Sisi Lain

Dingin malam membuat Tiara meringkuk dengan selimut tebalnya. Sudah tak ada semangat untuk berselancar di sosial media atau menghabiskan camilan, yang ia butuhkan saat ini hanyalah menyatu dengan kasur dan mencari kehangatan darinya.

Bukan sekadar hawa dingin yang mendorong perasaan itu, melainkan juga lelah dan nyeri di punggung.

Setelah minggu lalu sakit sampai lima hari, sekarang Tiara lebih mudah lelah. Jika keadaan mengizinkan, sebenarnya dia ingin istirahat dan berhenti kerja. Namun, bagaimana dia akan hidup jika tidak bekerja. Lahiran nanti membutuhkan banyak biaya, belum lagi kebutuhan untuk bayinya nanti. Sabar tidak sabar, mampu tidak mampu, harus tetap bekerja.

"Dipakai tidur, pasti besok udah enakan," gumam Tiara sambil memejam, menikmati sentuhan lembut selimut tebalnya.

Akan tetapi, posisi nyaman itu harus berakhir karena ada ketukan pintu di luar sana. Cukup keras, hingga membuat Tiara benar-benar terganggu. Niat awal yang ingin mengabaikan pun gagal total.

"Ganggu aja malem-malem. Siapa sih, nggak tahu diri banget kalau bertamu," gerutu Tiara sembari menyibak selimut dan beranjak dari atas ranjang.

Dengan langkah malas, Tiara melangkah menuju pintu ruang tamu. Saking enggannya, dia sampai membiarkan rambut panjang itu berantakan, khas orang bangun tidur.

"Kamu lagi, ngapain ke sini?" Tiara menatap sinis ke arah tamunya, yang tak lain dan tak bukan adalah ayah dari anaknya.

Sungguh, dia menyesal telah membuka pintu untuk lelaki itu. Andai tahu sejak awal, Tiara lebih memilih menutup kedua telinga dengan bantal.

"Sambutanmu nggak ramah banget sih? Aku di rumah lagi ada problem loh. Ayolah, aku butuh ketenangan." Tanpa merasa bersalah, dia melenggang masuk dan mengabaikan Tiara yang memasang tampang kesal.

"Ini udah malem, aku capek mau tidur. Lagian di sini nggak ada ketenangan. Jadi, mending kamu balik lagi deh," omel Tiara sambil berkacak pinggang.

Tekadnya sudah bulat untuk lepas dari jerat lelaki itu. Dia sudah sadar jika selama ini amat sangat salah.

"Makin lama kamu makin angkuh aja. Nggak kayak aku, makin lama makin cinta."

"Cukup ya! Jijik aku dengar kamu ngomong gitu. Pergi sana!" bentak Tiara.

Lelaki yang dasarnya temperamental, sangat tersinggung mendengar bentakan Tiara. Karena bukan kali ini saja kehadirannya ditolak, melainkan sudah berulang kali.

Dia tidak terima, karena dari sekian banyak wanita yang pernah ia kencani, Tiara-lah yang paling perfect. Tak heran jika sampai sekarang ia masih penasaran dan ingin mengulang lagi malam-malam panjang seperti dulu. Sayangnya, Tiara tidak menguntungkan dari segi finansial. Jadi, tidak mungkin baginya untuk menikahi Tiara.

"Aku udah bertanggung jawab ya, aku___"

"Tanggung jawab apa yang kamu maksud? Emang mau nikahin aku? Nggak, kan? Kalau cuma uang, nggak usah bilang itu tanggung jawab. Itu cuma akal-akalan kamu biar aku menuruti apa maumu. Iya, kan? Udah cukup ya, aku nggak mau lagi kayak gitu. Uang bisa kucari sendiri, yang penting nggak berurusan lagi dengan kamu!" pungkas Tiara masih dengan nada tinggi.

"Mentang-mentang udah kerja, sekarang berani buang aku? Emang berapa uang yang kamu dapat? Ada separuh dari uang yang aku kasih? Heh, belagu!" jawabnya sambil beranjak dari kursi.

"Meski cuma dikit, setidaknya nggak menodai harga diri. Kamu___"

"Harga diri apa lagi? Perempuan kayak kamu masih berani ngomongin harga diri di depan aku? Nggak ingat gimana dulu kita bertukar keringat? Gimana kamu muji-muji dan memohon untuk disentuh lagi?"

Mendengar ucapan lelaki di hadapannya, Tiara berang. Dia sudah berusaha berubah, tapi tetap saja dipandang rendah. Akhirnya tanpa pikir panjang, Tiara melayangkan tamparan keras, hingga meninggalkan bekas kemerahan.

"Aku memang pernah jatuhin harga diri di depan kamu, tapi serendah-rendahnya aku, masih lebih rendah kamu. Aku berani bertanggung jawab atas perbuatanku, tapi kamu ... pengecut. Hanya mengandalkan uang yang bahkan bukan milikmu sendiri. Aku berani menghadapi cacian orang atas hadirnya dia, tapi kamu ... berani menerima itu? Nggak, kan? Heh, yang ada kamu malah ikut-ikutan merendahkan aku. Lupa kalau darah dagingmu yang aku kandung?" ucap Tiara dengan panjang lebar. Bahkan, dia begitu berani menatap tajam.

Tiara tak sadar jika lelaki di hadapannya sudah gelap mata. Emosinya sudah di luar kendali karena pengaruh hasrat yang terpendam lama. Tanpa rasa iba, lelaki itu mendorong tubuh Tiara hingga merapat di dinding. Cukup keras, sampai Tiara merasakan sakit di punggungnya. Namun, hanya meringis, karena detik selanjutnya kedua tangan dicengkeram kuat.

"Kamu memancingku untuk mengatakan ini. Dengar baik-baik, Tiara, dari dulu sampai sekarang aku memang hanya mencintai tubuh dan permainanmu. Cinta yang pernah kuucap itu bohong, sekedar trik untuk merayu kamu. Ngerti? Jadi, jangan ungkit-ungkit pernikahan. Itu mustahil, kecuali ... kamu jadi konglomerat yang hartanya nggak habis tujuh turunan. Bisa dipertimbangkan."

Tiara menggigit bibir. Benar-benar bodoh! Menyia-nyiakan Shaka yang tulus, hanya demi lelaki yang tak punya hati. Andai boleh memilih, lebih baik dirinya saja yang kecelakaan dan mati, jangan Shaka.

"Kamu brengsek!" teriak Tiara.

"Iya, aku memang brengsek. Dan kamu, pernah memuja laki-laki brengsek ini!"

"Pergi! Aku nggak mau berurusan dengan kamu lagi!"

Laki-laki itu tertawa, terdengar menyeramkan di telinga Tiara.

"Aku pergi jika aku ingin pergi. Jika tidak, kamu nggak bisa menyuruhku pergi. Tiara, sayangku, wanitaku, tahu nggak ... kondisimu yang hamil ini sangat ****. Jadi, mana bisa aku pergi dan menyia-nyiakan begitu saja?"

"Aku nggak mau." Tiara menolak tegas.

"Aku nggak butuh pendapatmu. Karena kalaupun kamu menolak, aku bisa memaksa."

"Kamu jangan gila! Ada anakmu di sini. Kamu nggak takut terjadi apa-apa dengan dia?"

"Aku nggak akan membahayakan dia. Aku cuma mau kamu."

Tiara memejam, meredam amarah juga kekecewaan yang begitu kuat mendesak hatinya.

"Aku mohon jangan kayak gini. Aku cuma mau kita udahan. Aku nggak akan ganggu kamu dan hidupmu, tapi tolong ... jangan usik aku lagi," ucap Tiara dengan pelan. Berharap lelaki di hadapannya bisa luluh dan membiarkannya tenang.

"Nggak!"

Tiara terkejut.

"Aku masih mau kamu. Aku nggak akan lepasin kamu!" sambungnya.

"Kenapa? Aku tahu bukan hanya aku yang jadi selingkuhanmu. Lantas, kenapa sulit nglepasin aku?" tanya Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

Dia hanya ingin bebas, jauh dari lelaki yang hanya menikmati tubuhnya, yang ternyata juga pemain wanita di luar sana. Sialnya, Tiara baru mengetahui itu akhir-akhir ini.

Sementara itu, si lelaki hanya tersenyum miring. Satu wanita yang pertama kali terlintas di otaknya adalah Nala, gadis polos yang akhir-akhir ini menghangatkan malamnya. Hampir mirip seperti Tiara dulu, mudah terjerat bujuk rayu. Bedanya, daya tarik Nala tidak setinggi Tiara. Jadi, posisinya hanya cukup sebagai selingan.

"Karena dari semua wanitaku, hanya kamu yang paling aku suka," ucapnya sambil meraih dagu Tiara dan memaksanya mendongak.

"Kamu egois!" sahut Tiara.

"Iya."

"Aku nggak mau menuruti keegoisan kamu. Aku akan teriak kalau kamu maksa aku!" Tiara memberontak, berusaha melepaskan cengkeraman di tangannya. Namun, gagal. Tenaganya kalah jauh.

"Teriak saja, tapi kamu pikir ada yang peduli? Ini sudah malam, dan lagi ... tetangga di sini nggak punya hubungan baik dengan kamu. Yakin mereka akan menolong?"

Tiara mengumpat kasar dalam batinnya. Apa yang dikatakan itu memang benar. Sejak kehamilannya terungkap, banyak yang memandang dengan sebelah mata. Mereka jaga jarak tanpa alasan yang jelas. Bahkan, atasan di tempatnya bekerja pun sempat marah. Untungnya masih bisa memaafkan dan membiarkannya tetap bekerja.

"Aku akan tes DNA dan mengungkap skandal kita ke istrimu. Kamu nggak mau itu terjadi, kan?" Tiara memilih jalan terakhir. Sepertinya cuma itu satu-satunya ancaman yang bisa dilakukan. Walaupun banyak dampak yang pasi terjadi, tapi itu lebih baik, dari pada terus-menerus diusik.

Namun di luar dugaan, dua kali tamparan keras mendarat di pipi Tiara. Bukan hanya meninggalkan bekas merah, melainkan juga luka di sudut bibir. Bahkan, tubuh Tiara sampai limbung dan akhirnya jatuh ke lantai.

Laki-laki itu berjongkok di depan Tiara. Menarik kasar dagunya dan mencengkeramnya dengan kuat. Tatapan tajam pun ia layangkan, hingga membuat hati Tiara bergetar dalam rasa takut. Untuk pertama kalinya dia melihat sisi lain dari lelaki yang tampak manis itu.

"Aku udah mengajakmu bicara baik-baik, tapi kamu malah menguji kesabaranku!"

Tiara tak berani menjawab.

"Kamu itu hanya sekuku hitamku, jadi jangan bermimpi bisa menjatuhkan aku. Lakukan saja tes DNA jika kamu mau melihat mayat paman dan bibimu, juga mayatmu sendiri. Kehancuran sudah pasti kamu dapat, tapi belum tentu aku ikut hancur. Karena tes DNA juga bisa diragukan jika istriku melihat ... ini." Lelaki itu mengambil ponsel dan menunjukkan satu foto yang membuat Tiara terperangah.

"Menarik, kan? Aku bisa memutarbalikkan fakta dengan ini. Kamu mau mencoba?" lanjutnya.

Tiara tak menyahut, hanya menelan ludahnya dengan susah payah. Entah makhluk apa yang sedang bicara dengannya kini. Mungkin jelmaan iblis, atau syetan yang sedang menyamar sebagai manusia.

"Kenapa diam? Nggak terima? Mau lapor polisi? Silakan! Sekali saja kamu membuat laporan, foto-fotomu yang tanpa busana akan tersebar di jagat maya. Dan itupun belum tentu bisa menjeratku, karena aku pintar mengatur permainan."

Tiara memejam. Perih dan sakit yang ia rasakan dalam hati, bahkan lebih sakit dari luka di bibirnya. Seseorang yang pernah ia kagumi cintanya, bahkan bermimpi untuk hidup bersamanya, ternyata tak lebih dari baji-ngan. Dirinya hanya satu dari sekian banyak mainan yang dimiliki laki-laki itu. Sialnya, dia tak punya kemampuan untuk lepas dari semua yang sudah terjadi.

'Laki-laki akan menghargai wanita yang bisa menghargai dirinya sendiri. Jika tidak, maka jangan harap laki-laki akan menghargai. Untuk itu, baik-baiklah menjaga martabat dan kehormatanmu sebagai wanita. Tunjukkan bahwa dirimu mulia dan layak diperjuangkan dalam ikatan yang benar. Jangan sampai menjatuhkan harga diri hanya karena janji dan rayuan manis, karena itu hanya akan membuatmu tidak ada arti di matanya.'

Satu nasihat dari bibinya yang dulu dianggap angin lalu, kini menghakimi dan membuat Tiara makin terimpit penyesalan.

Anda dulu dia bisa menjaga diri, semuanya tidak akan begini. Namun, semua sudah telanjur. Alur yang menyimpang begitu jauh menguburnya, hingga yang tersisa hanya air mata, yang kini menjadi saksi betapa hinanya dia di hadapan lelaki.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Luzi

Luzi

fix nevan

2024-03-12

0

Rumini Parto Sentono

Rumini Parto Sentono

Ohh jadi laki-laki itu Devan, Tiara selingkuh dengan Devan..... calon kakak ipar nya.

2023-10-23

1

Mega Mkf

Mega Mkf

itu karma km tiara,,, hahahaha aku mlh seneng jdnya km menderita,karna km jg egois tiara,calon kakak ipar km ksh yg istimewa,sdgkan calon suami km sndri km kasih getahnya,mkn kl ada di reall km akan di depak tiara,tp sygnya di novel ngk bisa ndepak km,,,

2023-09-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!