eleven

" Kamu yakin mau ikut? Abang gak papa gak pergi juga." Jenar menatap khawatir wajah adiknya yang sedikit pucat. Padahal Jatnika sudah mengoleskan bedak untuk menutupi wajah piasnya.

Gadis itu tersenyum tipis, " Yakin lah bang! Yuk berangkat." Ajaknya.

Jenar akhirnya memilih berjalan di belakang adiknya sambil menggerutu pelan. " Pokoknya kalau kamu gak nyaman, kita pulang aja."

Jatnika mulai jengah dengan tingkah abangnya. Ayolah dirinya tidak apa apa, hanya sedikit lemas saja. Itupun dia sudah minum obat tadi.

" Udah lah, kita masuk aja. Gak jadi perginya," Jenar menghadang. Menghentikan langkah adiknya dan menarik gadis itu kembali kedalam.

" Bang. Jangan gini dong, aku gak papa beneran! Lagian cuma pucet doang." Kelaknya. " Terus abang mau ketinggalan pesta perayaan bang Raken yang mau pergi? Gimana nanti gak ketemu lagi?"

" Halah, nanti abang bisa ketemu lagi kalo udah 6 bulan. Kamu lagi sakit dek, itu lebih penting." Ucap Jenar menyolot. Pria itu keukeuh ingin adiknya tinggal bersamanya.

Ia baru sadar dengan keadaan Jatnika karena tidak sengaja melihat adiknya meminum obat. Jenar langsung saja membatalkan rencananya untuk ikut ke acara yang Raken adakan.

Klakson mobil dari depan rumah menghentikan perdebatan antara adik kakak itu. Mereka lantas keluar, melihat siapa gerangan yang ada di luar.

" Siapa bang?" Tanya Jatnika penasaran. Jenar menggeleng tidak tahu, dia saja tidak mengenali mobil tersebut.

Ketika jendela mobil turun, nampaklah wajah Reno yang tersenyum lebar.

Seketika kedua adik kakak itu melotot tidak percaya. " Reno?" Jenar mendekat kearahnya.

" Siapa yang jadi korban kemalingan mobil?" Tanya Jenar bercanda. Dia sedikit syok sih, tapi bisa di tahan sedikit.

" Gue abis nge begal bokap, untung dia izinin. Gara gara lo nih, bilang gak jadi ikut ke pesta karna adek lo sakit. Jadi gue pake mobil, keren kan?" Jelas Reno. Alisnya ia naik turunkan berusaha terlihat keren di mata Jenar.

" Yok lah berangkat."

Jatnika segera naik sebelum abang nya mulai menahan, kesal dia lama lama. " Buruan bang." Katanya setelah masuk di kursi penumpang di belakang.

Jenar pasrah. Membuka pintu mobil dan masuk kedalam. Mobilnya bukan jenis BMW kayak di novel novel kok. Honda HR-V warna hitam milik Theo mulai berjalan ketika Reno mulai mengemudikan nya.

Reno sudah punya SIM kalau ingin tahu. Jadi dia santai santai saja, begitu pula dia sudah pandai mengemudikan mobil karena pernah kursus. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Alunan musik barat menyapa telinga Jatnika, gadis itu menyandarkan tubuhnya pada kursi mencoba untuk bersantai. Niatnya dia ingin tidur sebentar selama perjalanan, namun perbincangan dua pemuda itu menarik perhatiannya.

" Chandra ngasih ini, katanya ini list kos sama kontrakan yang deket deket daerah sini." Reno menyerahkan lembaran kertas pada Jenar dari dasboard mobil.

Niatnya tadi ingin langsung diberikan, namun tak sempat karena Raken menghubungi nya.

Jenar menerima dengan skeptis. " Gila! Tuh bocah dapet ini semua dalam waktu semalam?"

Kaget banget dia, tapi gak heran juga. Chandra kan anak konglomerat, jadi dia bisa mendapatkan sesuatu dengan cepat.

" Niat dia baik banget sama lo. Udah nawarin apartemen, tapi lo tolak. Sekarang ini jangan di sia siain, kasian tuh bocah." Nasihat Reno. Jenar mengangguk sambil meneliti setiap alamat yang tertera.

Dari belakang, Jatnika tidak tahan untuk tidak bertanya. Rasanya dia sangat penasaran. " Abang mau ngekos?" Pada akhirnya, dia menuntaskan rasa keponya.

Jenar melirik Jatnika dari pantulan kaca spion. Dapat ia lihat wajah Jatnika yang ketara dipenuhi oleh raut penasaran.

" Iya."

" Kok gak bilang? Terus aku gimana?" Meski wajahnya nampak masam, terselip nada khawatir dalam suara Jatnika. Ia tak mau kalau harus kembali tinggal bersama ayahnya.

Jenar tersenyum menggoda, " Gatau, kamu maunya dimana?"

Jatnika semakin cemberut, dia memeluk tubuhnya lalu memalingkan wajahnya pada jendela mobil yang terbuka setengah.

Jalanan sedikit macet, jadi mereka akan lama sampai ke rumah Raken. Dekat sih kalau apertementnya, tapi rumah Raken tuh sangat jauh. Hampir 3 kilo mungkin kalo dari rumah Jenar jaraknya.

" Lo yakin Jen?" Reno menyelutuk. Jenar menghembuskan nafas mengeluarkan karbondioksida dengan perlahan, " kenapa gak yakin?"

" Lo ada uang?" Jenar berdecak ketika pertanyaan Reno yang berikutnya. " Lo pikir gue miskin gak punya tabungan?"

Reno menipiskan bibirnya, " siapa tau lo butuh pinjaman, atau apa gitu."

" Kagak. Mending lo nyetir yang bener, gausah banyak bacot." Ketus Jeno tanpa menatap Reno sama sekali. Fokusnya hanya tertuju pada deretan alamat tersebut.

" Kapan lo mau pindahan? Lo udah dapet tempat nya?"

" Jen, kalo mau pindahan bilang sama gue ya. Biar gue sama anak yang lain bantuin."

" Oh ya, Minggu depan ujian akhir semester takut lo lupa."

Jenar menghela nafas kasar, menoleh menatap tajam Reno yang sedari tadi mengoceh tidak jelas. " Lo kenapa sih, Ren?"

" Gue gak kenapa-napa tuh. Makasih btw udah khawatir, tapi gue baik baik aja." Jenar ingin sekali mengumpat mendengar jawaban Reno yang terlanjur santai. Jika saja tidak ada adiknya, mungkin Reno sudah habis di tangannya.

" Gue saranin lo tutup mulut yang bener sebelum tonjokan gue kena sama wajah lo itu." Reno cengengesan mendapat ancaman tersebut.

Fokusnya memang tak teralih dari jalanan yang penuh, tapi dia masih ingin mengganggu temannya ini.

" Lo ada masalah ya?" Tanya Reno random.

" Kenapa lo kepo? Kayak Dora aja." Sungut Jenar cepat. " Apa perlu gue bikin poni biar jadi Dora beneran?"

Reno tertawa kecil. " Sensi amat."

Jatnika menahan untuk tidak membola malas, ayolah mereka itu tidak ada habisnya bertengkar. Selalu seperti itu.

...•CORETAN JENAR KANURASANKARA•...

Sedikit mencengangkan bahwa kenyataannya bukan lah pesat kecil seperti yang di katakan Reno. Ini sih sudah bisa di bilang pesta pernikahan. MEWAHNYA NAUZUBILLAH!

Jenar yang hanya menggunakan kaos dan celana jeans seadaanya tiba tiba merasa minder. Begitu pula dengan adiknya, hanya saja bedanya Jatnika mencoba acuh.

" Kita balik aja dah." Ucap Jenar tiba tiba. Raken yang baru saja mendekat, tak sengaja mendengarnya.

" Mau kemana lo? Udah dateng ga bisa pulang sebelum acaranya kelar."

Jenar berdecih, kesal sedikit sih. " Lo gak ngerasa hamburin duit bang, bikin acara kayak gini?"

Reno yang mendengarkan lantas mengangguk, penasaran akan jawaban Raken selanjutnya.

Sang pemilik acara hanya tertawa kecil, sambil menepuk pundak Jenar menariknya berjalan memasuki rumahnya.

" Yang bikin bukan gue, tuh orang nya!" Raken menunjuk seorang perempuan anggun yang tengah tersenyum ramah. Siapa lagi kalo bukan kakaknya.

" Iya sih, yang CEO CEO aja. Apalah kita yang cuma bocah SMA." Ceteluk Reno.

" Udahlah, yok masuk ke sana. Si Kaidar sama yang lainnya udah ngegarap makanan."

Acaranya berjalan baik, mereka menikmatinya. Apalagi hidangannya enak enak, layaknya prasmanan. Kak Nara niat banget deh. Jadi sayang.

Dilanjut dengan game yang di buat oleh Kaidar dan Randi. Mereka membuat aturannya sendiri dan di setujui oleh mereka. Setengah dari mereka adalah anak Krakatau, sisanya merupakan teman teman Raken di kampus.

Untuk Jatnika, gadis itu memisahkan dirinya dari para laki laki. Beruntung, banyak gadis juga meski tak satupun ia kenali.

Dia memilih meminum juice apple yang di sediakan. Menyesapnya perlahan, dan menikmati nya sambil memperhatikan acara para laki laki di tengah sana.

Terkadang, Jatnika dibuat terkekeh dengan kelakuan Kaidar. Dia terlihat menganggu Randi terus menerus, di tambah Randi yang sensi.

" Kamu adiknya Jenar kan?" Tak disangka, sosok kak Nara-kakaknya Raken- menghampiri Jatnika yang menyendiri.

Gadis itu tersenyum canggung, " Iya kak."

" Saya tidak tahu Jesi punya adik perempuan. I'm a bit in disbelief." Ucap Kak Nara seraya terkekeh pelan, namun reaksi Jatnika benar benar di luar dugaan wanita itu.

" Kakak tahu kak Jesi?" Jatnika menatap Kak Nara tak percaya. " Why not? Kami berteman sejak SMA, sayang sekali dia bernasib buruk di usianya yang masih muda."

Jatnika termenung.

Sebenarnya separah apa keadaan dahulu saat ia kecil? Ada banyak yang tidak ia ketahui. Bibir itu menghembuskan gas karbondioksida dengan perlahan, menurunkan bahunya lesu.

Sebuah elusan di kepalanya membuat Jatnika mengangkat kepalanya. " not a big problem. Belajarlah sungguh sungguh, ada satu orang yang harus kamu bahagia kan, sejak dulu dia sangat menyedihkan."

Kak Nara tersenyum manis, tatapannya beralih pada sosok Jenar yang tengah tertawa riang bersama yang lainnya.

Jatnika mencernanya, lantas mengangguk dua kali meski sedikit tak paham. Senyum terbaiknya ia keluarkan pada sosok Kak Nara.

Tiba tiba, ada rasa kagum dalam hatinya teruntuk wanita itu. Jatnika ingin seperti wanita itu, apakah dirinya akan sekeren itu nanti?

Lain dengan Raken dan kawan kawan. Mereka tengah meributkan tentang barang. Katakan mereka kekanakan.

Mereka memainkan permainan yang di bentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdapat 3 orang. Dan yang menjadi panitianya adalah Raken.

Sebenarnya Randi dan Kaidar yang memandu, mereka menyuruh Raken untuk menyembunyikan barang tertentu dan memberikan sedikit gambaran tentang tempat tersebut.

" Ada banyak ukuran." Setting pertama, Raken memberi tahu.

" Bentuknya beragam, sering kita pegang." Setting kedua, Raken memberi pernyataan yang membuat semua orang sedikit ngelag.

" Tunggu! Em, itu pulpen?" Tebak Randi. Raken menggeleng sambil menahan tawa.

" Ini agak lain ya kan?" Celetuk Kaidar. Tabokan di pantat nya membuat pria itu meringis menatap Randi kesal. " Mesum lo," Sinis Randi.

" Bukannya lo yang mesum? Pegang pengan pantat gue." Randi berdecih sinis.

Jenar yang diam, tengah berfikir lantas mengangkat tangannya, sumringah." Pantat?"

Sontak semua orang tertawa mendengarnya. Gadis yang tak sengaja mendengar menutupi telinganya, merasakan pipinya yang memerah.

" Jenar anjing! Ngapa lo mikirnya gitu??" Sentak Reno sambil tertawa ngik ngok. Jenar mengerutkan bingung.

" Kan pantat ada banyak ukuran, ada yang semok ada yang tepos. Terus bentuknya beragam-"

" Dan sering lo pegang?" Sela Raken memotong perkataan nya.

Jenar tersadar, menutup wajahnya malu sambil cengengesan.

" Ada ada aja lo bang!" Chandra korban kebengekan hanya bisa mengambil nafas dalam dalam setelah banyak tertawa.

" Jadi jawabannya apa?" Tanya Andy. Raken tersenyum lebar, " jawabannya..."

" Sisir." Raken tertawa terbahak-bahak.

Hening. Mereka menatap datar Raken, membuat sang empu menghentikan aktivitas tawanya.

" Gak lucu loh, bang." Dengus Kaidar, pria itu melangkahkan kakinya menuju tempat musik.

" Mau dugem atau dansa?" Tanyanya berteriak. Sebagian dari mereka menjawab dengan opsi yang pertama.

Kaidar mengangguk, " Oke! Mari kita dansa!" Putusnya.

Mereka mengumpat, terus apa gunanya Kaidar bertanya? Sangat sangat banget ya Kaidar ini.

" Lihat! Pria bodoh itu mau caper." Celetuk Randi melihat Kaidar berjalan menuju Jatnika ketika alunan musik mulai mengalun. Lagu 'You Are the Reason'-Calum Scott memenuhi seisi ruangan.

Para pemuda mulai membubarkan diri, mencari pasangan mereka. Raken juga mendekati kakaknya, bertumpu dengan lutut menatap sang kakak. Mengulurkan tangannya kanannya layaknya seorang pangeran.

"Can you dance with me?" Kak Nara tersenyum manis. " Yes I can." Balasnya menyambut tangan sang adik.

Satu persatu, pasangan mulai memenuhi aula. Jenar menatap linglung sekitarnya. Dia menatap keberadaan adiknya yang di ganggu Kaidar.

Tumit kakinya mengayun mulai melangkah menuju sang adik. Namun terhalang ketika seorang gadis berhenti tepat di hadapannya.

Terkejut, Jenar mengambil langkah mundur dua langkah. Dia mengenal gadis itu, dia sepupu Chandra yang tak lain juga teman Kaidar.

" Jen, kamu mau dansa?" Tawarnya sambil tersenyum. Sedangkan Jenar meringis canggung, " gue gak bisa, sorry."

Chindy menghela kecewa, " Oh ya udah gak papa. Padahal aku pengen banget nyoba dansa, mumpung lagi ada acara beginian. Biasanya kan jarang," gumamnya. Namun Jenar masih dapat mendengarnya.

Dia jadi sedikit kasihan. Jenar menatap adiknya yang terlihat terpaksa berdansa dengan Kaidar. Pria itu mendengus, lihat saja, Kaidar akan dapat bagiannya.

" Oke, kita dansa. Tapi gue gak bisa lama."

Chindy berbinar mendengarnya. " Bener? Makasih Jen," Ucapnya tersenyum.

Pada akhirnya mereka melaksanakan dansa yang jarang sekali para remaja umumnya lakukan. Kenapa? Karena pernah satu kali SMA Dharma 2 melatih muridnya untuk berdansa.

Berguna juga sih, buat modus yang paling utama. Haha, Kaidar menang banyak.

" Aku dari kecil suka banget sama cerita cerita kerajaan." Chindy bercerita, membuka pembicaraan.

" Oh ya?"

Memutar tubuhnya, Chindy tersenyum manis. " Aku bermimpi bisa jadi salah satu princess dan bisa berdansa dengan pangeran."

" Itu hanya ada di dalam dongeng. Tapi sekarang banyak yang cosplay, lo bisa coba tuh." Saran Jenar merapatkan tubuhnya, memegang pinggang gadis itu dan menyatukan kedua tangan mereka.

Maju mundur, maju lagi kemudian mundur. Tubuh Chindy terbilang ringan. Sangat serasi untuk mereka yang melihatnya dari kejauhan.

" Hm, ini aku lagi coba. Cuma kurang kostum nya aja." Kekeh Chindy.

Jenar tak menanggapinya, dia melirik Jatnika yang ikut berdansa tak jauh darinya.

Giliran ganti pasangan. Chindy memutar tubuhnya menjauh dari Jenar. Beruntung, Jatnika yang Jenar dapat. Pria itu tersenyum manis.

" Halo adek abang." Sapanya. Jatnika tersenyum masam, tidak merespon.

Dia terlanjur kesal pada Kaidar yang memaksa berdansa. Sungguh, dia lelah, tidak enak badan juga. Tapi teman abangnya itu keukeuh ingin berdansa dengannya.

Tanpa sengaja, Jatnika menginjak kaki Jenar. Pria itu tidak meringis. Malah tersenyum, tangannya merangkul pinggang adiknya dan menaikkan kaki Jatnika pada kakinya supaya bertumpu.

" Adek cape?" Jatnika memalingkan wajahnya, ternyata dia baru sadar kalau abangnya ini sangat perhatian.

" Sedikit." Balasnya jujur. Jenar dengan pelan dan mengikuti alunan musik. " Yaudah, kita udahan aja."

" Jangan! Yang lain belum selesai." Tahan Jatnika. Dia tidak mau malu di depan orang lain. Itu merepotkan.

Jenar berdecak. Pandangannya turun menatap wajah adiknya yang jelas di hadapannya. Sudah berapa lamanya, dia tidak melihat adiknya seperti ini?

Lucu dan menggemaskan.

Apalagi wajah nya yang masam itu menjadi daya tarik tersendiri bagi Jatnika. Jenar suka itu.

Keningnya berkerut, memerhatikan lebih lanjut takutnya dia salah lihat. Lama kelamaan, yang ia lihat semakin jelas. Cairan merah keluar dari hidung adiknya.

Jenar terbelalak, menghentikan aktivitas nya, menangkup wajah adiknya.

" D-darah!"

...-BERSAMBUNG- ...

...Apa tuh? jangan lupa tinggalkan jejak ya 🤗...

...kasih komentar, like vote juga, gak sampe satu menit kok like doang. ini nyampe 2146 kata loh☺️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!