Di dalam mobil yang dikendarai Devan dan Alina, ketegangan masih terus terjadi. Keduanya sama-sama diam, karena bicara pun hanya akan menimbulkan emosi. Devan sudah mencobanya tadi, namun amarah Alina malah makin pecah. Barulah ketika mereka tiba di rumah, Devan kembali membuka suara.
"Sayang! Tunggu, Sayang!" teriak Devan, ketika melihat sang istri keluar mobil sambil membanting pintu.
"Ini semua nggak benar. Karel udah memfitnahku, Sayang! Aku nggak pernah minjam uang itu, juga nggak ada hubungan dengan Tiara atau Nala. Ini akal-akalannya dia aja, Sayang!" Suara Devan masih meninggi, selaras dengan langkahnya yang cepat mengimbangi sang istri.
"Kalau kamu memang nggak ada hubungan apa-apa dengan mereka, lantas gimana bisa Karel mendapatkan foto itu? Dan kalau kamu nggak minjam uang, gimana bisa ada bukti transferan ke Alan? Terus lagi ... kenapa sampai sekarang Novan belum tertangkap juga? Apa semua itu hanya kebetulan?" jawab Alina, juga dengan nada tinggi.
"Ini bukan kebetulan, tapi rencana Karel. Aku yakin ada yang nggak beres dengannya."
"Kalau ini hanya rencana Karel, lalu bagaimana dengan kamu yang selalu perhatian dan peduli dengan Tiara? Apa Karel yang menyuruhmu, atau dia mengendalikan tubuhmu? Atau___"
"Aku ingin mengadopsi anaknya," potong Devan. Cepat dan tegas.
Memang itu tujuan dia memedulikan Tiara. Dia berharap ketika bayi itu lahir, Tiara bersedia memberikannya.
"Apa maksudmu, Mas?"
"Yang dikandung Tiara anak Shaka, ada hubungan darah denganku. Aku ingin dia menjadi anak angkat kita," jawab Devan.
Alina menggeleng-geleng, "Kamu pikir aku akan percaya, Mas? Mama itu nggak percaya kalau dia anaknya Shaka, jadi nggak mungkin ngizinin kita ngadopsi dia. Aku yakin kamu juga paham itu. Selain itu, Tiara nggak mungkin gitu aja ngasih anaknya ke kita. Dengan dia mempertahankan anak itu meski banyak yang menghina, membuktikan bahwa dia menyayangi anaknya, jadi nggak mungkin gitu aja dikasih ke orang lain, termasuk kamu. Kecuali ... kamu memang ikut andil membuat bayi itu."
Devan memejam sembari membuang napas kasar. Ia nyaris kehabisan cara untuk membujuk sang istri.
"Aku punya niat yang mungkin memang nggak terlalu baik. Rencanaku, nanti nggak bilang ke Mama kalau yang kita adopsi anak Tiara. Sedangkan untuk Tiara sendiri ... itulah kenapa aku sangat peduli sekarang. Maksudku agar nanti dia nggak bisa menolak permintaan kita. Aku nggak ikut andil atau apa. Aku cuma pengin ngasuh anak, dan kebetulan ada yang sedarah. Tolong kamu percaya sama aku, Sayang." Devan menerangkan sembari memegang kedua bahu Alina.
Wanita itu masih diam. Penjelasan suami dan kenyataan yang terjadi seperti bertolak belakang.
"Coba kita renungkan, semua informasi yang mendapatkan dia. Foto-fotoku juga dari dia. Nggak menutup kemungkinan semua itu hanya rekayasa untuk menghancurkan keluarga kita. Lalu dia mengambil keuntungan dari itu," ujar Devan.
Alina tetap diam.
"Aku akan ke tempat Alan sekarang. Akan kubuat dia bicara dan mengungkap kebusukan Karel," sambung Devan. Bersikeras membujuk sang istri, sekaligus membersihkan masalah yang menghancurkan nama baiknya.
"Udahlah, buktikan aja dulu kalau omonganmu memang benar, Mas!" ujar Alina sambil menepis tangan Devan, kemudian pergi begitu saja tanpa memedulikan sang suami yang masih terpaku di tempat.
"Aku harus segera pergi. Lebih cepat lebih baik," gumam Devan setelah cukup lama terdiam.
Lantas tanpa berpikir panjang, ia langsung berbalik dan kembali meninggalkan rumah. Tujuannya adalah rumah Alan.
"Aku nggak tahu apa yang sebenarnya direncanakan Karel, tapi ... apa pun itu kupastikan gagal. Nggak akan kubiarkan orang luar kayak dia menghancurkan namaku juga hubunganku dengan keluarga," ujar Devan sambil menginjak pedal gas. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tak sabar untuk segera tiba di rumah Alan.
Akan tetapi, kekecewaan harus Devan telan ketika tiba di tempat tujuan. Bagaimana tidak, rumah Alan kosong. Tidak ada siapa pun di sana. Lantas ketika Devan mencoba menghubungi, nomornya malah tidak aktif.
Apakah Alan sudah kabur?
Dengan perasaan yang teramat kacau, Devan terpaksa pulang tanpa membawa hasil apa pun.
______
"Semalam Alan nggak ada di rumah, nomornya juga nggak aktif. Aku akan kembali mencarinya pagi ini. Jika gagal lagi, aku akan lapor polisi. Mungkin saja Alan bersekongkol dengan Karel dan sekarang sedang berusaha kabur," ujar Devan, ketika ia dan Alina duduk berhadapan di meja makan.
Alina tak menjawab, sekadar mengembuskan napas kasar sambil mengaduk-aduk sarapan di piringnya.
Belum sempat Devan bicara lagi, ponselnya tiba-tiba berdering. Devan menoleh dengan cepat, berharap telepon itu datang dari Alan. Namun, salah. Yang menghubunginya pagi itu ternyata karyawan lain.
"Ada apa?" tanya Devan tanpa basa-basi.
"Tuan Devan, ada kabar buruk. Pak Alan ... dia meninggal."
Jawaban orang di seberang membuat Devan tersentak.
"Apa maksudmu?"
"Dia mengalami kecelakaan tunggal, di jalan dekat kantor. Mobilnya menabrak tiang listrik dan ringsek parah. Tubuh Pak Alan terjepit, tidak bisa diselamatkan lagi."
Perlahan Devan menjauhkan ponsel dari telinganya. Pupus sudah harapan untuk menguak kebenaran, karena kunci yang dia punya sudah tidak ada.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
ria
semangat devan..
kebenaran tak mungkin kalah dari kesalahan..
2023-07-18
1
annin
Kutunggu kemunculan Tiara, cuma dia kan yang bisa bikin si Karel gelagapan.
2023-06-15
0
Kendarsih Keken
Karel syudah merencanakan semua nya dngn matang , dan naas nya Devan kakak ipar nya yng jadi korban nya
nggak sabar neih pen lihat karma nya Karel , lelaki jahat berkedok suami dan mantu idaman 😡😡
2023-06-13
1