" Abang!"
Jenar menarik sudut bibirnya keatas sehingga matanya membentuk sipit, kakinya mendekat ke arah orang yang menyerukan namanya dan segera menariknya menuju motor yang sedikit jauh dari sana tepatnya di depan warung.
Pria itu tidak menghiraukan panggilan dari mang Jono. Bahkan Galang juga, pemuda itu mengerjap beberapa kali lalu menggeleng. Menjalankan motornya, segera pulang.
" Abang, apa gak papa mang Jono nya di tinggal?" Tanya Jatnika sesekali menoleh pada mang Jono yang tengah berbicara lewat telpon.
" Udah biarin aja. Ayok, jalan. Abang mau ajak kamu ke suatu tempat." Jenar menyerahkan helm kecil yang ia bawa.
Pria itu sengaja menukar motornya dengan motor milik Randi supaya adiknya mudah menaikinya dan juga nyaman terutama.
" Kemana bang?"
Jenar menaiki motor seraya tersenyum kecil tanpa menjawab pertanyaan adiknya.
" Yuk, buruan." Jatnika mencebik, menaiki motor dan berpegangan pada pundak abang nya. Dia menepuknya dia kali, " yok bang, jalan."
" Dih, di rasa abang tukang ojek ya?" Omel Jenar mulai menjalankan motornya di kecepatan rata rata.
Jatnika tertawa renyah. Dia menatap jalanan sekitar, sesekali menatap wajah abang nya lewat kaca spion.
" Kita mau kemana sih?" Tanyanya sudah tidak tahan karena penasaran.
" Coba tebak."
Jatnika semakin geram, mendaratkan cubitan di pinggang abangnya. Tentu sang empu meringis dan tersentak kaget.
" Sakit dek." Jenar mengelus area bekas cubitan adiknya.
"Makanya jawab yang bener." Ketus Jatnika.
Jenar tertawa. " Bentar lagi nyampe kok." Katanya yang tidak bisa menutupi rasa penasaran Jatnika.
Tak sampai 15 menit, Jenar menghentikan motornya di depan sebuah warung kecil di sisi jalan. Kening Jatnika berkerut ketika melihat sebuah TPU tak jauh dari sana.
Tatapannya beralih pada Jenar yang masuk ke dalam warung dan berbicara dengan pemilik warung.
Jatnika menghela, entah kenapa perasaannya sedikit tidak nyaman dan juga resah. Sebenarnya abangnya mau membawanya kemana.
" Ayo dek." Jenar tiba tiba ada disampingnya dengan sebuah kresek di tangannya. Jatnika memicing, " itu apa?"
" Nanti juga tahu."
Jenar melangkah pergi mendahuluinya, mau tak mau Jatnika mengikuti langkah pria itu.
Mereka memasuki TPU tersebut. Jatnika tetap diam tanpa bersuara membuntuti Jenar yang terus melangkah melewati makam makam yang ada disana.
Sampai tiba tiba Jenar berhenti di depan sebuah makam.
Pria itu berbalik memandang adiknya yang menunduk. Tangannya terulur menarik gadis itu mendekat. Jenar menyuruhnya untuk ikut berjongkok dan berdoa.
Jatnika patuh tanpa bertanya. Gadis itu memperhatikan batu nisan dalam makam tersebut. Lalu beralih pada makam di sebelahnya.
Keningnya berkerut.
Jessica Wijaya binti Haris Wijaya
Tunggu.
Jatnika termenung menatap kosong kedepan.
Jenar bergerak menaburkan bunga yang ia beli dan air putih yang sengaja ia beli. Pemuda itu tersenyum, " Hai kak, mah. Jenar datang lagi, dan sesuai janji yang Jenar bilang kemarin, Jenar bawa Jatnika putri bungsu mamah." Ucapnya sembari mengecup nisan itu.
" Mamah?" Beo Jatnika. Gadis itu menatap kosong makam tersebut.
" Dek," Jenar mengelus kepala adiknya dengan tenang.
" Dia mamah kita bang?" Suaranya bergetar. Setetes air mata mulai jatuh di pipi Jatnika.
Jenar memeluk adiknya, mengelus punggungnya berupaya menenangkannya.
" Iya, dia mamah kita. Maafin abang baru tahu kamu sekarang." Jelasnya.
Jatnika mulai terisak, membalas pelukan kakaknya.
" Maaf."
Untuk beberapa menit mereka mempertahankan posisi tersebut. Entah sudah berapa lama Jenar tidak memeluk adiknya. Mungkin sejak adiknya masuk SMP, terakhir kali ia memeluk adalah saat perpisahan SD.
" Sejak kapan?" Jatnika melepas pelukannya mengusap air mata yang memenuhi pipinya, tatapan tertuju pada makam sang ibu.
Jenar tersenyum getir, " sejak kamu umur 2 tahun. Mungkin kamu gak ingat, tepatnya 13 tahun yang lalu." Matanya menerawang dimana kejadian yang mengerikan terjadi.
" Bang..." Jatnika menarik baju seragam kakaknya takut melihat raut wajah Jenar yang semakin lama semakin mengeras.
Jenar tersadar, dia menarik kembali ekspresi nya dan menghadapkan tubuhnya pada sang adik kemudian tangannya memegangi bahu Jatnika dengan erat.
" Dek, mungkin ini akan jadi hal yang berat buat kamu. Tapi kamu harus tahu kebenarannya." Ucap Jenar dengan serius.
Jatnika menelan salivanya, gugup melihat keseriusan abangnya.
" Mamah dan kak Jesi meninggal karena perilaku ayah. Ayah lah yang menjadi penyebab mereka pergi. Abang tau setiap kematian adalah garis takdir tuhan. Tapi jalan dan caranya kematian seseorang itu berbeda, dek. Kamu paham kan?"
Jatnika mematung.
Jenar menatap sendu adiknya, " jadi, sekarang adek tahu'kan kenapa selama ini abang gak tinggal di rumah?"
" Karna abang ga mau kamu deket deket sama pembunuh."
" Abang bukannya berniat bikin adek benci sama ayah juga. Cuma abang mau kamu tahu betapa buruknya pria yang jadi ayah kita. Dia bahkan bunuh istrinya sendiri, bunuh kak jesi, anaknya sendiri hanya karena anaknya tidak memenuhi ekspektasi dirinya sendiri. Gak menutup kemungkinan dia mungkin mau membunuh abang juga."
Mata Jatnika hampir keluar mendengarnya, mulutnya menganga dan segera ditutup menggunakan tangannya.
" Abang harap kamu selalu bahagia sama ayah. Maaf kalo selama ini abang pisahin kalian, sekarang kamu sudah besar jadi bisa jaga diri. Buktinya aja kamu mampu lawan maling itu sendiri." Jenar terkekeh kecil, namun air matanya menunjukan bahwa dia sedang sedih.
" yuk pulang. Udah mau sore, nanti kamu di cariin." Jenar mengacak-ngacak rambut Jatnika yang masih bergeming.
Jenar melangkah pergi, namun adiknya tidak muncul di samping. Pria itu membalikan tubuhnya, secara tiba tiba badannya di tubruk oleh Jatnika yang langsung memeluknya.
Hampir saja dia terjengkang, beruntung Jenar bisa menyeimbangkan kakinya.
" Dek?"
Jatnika menyembunyikan wajahnya di dada bidang nya.
" Pasti selama ini berat banget buat abang." Suara Jatnika terendam, namun Jenar masih bisa mendengarnya dengan baik.
" Abang cuma sendirian, gak pernah cerita sama aku. Abang cuma punya aku selama ini, tapi sekarang aku pergi sama ayah." Gadis itu kembali terisak.
" Maaf. Maafin aku bang..."
Jenar menghembuskan nafas pendek, dia mengelus surai lembut adiknya.
" Gak papa. Udah yuk kita pulang, abis ini abang harus pergi."
Jatnika mendongkak, " aku ikut. Aku mau pulang ke rumah bi Rara lagi. Aku gak mau sama ayah, mau sama abang aja." Suaranya semakin tercekat.
Rasanya dia semakin tidak bisa membayangkan hidup abang nya selama ini. Jatnika makin terisak.
" Hei, gak boleh kayak gitu. Kamu tetep tinggal sama ayah apapun kenyataannya, bahaya kalau dia marah dan paksa kamu. Udah ya, ayo pulang."
Jatnika menggeleng, " gamau bang. Aku maunya sama abang."
Ujarnya keras kepala.
Jenar menghela nafas, menangkup wajah adiknya yang penuh air matanya, hidungnya memerah. Jarinya tergerak menghapus air bening itu.
" Liat mata abang." Ujarnya lembut.
Jatnika menatap sepasang mata hitam kelam itu, " kamu dengerin apa kata abang. Mau dia pembunuh, mafia, atau apapun itu, dia tetep ayah kamu. Karna dia, sekarang kamu ada di dunia ini. Kamu sayang kan sama ayah?"
Kepala gadis itu mengangguk, sesenggukan menatap abang nya.
" Tapi aku mau sama abang." Ucap Jatnika lirih menundukkan kepalanya.
Jenar menghela nafas, " oke. Kamu tinggal sama abang. Tapi untuk sementara, kamu sama ayah dulu ya?"
" Gak boleh protes lagi, dek." Lanjutnya ketika Jatnika hendak melakukan penolakan.
Terpaksa Jatnika harus menyetujuinya. Lagi pula, ada banyak rencana yang ia susun untuk sang ayah.
Ayah.
tunggu saja!
...•CORETAN JENAR KANURASANKARA•...
" Mana bang Raken?" Kaidar menggeleng menjawab pertanyaan Reno. Pemuda itu ikut duduk di sampingnya sambil mengedarkan pandangannya.
" Jenar belum dateng?" Sekali lagi Kaidar menggeleng namun juga ikut mengangguk. Reno menyerngit.
" Sariawan lo? Bisa ngomong kan? Atau lo tiba tiba bisu?"
Kaidar berdecak kesal, usahanya akan sia-sia jika dia bicara.
Karna itu dia memilih mengabaikan Reno dan fokus menatap layar ponselnya. Nunggu chat dari ayang bebeb yang belum bales bales. Awokawok.
" Kita lagi truth or dare. Dia kena dare jangan ngomong sampe bang Raken datang." Jenar datang dari arah kerumunan di dalam cafe. Meski bukan malam minggu, cafe ini selalu ramai karena kehadiran anak Krakatau.
Bahkan saat ini, Chandra dan Randi tengah bernyanyi menyumbangkan suara emas mereka di depan sana. Lagi caper mereka tuh.
" Terus lo dari mana?" Tanya Reno penasaran.
Jenar tertawa menunjuk salah satu meja yang berisikan perempuan perempuan cantik semua.
" Gue juga dapet dare dari nih bocah, lo tau dare nya?"
Reno menggeleng sebagai jawaban. Jenar menarik senyum sinis dan ditujukan pada Kaidar yang pura pura tidak mendengar.
" Gue disuruh minta nomor bapak salah satu cewek itu. Untung gue pinter jadi dapet nomornya," Ucap Jenar seraya menyerahkan selembar kertas yang ia dapatkan hasil usaha menipu.
Reno menyengir mendengarnya, " Terus terus? Gimana reaksi mereka?"
Jeno mengerjap beberapa kali, menyugarkan rambutnya dengan gaya cool.
" Mereka baperlah. Secara gue kan ganteng." Sombongnya.
Kaidar melotot mendengarnya, "Woi! Itu slogan gue njing!" Teriaknya tak terima.
Reno tertawa terbahak-bahak, sedangkan Jenar menyeringai lebar.
" Lo kalah," Seketika Kaidar tersadar akan kebodohan nya, langsung aja dia mengumpat.
Kaidar habis di tangan Jenar malam ini. Salahnya Kaidar mengajak Jenar bermain permainan menyebalkan itu. Lain kali dia tidak akan memainkannya lagi.
Reno yang sejak tadi tertawa, terhenti ketika merasakan getaran dari ponselnya.
" Bentar bentar, bang Raken nelpon gue." Ucap Reno menghentikan aksi kedua pemuda itu.
" Halo bang, gimana?" Sapa Reno begitu panggilan terhubung.
"..." Baik Kaidar mau Jenar sama sama mencoba menguping pembicaraan keduanya.
" Iya, santai lah bang. Ajak aja, lo juga tau kan Anak Krakatau kayak gimana. Kita pasti welcome."
"..."
" Oke, siap bang." Reno menyimpan ponselnya di saku.
" Apa kata bang Raken?" Tanya Jenar. Dia sangat penasaran, sejak tadi Raken belum terlihat. Memang pria satu itu sering absen kumpul seperti ini disebabkan sibuk akibat tugas kuliah.
" Dia datangnya telat, lagi nganter kakaknya belanja."
Jenar membulatkan mulutnya sambil mengangguk paham. Lain dengan Kaidar yang mengernyit. " Terus gimana?"
Reno menyeruput lemon tea milik Kaidar. " Katanya sih kakaknya mau ikut kesini sekalian mau makan malam, tapi gak tau, gimana nanti aja."
Benar saja, tak sampai setengah jam kemudian Raken datang dengan sesosok perempuan anggun dan cantik di sampingnya.
Melihat itu, Chandra dan Randi menghentikan aksi capernya dan segera bergabung di meja mereka.
" Kalian nunggu lama?" Raken mengambil duduk disalah satu kursi yang masih kosong.
" abis magrib gue datengnya bang. Disusul Jenar terus Reno baru nyampe. Kalo yang dua kunyuk itu udah stay dari tadi." Kaidar mewakili.
Raken menatap kakaknya yang hanya diam memperhatikan orang orang disana.
" Kak, ini mereka yang slalu gue ceritain." Katanya memperkenalkan.
" Yang itu kaidar, disebelahnya Reno terus itu Jenar, Randi terus Chandra." Raken menunjuk mereka satu persatu.
" Ini kakak gue. Inara Anantari panggil aja Kak Nara. Dia baru pulang dari Kanada kemarin."
Untuk seorang laki laki siapa yang tidak terpesona dengan kecantikan kakaknya Raken ini. Wajahnya seperti bule, dan perilaku mencerminkan seseorang dengan wibawa yang tegas namun juga ramah di saat yang bersamaan.
" Hai kak, aku Kaidar. Cowok termanis disini." Kaidar sebagai buaya tentunya langsung menggoda. " yeah, I saw it." balasnya sambil tersenyum tipis. Kaidar langsung meleyot di tempat.
" mau pesan apa?" Raken bertanya pada kak Inara. Untuk sesaat mereka kagum dengan kecakapan Raken dalam bahasa internasional.
Perempuan cantik itu mengangguk, menunjuk salah satu menu yang menurutnya dia inginkan. " Aku ingin satu Caesar Salad dan lemon tea."
Raken melotot mendengarnya, " Nar! don't start again! You must eat well. Stop diet, It won't affect your weight."
" Yeah, up to you. Kali ini kamu menang." Pasrah kakaknya. Mereka semua hanya diam mendengarkan perbincangan kedua saudara itu.
Raken memesan ulang makanannya. Pria itu kini memokuskan perhatiannya pada mereka.
" Jadi ada apa bang, kita dikumpulin gini?" Reno membuka bicara. Raken berdehem pelan. " Gue mau ngasih tahu kalian."
Menjeda beberapa saat, Raken menghirup oksigen dengan rakus dan menghembuskan nya perlahan.
" Kalo gue mau pergi ke Canada hari Jumat. Karena ada sedikit masalah disana, gue harus bantuin kakak gue untuk beberapa saat sampai keadaannya membaik-"
" Jadi bang Raken mau pergi? Terus kita gimana?" Sela Chandra sedikit tak setuju.
" Kan kata bang Raken juga cuma beberapa saat. Gak lama paling seminggu-dua mingguan doang." Kaidar mencoba menjelaskan, walau tahu itu hal yang sia sia.
" Dengerin dulu. Gue bakal tinggal di sana selama setengah tahun. Jadi, selama gue pergi kalian jangan bikin ulah disini. Jaga anak Krakatau yang lain dan jangan bikin keributan."
" Wait! Isn't Anak Krakatau the name of the mountain? Aku benar kan?" Inara tiba tiba kepo menyela pembicaraan mereka.
" Shut up, Nar!" Ketus Raken. Inara mengangguk sambil menutup rapat mulutnya.
" Jadi, kita di tinggal?" Beo Jenar. Reno menggeplak lengan pria itu. " Di tinggal. Kayak pacar aja ditinggal. Bang Raken cuma pergi, Jen. Perginya juga ke Canada bukan ke akhirat."
Reno bersungut membuat Jenar mencebik kesal, " Gue nanya biasa aja tuh, lo maen ngegas."
" Lo sih ngomongnya kayak yang ditinggal pacar!"
" Mana ada!"
" Ada!"
" Terus kita ngapain kalo gak ada bang Raken?" Tanya Randi polos.
Raken mengusap wajahnya kasar mencoba sabar, rasanya dia seperti mengarahkan anak anak SD yang hendak ditinggalkan beberapa hari.
" Gue mau pergi doang, bukan berarti kita putus kontekan. Lo semua masih bisa hubungin gue lewat chat atau calling an." Jelasnya. " Ngomong ngomong, Andy mana?" Raken tidak menemukan keberadaan sosok yang satu itu.
" Oh, Andy lagi sibuk belajar. Bentar lagi kan ujian sekolah."
Balas Chandra.
Raken menatap heran semua yang ada disana. " Terus lo pada kenapa nggak belajar?"
Mereka semua sontak menatapnya dengan serentak. " Kan lo yang suruh kita kesini, bang."
Raken menepuk jidatnya heran. Perasaan dia tidak ada menyuruh mereka dalam artian memaksa. Memang sih, salahnya tidak menanyakan apa kesibukan mereka.
Tapikan gak gini juga woy!
...-Bersambung-...
...Yey 2118 kata dong:)...
...jangan lupa tinggalkan jejak ya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Tahubulat8
loh, terus yang di rs itu siapa?
2023-06-03
1