ke tikungan beberapa kilometer di sebelah selatan penginapan ini. Di sana dia akan menemukan dua perampok yang mungkin sudah tak memerlukan pertolongannya, tapi dia bisa memastikan apakah mereka benar-benar mati." Mingyu lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kartu yang mencantumkan namanya di bawah gambar mahkota emas kecil. "Aku akan kembali ke sini untuk menjawab semua pertanyaan yang mungkin ingin dia tanyakan, setelah aku membawa Nona Bruschweiler pulang ke keluarganya."

Nyonya pemilik penginapan menggumamkan sesuatu yang sinis mengenai perampok dan perilaku tak senonoh, mengambil dengan kasar kartu yang ada di tangan Mingyu, memberenggut ke arah kemeja Lisa yang tak dikancing, lalu berderap keluar.

"Sepertinya kau terkejut, karena aku perempuan, maksudku," ujar Lisa memberanikan diri.

"Terus terang, malam ini memang penuh kejutan," jawab Mingyu, mengenyahkan Nyonya pemilik penginapan dari pikirannya dan memusatkan perhatiannya pada Lisa. "Apakah aku terlalu lancang kalau bertanya mengapa kau memakai baju zirah itu?"

Lisa perlahan-lahan mengayunkan kakinya ke samping tempat tidur lalu mencoba berdiri. Ruangan itu terasa seperti berputar. "Aku bisa jalan," protesnya ketika mingyu mengulurkan tangan untuk membopongnya.

"Tapi aku lebih suka membopongmu," kata Mingyu tegas dan melakukan tepat seperti yang dikatakannya. Lisa tersenyum dalam hati melihat sikap tak acuh Mingyu ketika berjalan melewati ruang duduk, dengan anggun tak mempedulikan tatapan para penduduk desa sambil membopong gadis lusuh acak-acakan yang berpakaian celana ketat selutut serta kemeja dengan lengan panjang.

Begitu pria itu meletakkannya dengan lembut di kursi keretanya yang mewah dan empuk serta duduk di depannya, rasa geli Lisa tiba-tiba sirna. Serta0merta ia menyadari mereka akan melewati pemandangan mengerikan yang sebagian disebabkan oleh dirinya. "Aku telah membunuh orang," bisiknya dengan penuh rasa penyesalan ketika kereta kusa itu mulai berjalan menuju tikungan yang mengerikan itu. "Aku tak kan bisa memaafkan diriku sendiri."

"Aku tak kan memaafkanmu kalau kau tak membunuhnya," ujar Mingyu sambil tersenyum jahil. Di bawah cahaya lampu kereta, mata hazel Lisa yang berkaca-kaca itu terangkat menatapnya, mencari-cari, seakan-akan memohon ketentraman, dan Mingyu otomatis merespon. Ia mengulurkan tangan ke depan, mengangkat Lisa lalu mendudukkan gadis itu di pangkuannya, membuainya, seakan gadis itu anak kecil yang sedang sedih. "Yang kau lakukan tadi sangat berani," gumamnya ke helai rambut coklat bergelombang dan lembut yang menyapu dagunya.

Lisa menghela napas gemetar lalu menggelengkan kepala, tanpa sadar pipinya bergesekkan dengan dada Mingyu "Aku bukannya berani, aku hanya terlalu ketakutan untuk melarikan diri layaknya orang yang berpikiran logis."

Ketika merapatkan gadis cilik itu dalam pelukannya, Mingyu tertegun karena tiba-tiba terpikir bahwa suatu hari nanti ia pun ingin memiliki anaknya sendiri. Ada sesuatu yang menyentuh dari cara gadis kecil ini meringkuk dalam pelukannya, mempercayainya. Namun tatkala teringat bahwa gadis cilik ini suatu hari nanti akan menjadi wanita manja, dengan serta-merta ia membuang pikiran itu. "Mengapa kau memakai baju zirah tua itu?"

Lisa menjelaskan mengenai pertandingan tombak yang merupaka ritual keluarga Roseanne setiap kali salah satu anggota keluarganya berulang tahun, lalu ia berulang kali membuat Mingyu tertawa terbahak-bahak ketika menceritakan tentang beberapa kekalahan dan kemenangannya pada pertandingan siang tadi.

"Apakah orang-orang di luar Morsham tidak melakukan pertandingan tombak dan semacamnya? Aku selama ini mengira orang dimana-mana sama saja, meskipun aku tak tahu pasti, karena aku tidak pernah pergi keluar Morsham. Aku rasa aku tak kan pernah keluar dari Morsham."

Mingyu benar-benar Shock hingga tak mampu berkata-kata untuk beberapa lama. Dalam lingkup pergaulannya, semua orang bepergian ke berbagai tempat, dan sering. Sungguh sulit dipercaya bocah yang cerdas ini takkan pernah melihat tempat lain selain dusun terpencil di ujung dunia ini. Ia menatap wajah yang diselimuti kegelapan di bawahnya dan mendapati gadis itu sedang menatapnya dengan rasa tertarik yang bersahabat, bukan rasa kagum seperti yang biasa didapatkannya dari orang lain.

Ia tersenyum dalam hati membayangkan bocah-bocah dusun yang liar bermain tombak. Betapa berbedanya masa kanak-kanak mereka bila dibandingkan dengan anak-anak kaum bangsawan. Sebagaimana dirinya, anak kaum bangsawan semua dibesarkan oleh para pengasuh, diajar oleh para tutor, harus tetap bersih dan rapi, serta terus-menerus diingatkan agar bersikap angkuh layaknya para bangsawan. Mungkin anak-anak yang tumbuh di daerah terpencil seperti ini jauh lebih baik dan berbeda, masih polos, berani dan tidak tercemar, seperti halnya Lisa. Berdasarkan kehidupan yang diceritakan Lisa kepadanya, Mingyu bertanya-tanya tidakkah bocah-bocah dusun lebih beruntung. Bocah jelata? Saat itu juga terpikir olehnya tutur kata yang sopan bocah ini sama sekali tidak mirip penghuni dusun.

"Mengapa kusir kereta memanggilmu 'Your Grace'?" tanya Lisa sambil tersenyum, dan Lisa terlihat semakin manis.

Mingyu berusaha mengalihkan tatapannya dari wajah cantik itu. "Karena kedudukanku sangat tinggi, kau tahu."

"Apa itu?" tanya Lisa, kecewa ternyata orang asing yang tampan ini ternyata hidup di dunia yang jauh di luar jangkauannya dan dengan demikian akan menghilang dari hidupnya selamanya. "Apakah itu seperti Raja dan Ratu?"

"Aku persis di bawahnya," jawab Mingyu, melihat gadis itu kecewa. "Apakah kau kecewa?"

"Sedikit," jawabnya membuat Mingyu terkejut. "Apa nama panggilan yang biasa diberikan orang kepadamu?"

"Setidaknya ada lusinan nama," jawab Mingyu, geli sekaligus bingung melihat reaksi polos namun spontan gadis itu. "Kebanyakan orang memanggilku Kim atau kalau tidak Hawk, elang, sedangkan yang lebih dekat memanggilku dengan namaku, Mingyu."

"Hawk cocok denganmu," cetus Lisa, namun otaknya yang cerdas telah lebih dulu mencapai kesimpulan yang penting. "Menurutmu apakah para perampok itu sengaja merampokmu karena kau seorang bangsawan kaya? Maksudku mereka mengambil resiko yang sangat besar dengan merampokmu tidak jauh dari penginapan."

"Ketamakan adalah motivasi yang sangat kuat untuk menempuh resiko," jawab Mingyu.

Lisa mengangguk setuju lalu dengan lembut mengutip, "Tak ada yang lebih membara selain gairah, tak ada yang lebih menyakitkan selain kebencian, tak ada yang lebih berbahaya selain ketamakan."

Mingyu benar-benar terpana, ia menatap gadis itu. "Apa katamu?"

"Bukan aku yang mengatakannya, tapi Budha," Lisa menjelaskan.

"Aku sering mendengar kata-kata bijak itu," kata Mingyu, dengan susah payah mengembalikan kendali dirinya. "Hanya saja aku terkejut karena kata-kata itu juga tak asing bagimu." Ia melihat setitik cahaya redup dari sebuah rumah gelap yang berada tepat di depan mereka dan berasumsi itu adalah rumah Lisa. "Lisa," ujarnya cepat dan tegas ketika mereka semakin dekat ke rumah, "kau tidak boleh merasa bersalah atas apa yang kau lakukan malam ini. Tak ada yang membuatmu perlu merasa bersalah."

Gadis itu melihat ke arahnya sambil tersenyum lembut, namun ketika kereta tersebut berhenti di jalan setapak rumah besar yang reyot itu, Lisa tiba-tiba berseru, "Oh tidak!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!