"Mas, kamu nggak apa-apa, Mas?"
Sherin menghampiri sang suami yang belum beranjak dari lantai. Malah berpura-pura lemah dengan memegangi sudut bibir yang memar. Bahkan, berulang kali ia mendesis dan mengaduh perih.
"Maafin Mas Devan ya, dia hanya kebawa emosi tadi," sambung Sherin. Meski belum tahu kebenarannya seperti apa, tapi dia tetap percaya pada suaminya.
Sudah banyak cinta yang ia tunjukkan, mana mungkin mengecewakan. Begitulah pikir Sherin.
Ia tak tahu jika faktanya, dirinya sama sekali tak mengenal baik suaminya.
"Sherin, obati dulu suamimu. Mama akan ke kamar," ujar Dewi sembari memijit pelipis. Pening kepalanya memikirkan perkara yang rumit barusan.
Namun, belum jauh ia melangkah pergi, Karel sudah bicara dan membuatnya berhenti sejenak.
"Aku mengerti seandainya Mama nggak percaya sama aku. Uang itu ... nanti biar aku yang ganti, Ma. Aku teledor, urusan sebesar itu nggak bicara sama Mama sejak awal, jadi udah sepatutnya kalau aku yang bertanggung jawab." Karel memelas. Menutupi hati kotornya dengan berpura-pura lemah.
"Mama nggak menyalahkan kamu, apalagi menyuruhmu bertanggung jawab. Mama hanya bingung dan butuh waktu untuk berpikir." Dewi menoleh sekilas, lantas kembali melanjutkan langkahnya.
Dalam hatinya, Dewi tak percaya jika Karel berbohong, karena selama ini lelaki itu tak pernah berulah, malah jasanya sudah cukup banyak di perusahaan. Sementara Devan, Dewi juga tak yakin jika dia berdusta. Selama ini, anaknya itu sangat bijak, mencerminkan lelaki yang bermoral. Jadi, agak mustahil melakukan banyak skandal sampai menghabiskan uang ratusan juta.
Namun, jika keduanya tidak mungkin, lantas siapa yang salah? Pengakuan keduanya saling bertentangan, otomatis ada pihak benar dan salah di antara mereka.
"Tunggu besok saja. Mudah-mudahan Alan bisa memberikan petunjuk untuk masalah ini," gumam Dewi seorang diri. Agak getir perasaannya, ketika mengingat foto-foto yang dibawa Karel. Nala, Tiara, entah apa yang membuat mereka sedekat itu dengan Devan.
Sementara itu, di kamarnya Sherin sibuk mengobati Karel. Obrolan mereka masih seputar Devan. Dengan mulut manisnya, Karel menggiring opini yang menjatuhkan Devan. Sialnya, Sherin terpengaruh.
Namun bagaimana tidak, selama ini Karel selalu menunjukkan cinta tulusnya. Tak sedetik pun lelaki itu marah atau menyakitinya.
"Aku percaya sama kamu, Mas, dan aku ... akan memperjuangkan keadilan untuk kamu. Mungkin, Mas Devan lagi salah pergaulan, makanya terjerumus sampai kayak gitu. Tolong maafin dia ya," ucap Sherin usai mengobati semua memar di wajah Karel.
Lelaki yang penuh tipu muslihat itu pun tersenyum, "Iya, Sayang. Gimanapun juga dia kakak kamu, kakakku juga. Aku memang marah tadi, tapi ya hanya sesaat. Nggak mungkin aku dendam, sampai nggak mau maafin dia. Bukan tipeku itu, Sayang."
Sherin lega. Pikirnya, semua masalah akan menemukan penyelesaiannya. Dia tak tahu jika sebenarnya masalah besar barulah dimulai.
Tak berselang lama, ponsel Karel bergetar di dalam saku celana. Dia paham yang menghubungi pasti anak buahnya, lantas langsung izin ke kamar mandi dengan alasan buang hajat. Sherin pun tak curiga.
"Ada apa?" tanya Karel ketika sudah berada di kamar mandi. Benar saja, yang menghubungi adalah salah satu suruhannya.
"Paman dan bibinya Tiara pergi. Katanya, anak kandung yang ada di luar kota sedang sakit. Mereka bermaksud mengunjunginya," lapor seseorang di seberang.
"Tiara di mana?" tanya Karel.
"Wanita itu tetap di kontrakan. Tidak ada yang mencurigakan darinya."
"Bagus, awasi terus, jangan biarkan dia berbuat sesuatu! Dan satu lagi, awasi juga dua manusia renta itu. Pastikan mereka memang ke rumah anaknya, bukan kabur!" perintah Karel.
"Baik, Tuan."
Karel mengakhiri sambungan telepon sambil tersenyum miring. Merasa menang karena Tiara sudah berada dalam kendalinya.
Sesaat kemudian, Karel kembali menghubungi seseorang, yakni anak buahnya yang lain.
"Iya, Tuan," sahut seseorang di sana dengan patuhnya.
"Lakukan malam ini! Pastikan rapi dan tidak meninggalkan jejak apa pun!"
"Baik, Tuan."
Karel pun memutus panggilan dengan senyum puas. Bayangan tentang dirinya yang kaya raya sudah di depan mata.
Setelah Devan berhasil disingkirkan, Sherin-lah satu-satunya pewaris harta Dewi. Jika sudah demikian, sangat mudah baginya untuk menguasai semuanya dan membuang Sherin.
Ya, dibuang. Karel sudah bosan dengan Sherin. Kalau bukan karena harta, dia tidak akan bertahan sampai selama ini.
"Devan ... bagaimana caramu membela diri jika mulut Alan sudah kubungkam selamanya?" batin Karel.
Tak sabar ia menyaksikan wajah ketakutan Devan ketika dituduh melenyapkan Alan.
"Mama, Sherin, malam ini kalian boleh ragu padaku. Tapi besok, kupastikan kalian akan berlomba-lomba menghujat Devan." Lagi, senyum licik terukir di bibirnya. Menunjukkan betapa kejamnya dia pada orang-orang yang telah menganggapnya keluarga.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Luzi
astgaaaa jadi bukan nevan ,ternyata karel
2024-03-12
0
Rumini Parto Sentono
Ohh berarti Karel ayah biologis anak nya Tiara.
2023-10-23
0
ria
semangat thor😁
2023-07-18
1