" Ngapain disini?" Reno menghampiri Jenar yang berada di balkon atas kamarnya. Jenar menoleh, " lo gak liat gue lagi nyebat?"
Pria itu menghirup aroma sebatang rokok yang diapit oleh jari telunjuk dan jari tengahnya. Reno duduk disampingnya, mengambil rokok yang ada di tangan Jenar dan membuangnya begitu saja.
Belum lagi dia menginjak rokok yang masih menyala itu tanpa memperdulikan tatapan tidak terima dari Jenar yang dilayangkan untuknya.
" Nyebat gak bisa bikin masalah lo selesai." Reno berdecak, menatap pohon mangga didepan rumahnya.
" Kalau itu bisa, udah dari lama semua masalah gue kelar, Ren." Respon Jenar sambil terkekeh. Pria itu menghembuskan nafas lewat mulutnya.
" Nyebat emang ga ngaruh sama sekali buat masalah, tapi seenggaknya gue ada objek pelampiasan untuk semua masalah gue." Lanjutnya.
Reno menoleh, melayangkan tatapan sinis pada temannya itu. " Dengan nyari penyakit gitu?"
Jenar mengangkat bahunya acuh.
" Lalu apa lagi? Bilang sama gue, cara pelampiasan yang baik dan sehat itu gimana. Sedangkan tujuan hidup gue sekarang udah hilang satu per satu." Reno menatap dalam Jenar yang tersenyum miris.
Jenar berdecak kesal, meski tanpa dilihat pun, dia tahu temannya itu menatapnya seolah dirinya merupakan sosok yang menyedihkan.
" Gue gak se-menyedihkan itu, njing." Makinya. Tangannya bergerak memberikan tamparan keras di lengan Reno.
" Sakit, goblok." Ringis Reno. " Udahlah, buruan tidur sana. Besok sekolah dan bentar lagi kita ujian akhir sekolah." Lanjutnya berdiri melangkah menuju kamarnya.
Jenar mengikutinya, melewati sang pemilik kamar dan membaringkan tubuhnya di kasur Reno dengan seenaknya. Melihat hal itu, Reno menginjak kaki Jenar yang melambai ke lantai.
Sang empu menjerit, balas menendangnya. Jenar merangkak naik ke tengah tengah ranjang, disusul Reno yang membuka kaos bajunya.
Pria itu mengambil remote AC yang menurunkan suhunya. Reno berbaring, disamping Jenar yang menatap kosong plafon kamar Reno yang penuh dengan gambar gambar organ dalam tubuh manusia.
" Ren. Lo ga ngeri liat itu semua tiap malem?" Tanya Jenar menunjuk jantung yang berupa gambar di atasnya. Reno tertawa.
" Kagak lah! Orang itu semua adalah hal yang harus gue capai. Katanya gantungkan cita cita lo setinggi langit, berhubung gue sampe sana juga pake tangga, gue gantung deh itu semua disana, biar gue makin semangat belajarnya."
Jelas Reno dengan bangga.
Jenar memutar bola matanya malas, " iya serah lo deh, calon pak dokter."
" Aamiiin!" Reno tersenyum malu, menggeplak kepala Jenar.
Jenar tentunya meringis, " Sakit bego!" Reno menghentikan aksinya. " Terus lo apa?" Tanyanya melipat kedua tangannya di balik kepala.
" Gue manusia." Balas Jenar singkat. Reno geram, tapi sudah malas bergerak untuk memukul kembali pria itu.
" Gak gitu maksud gue anjing! Cita cita lo apaan?" Ulang Rone mengoreksi.
Jenar sebenarnya paham, hanya sengaja memainkan temannya agar dibuat kesal.
" Gue pengen mati."
Reno semakin dibuat geram, " Jen!! Jangan ungkit ungkit kematian."
" Cita cita gue mau meniadakan kehidupan manusia di sini. Kalo di kasih pilihan, gue mau jadi adam dan gak ngelakuin kesalahan sama hawa yang bikin kita semua ada di muka bumi ini." Ungkap Jenar melantur.
Senyum gummynya terlihat, " Kalau iya, gue pasti lagi nikmatin surga."
Reno bergeming. Dalam hati membenarkan perkataan Jenar namun sedikit malu. Akhirnya dia memilih memejamkan mata saja, berpura pura tertidur.
...• CORETAN JENAR KANURASANKARA •...
" Wih, kok mejanya udah penuh gini?" Heran pak Theo. Istrinya pun sama bingungnya, namun kedatangan Jenar dari dapur menjawab semua pertanyaan kedua nya.
" Yaampun, Jen. Kenapa repot repot bikin sarapan gini? Biar Tante aja yang masaknya." Omel Rain membantunya. Jenar tertawa kecil.
" Maaf ya, masakannya sederhana. Jenar mau bikinin bekal buat Jatnika nanti, jadi sekalian aja aku masakin semuanya. Tapi maaf kalo masakannya gak enak," Ujar Jenar menggaruk pipinya yang tiak gatal sama sekali.
Theo tiba tiba merasa bangga dengan Jenar, dia mengutuk Haris dalam hati yang sudah menyia-nyiakan putra sebaik Jenar ini.
Jenar berdehem pelan, " Jenar mau mandi dulu ya Tan, Om." Pamitnya diangguki oleh sepasang pasutri itu.
Selepas mandi, Jenar kembali menuju ruang makan dimana Reno sudah duduk ganteng disana. Padahal sebelum dia mandi, Jenar ingat Reno masih di alam mimpi sambil memeluk guling.
" Eh! Mau kemana? Lo gak sarapan dulu?"
Melihat Jenar hanya mengambil tote bag yang berisi kotak makan lalu berlari membuat Reno lantas bertanya.
" Gue mau ke sekolah adik gue dulu, lo duluan aja." Ucapnya tanpa menghiraukan Reno yang melahap nasinya dengan terburu buru.
Jenar berjalan menuju garasi rumah Reno mengambil kunci motor dan memanaskan motornya terlebih dahulu. Rain menghentikan aktivitas nya menyirami bunga menatap Jenar yang sudah siap berangkat.
"Berangkat Jen?"
Jenar mengangguk, menjawab dengan sopan dan berpamitan layaknya pada orang tua.
" Jenar berangkat ya."
Tak selang kepergian Jenar, Reno datang menghampiri Rain dengan tergesa dan menyalimi punggung tangan wanita paruh baya tersebut. Mencium kedua pipi yang masih terasa kencang itu dengan bergantian.
" Reno berangkat ya Bun. Doain anaknya semog makin pinter dan ganteng."
" Iya aamiiin. Sudah sana, sebentar lagi mau jam 7 nanti kesiangan." Reno menyengir sambil mengulurkan telapak tangannya di depan sang ibu.
" Uang jajannya dong bun. Masa gak jajan nanti"
Rain menggelengkan kepala, tak urung tangannya mengambil lembaran uang dari dompetnya dan menyerahkannya pada sang anak.
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Reno segera pergi menyusul temannya yang sudah sampai di tempat adiknya menimba ilmu.
Jenar celingukan mencari seseorang yang ia kenali sebagai teman adiknya. Namun tak ada satupun yang dapat Jenar andalkan.
Dia menatap jam di pergelangan tangan, berdecak merasa dirinya akan terlambat beberapa menit lagi. Tanpa turun dari motornya dia menghentikan seorang pemuda yang berjalan melewatinya.
" Arghh! Ampun! Gue gak lagi lagi." Teriak bocah SMP itu. Jenar menyerngit heran, lalu melepaskan tangannya dari kerah baju pemuda berseragam putih biru itu.
" Lo tahu Jatnika?" Tanyanya to the point. Pemuda itu nampak cengo. Galang Permana, nama yang tersampir di name tagnya.
Tanpa basa basi Jenar menyerahkan tas berisi bekal yang ia buat khusus untuk adiknya. " Ini. Kasih sama Jatnika, bilang aja dari abangnya."
Tidak memperdulikan ekspresi pemuda itu, dia segera memberikan selembar uang berwarna hijau pada pemuda itu dan langsung memasukkan ke dalam saku.
" Buat beli minum. Gue duluan, thank ya Lang." Ucap Jenar langsung menutup helm full face nya dan melajukan motornya meninggalkan Galang yang termangu.
Galang bergedik, tersadar dari pesona Jenar yang nampak keren dan cool di matanya.
" Gila! Gue di bantu calon abang ipar sendiri." Pekiknya bahagia berjalan memeluk tote bag yang diberikan padanya. Berjalan memasuki pekarangan sekolahnya dan berjalan menuju kelasnya dimana pujaan hatinya berada.
Jenar terlambat 7 menit. Namun di hukum berkeliling lapangan sebanyak 7 putaran. Bukankah itu tidak adil?
Protes?
Sudah, hanya saja pak Bromo tidak mendengarkan nya sama sekali. Tentu dia kesal, tapi jika terus protes maka pak Bromo akan menambah hukumannya lagi.
Di putaran kedua, tiba tiba saja ada Reno ikut berlari di samping menyetarakan langkahnya. Sudah ia pastikan kenapa dia bisa terlambat.
" Pak Bromo nyebelin banget. Masa iya gue yang telat 15 menit disuruh muter 15 kali. Mati rasa bisa bisa kaki gue kalo muternya di lapangan ini."
Memang benar. Ini lapangan utama, yang halamannya sangat luas. Bahkan ada lapangan basket di dalam lapangan tersebut. Intinya sangat luas.
Dan kebetulan sekali ada kelas yang tengah berolahraga di lapangan basket sehingga keduanya melewati kerumunan siswa berseragam olahraga itu.
Kelas 12 IPS 2 ternyata. Ada Kaidar disana berserta Randi. Memang, mereka tidak sekelas. Reno di kelas 12 IPA 1 sedangkan Jenar sendiri ada di kelas IPA 3.
Awalnya saat kelas sepuluh mereka sempat satu kelas, di kelas IPA 2. Namun karena alasan masing masing mereka saling berpisah.
" KAI! Yang bener lo maen nya. " Teriakan Reno mengandung ejekan.
Kaidar tentunya tidak terima, memang tingginya sedikit kurang dari mereka, tapi bukan berarti dirinya tidak bisa bermain basket.
Lemparan bola basket yang sengaja Kaidar tujukan pada Reno mengenai punggung Jenar. Pria bertubuh tegap itu meringis, sudah lelah ditimpa bola pula.
Pria itu berbalik melotot kearah Kaidar yang panik.
" Sorry Jen! Gue gak sengaja sumpah, niat gue cuma sama si renren doang kok. Aslian!" Kaidar mengangkat kedua tangannya menatap takut Jenar.
Tidak mengindahkan permintaannya. Jenar memilih kembali berlari kecil mengelilingi lapangan. Ini yang terakhir.
" Serius banget dia. Kayaknya lagi ada masalah." Gumam Randi memperhatikan Jenar dari tepi. Kaidar yang mendengarnya tentu tidak setuju.
" Paling paling soal ayang bebeb. Kalo enggak dia lagi bete di tolak sama crush nya."
" Emang siapa crushnya?"
Kaidar histeris menatap Randi tidak percaya. " Jadi selama ini lo gak tau?" Hebohnya dramatis.
" Padahal dia sekelas sama kita."
Kening Randi membentuk guratan pertanda dia tengah berfikir dengan keras. Memangnya siapa? Pikirnya.
" Maksud lo si sindy?" Kaidar menjentikkan jarinya, " 1000 buat lo."
Randi menghela nafas berat. Selama ini ia perhatikan gadis itu seperti tidak menyukai Jenar. Lagipula kenapa Jenar harus menyukai Sindy?
Chindy Keyla Mahesa. Jika dalam penampilan Chindy memang bisa dikatakan sempurna. Gadis keturunan China itu memiliki fitur wajah yang ayu, kulitnya berwarna putih bersih dengan rambut hitamnya yang khas.
Dalam kemampuan juga jangan di tanyakan lagi. Dia seorang mantan bendara OSIS dan juga juara 2 parallel tahun kemarin. Jadi, bisa di katakan Chindy ini pintar. Belum lagi dalam non akademik. Dia sangat aktif.
Hanya saja, sifatnya sedikit buruk. Tentu setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan nya masing masing. Begitu juga dengan Chindy. Gadis itu memang ramah, namun memiliki wajah dua.
Maksudnya begini, dia selalu berpura-pura baik alih alih menunjukkan rasa ketidaksukaan nya kepada seseorang yang ia benci. Setelah itu dia akan bergerak dengan menusuk orang itu dari belakang.
Karena hal itu pula, dia sering di segani oleh semua siswa siswi disini. Banyak yang mengaguminya, namun banyak juga yang mencemoohnya. Di tambah lagi Chindy merupakan keponakan pemilik sekolah.
Meski begitu, Chindy tidak sepenuhnya jahat. Dia hanya akan melakukan hal tersebut pada orang orang tertentu, terutama yang ia benci.
Pernah ada satu kasus tentang ketua kelasnya satu tahun yang lalu. Pria itu tiba tiba pindah sekolah setelah berurusan dengan Chindy. Hal itu semakin membuat seantero sekolah takut padanya dan berusaha untuk tidak membuat masalah dengannya.
Tapi bagi keempat kawanan itu, Chindy merupakan sepupu dari adik kelasnya yang juga anggota Anak Krakatau. Chandra Putera Mahesa, keturunan utama keluarga Mahesa yang ternyata adalah teman mereka.
" Sin. Lo bawa minum buat siapa?" Dela bertanya. " Bukannya lo udah ada ya yang di tumbler kesayangan lo di sana." Sambungnya.
Tentu dia merasa heran dengan temannya yang tiba tiba mengajaknya membeli air minum ke kantin. Chindy menampilkan senyum andalannya.
" Siapa menurut lo?"
Dela menggaruk tengkuknya bingung, selama ini dia memang berteman dengan Chindy. Namun gadis itu susah sekali menebak pemikiran temannya.
" Lo lagi suka sama seseorang?" Tebaknya. Chindy menggedikan bahunya, tidak berniat menjawabnya.
Hal itu membuat Dela merasa canggung. Namun ketika Chindy menghentikan langkahnya dan menatap lurus kedepan, Dela mengikuti arah pandangannya.
" Jenar?" Gumamnya berbisik pada dirinya sendiri. Matanya melirik Chindy yang tersenyum sangat manis seperti biasanya. Namun karena sudah berteman lama membuatnya sedikit kebiasaan gadis keturunan China itu.
Sesuatu yang buruk akan terjadi.
Dela pastikan hal itu. Apalagi sasaran selanjutnya adalah Jenar. Si anak gamers.
...-Bersambung-...
...Jangan lupa tinggalkan jejak ya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Tahubulat8
organ😭
2023-05-28
1
Tahubulat8
sama Jen cuma beda objek aja
2023-05-28
1