Di waktu yang sama di rumah Dewi, seluruh penghuni dibuat tegang dengan erangan Sherin. Ia tiba-tiba mengalami kontraksi hebat, padahal perkiraan persalinan masih satu minggu lagi.
Karel panik. Dengan tergopoh-gopoh, ia menggendong tubuh Sherin dan membawanya ke dalam mobil. Dewi dan satu ART ikut serta di belakang. Mereka sama paniknya dengan Karel.
"Cepat tolong istri saya!" Karel berteriak lantang ketika tiba di rumah sakit, dan disambut oleh beberapa perawat.
Dokter kandungan yang tadi sudah dihubungi, barusan juga sudah tiba di sana. Jadi, Sherin langsung mendapatkan penanganan.
Karel ikut masuk ke ruang bersalin, sedangkan Dewi dan ART hanya menunggu di luar. Di tengah rasa paniknya, Dewi menghubungi Devan.
"Adikmu akan lahiran, sekarang udah dibawa ke ruang persalinan," ucap Dewi.
Di seberang sana, Devan tertegun. Mendadak ada beban lain yang begitu kuat mendominasi pikirannya.
"Van, kamu dengar suara Mama, kan?"
"Mmm iya, Ma, maaf, itu tadi masih minum. Iya, aku akan ke sana sekarang." Devan menjawab dengan gugup.
"Ya sudah, Mama tunggu di sini."
Sementara itu, Devan meletakkan ponselnya dengan perasaan yang berantakan.
"Ada apa, Mas?" tanya Alina, yang kebetulan belum tidur juga.
"Sherin mau lahiran." Devan menjawab datar.
"Kita ke sana kalau gitu, Mas." Meski menangkap ekspresi lain di wajah suaminya, tapi Alina memilih diam. Mungkin, itu dampak dari masalah besar tadi.
Melihat sang istri lebih banyak diam, Devan bernapas lega. Setidaknya ia tak dituntut penjelasan yang rinci. Rumit andai begitu, karena dia masih belum siap jika harus bercerita sekarang.
________
Persalinan Sherin pada malam itu berlangsung lancar. Anak pertamanya laki-laki dengan wajah yang sangat mirip dengan Karel. Bayi mungil yang diberi nama Chandra Yuza Adiguna, kini umurnya sudah genap dua minggu.
Wajahnya lucu nan menggemaskan. Bukan hanya Sherin dan Karel yang tak bosan memandang, melainkan Dewi dan Alina juga. Hampir setiap malam Alina menyempatkan diri untuk datang menjenguk.
Seperti halnya malam ini, Alina mengajak Devan untuk bertandang ke sana.
Devan pun tak menolak, malah menurutnya kebetulan karena ada penting lain dengan Dewi dan Karel.
"Sayang, gimana kalau beli buahnya dibanyakin dikit? Nanti kita mampir ke Tiara bentar, biar dia juga makan buah. Kasihan, lagi hamil," ujar Devan ketika dalam perjalanan, dan Alina berniat membeli buah untuk Sherin.
"Boleh, Mas. Nanti aku beli juga untuk Tiara."
Dengan senyum yang mengembang, Alina mengiakan pendapat suaminya.
Lantas setelah tiba di depan toko buah, dia turun dari mobil dan membeli beberapa jenis. Meski saat ini kondisi keuangannya kurang bagus, tapi ia senang bisa berbagi. Toh hanya buah, tidak sampai beratus-ratus ribu.
Usai singgah di toko buah, mereka benar-benar mampir ke kontrakan Tiara. Kedatangannya disambut ramah oleh wanita itu. Berulang kali ucapan terima kasih terlontar ketika Alina menyerahkan oleh-olehnya.
Namun, mereka tidak lama di sana. Sekitar lima menit saja, setelah itu meluncur ke rumah Dewi.
Sesampainya di sana, Alina langsung menghampiri Sherin dan bayinya, di kamar. Sementara Devan, berbincang bersama Dewi dan Karel di ruang keluarga.
"Ma, aku tadi ke sini juga ada penting lain." Devan menatap ibu dan adiknya, "Aku habis dikhianati Novan, uang untuk anggaran proyek dibawa kabur. Beberapa hari ini aku coba nyari pinjaman di beberapa relasi, tapi cuma dapet dikit. Dan Novan juga ... masih belum tertangkap. Jadi kalau bisa, aku mau minta tolong sama Mama dan kamu, Rel," lanjutnya.
Dewi terkejut dan prihatin dengan kabar yang barusan ia dengar. Lantas, ia mengajak Karel untuk berdiskusi. Karena sejak Shaka dan suaminya tiada, Karel-lah yang lebih banyak mengurus perusahaan.
Namun, lelaki itu malah diam dalam waktu yang lama. Entah apa yang ia pikirkan.
"Rel!" panggil Devan.
"Mmm, iya, Mas. Bisa kok. Maaf, tadi aku masih kaget aja. Nggak nyangka Mas Devan mengalami musibah ini," jawab Karel, dengan senyum yang dipaksakan.
Sayangnya Devan tidak menyadari itu. Ia terlalu senang karena ada jalan untuk masalahnya.
Namun, lain halnya dengan Dewi. Ia tahu jelas ada yang tidak beres dengan Karel. Tapi, masih tak bisa menebak apa itu.
Barulah ketika Devan dan Alina sudah pulang, Dewi membuka suara.
"Keuangan di perusahaan baik-baik aja, kan?" tanya Dewi dengan penuh selidik.
"Baik, Ma, bahkan sangat baik. Akhir-akhir ini pendapatan kita melonjak banyak," jawab Karel. Gelagatnya, masih agak mencurigakan.
"Terus ... masalahnya di mana? Mama yakin ada sesuatu yang kamu pikirkan sejak tadi."
Karel tidak menjawab, malah menunduk dan mengindari tatapan mertuanya.
Sampai kemudian, ia didesak dan tak bisa menghindar lagi.
"Sebenarnya aku juga nggak tahu harus ngomong dari mana, Ma. Ini menyangkut Mas Devan, dan ... aku juga nggak tahu fakta aslinya itu gimana." Jawaban Karel membuat Dewi mengernyit bingung.
"Apa maksudmu?"
Karel tak langsung menyahut, melainkan mengambil ponsel terlebih dahulu. Lantas, menunjukkan riwayat pesan dari Novan.
"Ini udah dua puluh hari yang lalu, Ma. Mas Novan ngomong kalau dia udah nggak kerja bareng Mas Devan, ada sedikit perselisihan katanya. Terus seminggu kemudian, dia pergi ke Ibu Kota dan kerja di sana. Kemarin-kemarin, juga hari ini, dia masih kerja, Ma. Ini buktinya." Karel mengusap layar ponselnya dan menunjukkan story yang di-up oleh nomor kontak bernama Mas Novan.
"Aku cuma mikir gini, Ma, Mas Novan ini kayak tenang banget. Kayak bukan buronan," lanjut Karel.
Dewi memijit pelipisnya, "Dan dia juga udah keluar dua puluh hari yang lalu. Sementara anggaran proyek masuknya baru dua minggu lalu. Jadi, gimana caranya Novan membawa kabur, sedangkan dia udah nggak ada di sana. Karel, apa ini artinya Devan sedang bohong?"
Karel menggeleng pelan, "Aku nggak berani bilang gitu, Ma."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
ria
devan🤔🤔
2023-07-18
1
ria
hmmm..mencurigakan
2023-07-18
1
annin
Yuk lanjut lagi biar terang benderang kek bohlam, soal kelakuan Devan.
2023-06-06
3