°°°
Di rumah lain ada Tera yang sudah beberapa hari ini tidak keluar rumah semenjak kejadian tempo hari.
Ia terlalu malu untuk bertemu dengan teman-temannya atau pergi ke kampus.
Dan semua itu karena Lea.
"Kenapa hari itu aku bisa diam saja dan tidak melawan, andai hari itu aku tidak langsung percaya mungkin aku tidak akan malu," gumam Tera yang menyesali dirinya sendiri kala ia hanya diam saat Lea mempermalukan dirinya di depan teman-temannya.
"Siapa yang tahu jika semua itu hanya sandiwara. Ia bahkan berakting dengan sangat baik dan," Tera terdiam kala ia baru menyadari sesuatu.
"Tunggu, dari mana dia mendapatkan para pengawal itu? Ia bahkan juga memiliki ferari putih keluaran terbaru," gumamnya yang mana kini ia mulai tertarik dengan kehidupan Lea saat ini.
Tera mencoba berpikir dan kini ia baru menyadari sesuatu.
"Sudah lama aku tidak tahu kabar papanya, di mana mereka sekarang tinggal?" gumam Tera sembari meraih ponselnya.
Tera langsung menelpon papanya untuk menanyakan tentang Lea dan papanya.
"Halo sayang," jawab Graham dari seberang telepon.
"Apa papa tahu di mana om Cornelio dirawat?" tanyanya dengan tak sabar.
Graham terdiam sejenak membuat Tera sedikit kesal.
"Tidak. Papa tidak tahu," jawabnya membuat Tera menghembuskan napas gusar.
Tera berdecak dan mencoba untuk berpikir.
"Coba papa suruh sekretaris papa buat selidiki di mana Lea sekarang tinggal," pintanya pada Graham.
Terdengar helaan napas dari seberang telepon membuat Tera menggigit jari telunjuknya.
"Buat apa sih kamu cari-cari mereka, biarin dah mereka hidup di luar sana, enggak usah peduliin lagi. Urus saja hidup kamu," ujar Graham memberitahu.
Tera tampak mendengus sebal kala papanya tak mau membantunya.
"Yaudah deh pa, Tera tutup dulu," katanya yang mana ia langsung menutup telepon papanya.
Tera terdiam untuk berpikir bagaimana caranya ia bisa tahu tentang Lea saat ini.
"Ya, aku harus mencari tahu sendiri di mana ia sekarang," gumamnya sembari turun dari ranjang dan berganti pakaian.
•••
Markas Klan Wolf
Alvino, Glen dan Sarvel baru saja tiba di markas setelah mendapatkan panggilan dari tuan El.
Ketiganya turun dari mobil dengan raut wajah yang berbeda-beda.
"Kenapa aku merasa de javu dengan hal ini?" gumam Glen sembari berjalan menapaki pelataran markas untuk masuk ke dalam.
"Ini tidak terasa de javu, lebih ke trauma," timpali Sarvel.
"Oeeyyyyy," ketiganya langsung menoleh kala mendengar teriakan tersebut.
Terlihat Ziko melambaikan tangannya dengan senyum yang lebar dan sedikit berlari dari arah parkiran.
"Bukankah ia beban kelompok kita?" tanya Alvino yang diangguki oleh mereka berdua.
"Bagaimana bisa ia tersenyum lebar sekali setelah semalam mengatakan sesuatu yang mungkin akan membuat hidupnya tinggal beberapa hari lagi," gumam Glen heran dengan Ziko.
"Kenapa tidak kita tumbalkan saja dia," ucap Alvino yang mana ia selalu emosian hanya karena hal-hal sepele.
Ziko telah sampai di hadapan mereka bertiga.
"Kalian juga kemari?" ketiganya mengangguk serentak.
"Apa kau tahu apa yang akan ia rapatkan untuk kali ini?" Ziko menggelengkan kepalanya membuat ketiganya menghela napas berat.
Keempatnya berjalan masuk ke dalam markas dan hampir sampai di ruang rapat.
"Belum terlambat, kalian ingin balik?" tanya Sarvel membuat ketiganya langsung berhenti dan menatap Sarvel.
"Balik kemana?" tanya Ziko dengan polosnya.
"Ke pumping ASI," ketus Alvino dengan emosi.
"Biasa aja kali, enggak usah ngegas," dumel Ziko kala Alvino selalu emosi ketika berbicara dengannya.
"Apa ada masalah dengan penarikan pumping ASI nya?" tanya Glen penasaran kenapa mereka kembali dirapatkan.
"Ada masalah enggak ada masalah bukan urusan kita lagi saat ini. Aku hanya penasaran dengan rapat kali ini," ucap Sarvel.
Pria keempat itu asyik berghibah tanpa sadar sepasang mata tajam kini tengah menatap keempatnya dengan wajah yang begitu menakutkan.
"Yaaa!" teriak El yang mana hal itu membuat keempatnya terkejut bukan main.
"Apa kau tahu berapa lama aku menunggu kalian. Cepat masuk!" ujarnya dengan begitu tegas.
Keempatnya langsung masuk ke dalam ruang rapat sebelum El mengantar mereka pada Tuhan.
Kini ruangan menjadi terasa dingin dan menakutkan kala El duduk di kursi kebesarannya di ujung meja.
Alvino sedikit kaget kala melihat anak buahnya juga ikut berkumpul.
"Kukira hanya kita berempat," gumam Alvino heran.
"Sepertinya ini hal yang serius," bisik Glen pada Alvino yang mana ia kini percaya dengan El.
Alvino yang mendengar hal itu berdecak pelan.
"Kemarin hampir semua anak buah dikumpulkan, pakai laptop pakai proyektor, seakan kita sedang mendiskusikan perang, siapa yang tahu jika kita sedang membahas untuk membasmi pumping ASI," dumel Alvino yang mana ia selalu emosian hanya karena hal sepele.
Glen yang mendengar hal itu kini menghembuskan nafas berat.
"Benar juga, kenapa aku merasa was-was dan trauma setiap kali kita dikumpulkan seperti ini," gumam lirih Glen yang bisa didengar oleh Sarvel.
"Bukan was- was karena rapatnya, tapi lebih takut dengan misi yang diberikan," timpali Sarvel.
Ziko yang juga mendengar kini ikut nimbrung.
"Misinya sungguh tak terdugong," sahutnya membuat mereka bertiga menatap Ziko terkejut.
El berdeham sekilas membuat suasana menjadi hening.
"Kali ini apa yang ingin kanda El Zibrano rapatkan? Apa kita akan menyerang kelompok timur?" tanya Glen mencoba menebak.
"Atau melakukan misi di pantai karena ada kapal yang masuk wilayah kita untuk menyelundupkan senjata tajam atau marijuana?" tebak Sarvel yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh El.
Alvino diam, ia sudah ingin sekali kabur saat ini kala melihat tebakan teman-temannya tidak ada satupun yang benar.
El sedikit memajukan tubuhnya dan menelan salivanya sekilas.
"Aku mengumpulkan kalian kemari karena ada sesuatu yang penting dan aku tidak bisa menundanya lagi, ini harus dibahas sekarang juga, enggak bisa besok atau nanti malam. Jadi," El sengaja menjeda ucapannya sembari menatap satu persatu teman-temannya dan anak buahnya.
Mereka tampak begitu serius sekali menatap El dan sangat penasaran dengan misi kali ini.
"Menurut kalian, aku harus melamar Lea lebih dulu atau langsung menikahinya?" lanjutnya dengan wajah yang santai tanpa beban sedikitpun.
Sontak terdengar helaan napas berat dari mereka semua membuat El membasahi sekilas bibirnya.
"Langsung bobol aja, kelamaan kalau masih harus nikah," jawab Alvino dengan emosi yang menggebu-gebu di mana kesabarannya kini sudah terbagi menjadi lima.
Glen mencoba menenangkan pikirannya dan berusaha untuk mengatur napasnya.
"Aku sudah berusaha untuk positif thinking, tapi ucapan yang keluar dari mulutnya menguras kesabaranku," gumamnya yang merasa tak percaya lagi dengan kata hatinya.
"Kenapa sekarang aku malah kepikiran tentang tawaran Ziko kemarin untuk melamar menjadi karyawan pumping ASI," gumamnya lirih sembari merebahkan kepalanya di atas meja.
El yang melihat teman-temannya tampak mengeluh dan menggerutu tak jelas, kini merasa sedikit kesal dan jengkel dengan mereka.
Hingga tatapan El tertuju pada Ziko yang terlihat lesu.
"Kau sudah bosan kerja denganku? Kenapa hanya diam saja tanpa memberikan pendapatmu?" tanyanya pada Ziko.
Ziko yang diserang dengan pertanyaan tiba- tiba itu sontak sedikit gelagapan dan menatap sekilas mereka bertiga.
"Kasian sekali, masih muda sudah menjadi tumbal kelompoknya sendiri," gumam Alvino sembari menggelengkan kepalanya pelan.
Ziko mencoba mengatur napasnya lalu berusaha sebaik mungkin dalam memberikan pendapatnya.
"Menurut pandangan saya, meski saya bukan pakar cinta apalagi seorang buaya, itu akan terkesan buru- buru jika anda langsung melamar nona Lea apalagi menikahinya. Terlebih perkenalan kalian juga tidak seindah di drama apalagi novel cinta, yang tak sengaja bertemu lalu jatuh cinta karena pandangan pertama," jelas Ziko yang terkesan seperti pria baik.
"Astaga, ia jomblo selama 21 tahun tapi berbicara cinta seakan ia sudah berpengalaman selama bertahun-tahun. Sedangkan aku yang cintanya bertepuk sebelah tangan aja enggak paham kata-kata puitis seperti itu," olok Glen tak percaya.
"Sepertinya kini otaknya telah digunakan dengan benar. Ia menjadi puitis dan ucapannya sedikit bisa diterima, menurutmu ia tipe cowok yang greenflag atau yellowflag?" tanya Sarvel pada Glen tentang Ziko.
"Dia tidak keduanya, ia lebih ke tipe cowok bebelac atau bisa Dancow," jawab Glen sekenanya.
Alvino hanya bisa menghela napas sembari menjambak frustasi rambutnya.
"Kenapa hanya aku yang waras di sini. Apa perpindahan penduduk jomblo ke mars masih dibuka, aku ingin pindah planet," dumel Alvino yang merasa tertekan kala berada di antara manusia-manusia purba itu.
El mencoba memahami ucapan Ziko dan juga merasa sependapat dengannya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan? Ia bahkan melakukan segala cara untuk bisa menjodohkan aku dengan sahabatnya," tanya El tentang pendapat mereka.
"Yaudah kau nikah aja sama sahabatnya biar Lea kunikahi," jawab Alvino sekenanya tanpa memperhatikan ekspresi wajah El.
"Sahabatnya yang mana tuan?" tanya Ziko penasaran.
El menghela napas gusar.
"Yang kemarin mama undang ke rumah untuk makan malam," jawabnya dengan malas kala mengingat bagaimana Oliv mencekik Lea semalam membuat darahnya mendidih saat ini.
Ziko tampak manggut-manggut paham.
"Sepertinya aku harus mengikatnya dengan sesuatu," gumam El mencoba memikirkan sesuatu.
Ziko menghela napas berat kala mendengar hal itu.
"Bagaimana bisa anda berhasil jika anda begitu red flag dengan perempuan. Jangan karena anda tidak bisa menikahinya anda mengikatnya, itu hanya akan membuat dia tersiksa. Sekarang saya tanya, tali apa yang anda gunakan untuk mengikat nona Lea?" tanyanya membuat El menaikkan sebelah alisnya.
Glen dan Sarvel menatap tak percaya Ziko.
Sedangkan Alvino kini merasa kepalanya sudah hampir pecah.
"Yaaa siapapun, tolong kirim dia ke penggilingan daging. Sepertinya otaknya sudah hilang dari tempatnya," ujar Alvino dengan emosi di mana kesabarannya sudah habis kala dihadapkan dengan Ziko.
Alvino segera pergi dari ruang rapat sebelum ia gila karena mereka semua.
•••
Malam harinya sekitar pukul 6 malam, ada Lea yang baru selesai mandi setelah tadi memandikan baby Enzo dan mengajaknya bermain.
Ia sedikit cemas karena baby Enzo yang belum minum susu sejak tadi siang.
Ia juga tak tahu di mana Ziko menyimpan alat pumpingnya.
"Bagaimana jika ia lapar?" gumam Lea yang mencemaskan baby Enzo yang saat ini terlihat tenang dan senang karena asyik bermain sendiri.
Lea meraih ponselnya dan berniat untuk kembali memesan pumping ASI.
"Aku akan memesannya lagi agar dia tak bisa beralasan membantuku dengan sentuhan gilanya," dumelnya sembari membuka toko onlinenya.
Lea mengetikkan pumping ASI pada pencarian di toko onlinenya.
Barang berada di luar negeri.
Lea mencoba membaca hal itu beberapa kali.
"Apa maksudnya barang berada di luar negeri?" gumamnya yang heran dengan tulisan tersebut.
Ia kembali mengetikkan pumping ASI pada pencarian dan hasil yang sama muncul dengan tulisan tersebut.
Lea berdecak kesal kala ia tak bisa menemukan pumping ASI di toko online.
"Aku akan mencoba membelinya di minimarket," gumamnya sembari keluar kamar untuk meminta pengawal menjaga baby Enzo sebentar.
Lea lalu pergi ke minimarket terdekat dengan menaiki motor moge yang ada di garasi.
"Astaga, bagaimana bisa ada wanita secantik dia," gumam pengawal yang takjub kala melihat betapa keren dan cantiknya Lea kala mengendarai motor moge El.
"Pantas saja tuan El tergila-gila, ia bukan cantik tapi juga multitalenta," pujinya pada Lea.
"Udah- udah jangan terus memuji nona, kau bisa habis jika ketahuan tuan El," beritahunya pengawal lainnya.
"Jangan macam-macam dengan milik El Zibrano sebelum kau berakhir KO," ucap pengawal itu mengingatkan temannya.
°°°
Lea keluar dari minimarket dengan wajah yang masam dan helaan napas yang gusar.
"Sial kenapa aku tidak bisa menemukan pumping ASI di manapun," umpatnya dengan kesal sembari menyugar rambutnya ke belakang.
Lea melihat kanan kiri dan berusaha berpikir untuk bisa menemukan pumping ASI malam ini.
Agar ia bisa terhindar dan selamat dari El si mesum.
"Sebenarnya berandalan mana yang membeli semua pumping ASI itu, kudoakan mereka sial 7 hari 7 malam," dumelnya sembari naik ke atas motornya.
Ting
Lea merogoh ponselnya dalam saku jaketnya.
"Nancy," gumamnya kala melihat panggilan dari temannya tersebut.
Lea langsung mengangkat telepon Nancy.
"Halo Nan," jawabnya dengan cepat.
"Lea, bisa kau kemari sebentar?" pintanya pada Lea di mana Lea sedikit curiga kala suara Nancy sedikir bergetar.
Lea melihat kanan kirinya lalu kembali fokus dengan teleponnya.
"Dengarkan intruksiku baik-baik, jawab dengan deheman jika benar dan jawab tidak jika salah, kau paham?" Nancy berdeham sekilas.
"Apa ada banyak orang di sana?" Nancy berdeham membuat Lea mengangguk pelan.
"Apa kelompok itu dipimpin oleh seorang perempuan?" Nancy kembali berdeham membuat Lea menghela napas gusar.
Ia menyugar rambutnya ke belakang dan bersiap untuk pergi.
"Bisa katakan di mana kau sekarang?" tanya Lea sembari menyalakan motornya.
"Tidak. Aku di basement parkiran hotel MK Nobel," jawab Nancy singkat membuat Lea langsung melajukan motornya.
•••
Motor moge hitam pekat itu telah tiba di basement parkiran hotel MK Nobel.
Namun ia tak menemukan siapapun di sana.
Ia mencoba berkeliling di sekitar basement parkiran untuk bisa menemukan keberadaan Nancy.
Namun setelah berputar di basement parkiran, ia tak menemukan tanda-tanda keberadaan Nancy.
Ia berniat untuk pergi namun seseorang tak dikenal melayangkan balok kayu tepat pada punggungnya.
Bugh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Femmy Femmy
😀😀😀😀
2024-03-22
0
Femmy Femmy
kok panggilnya seperti itu Yaaa🤭🤣🤣
2024-03-22
0
beybi T.Halim
dimilan ada bebelac dan Dancow juga yah🤭🤭😀😀
2023-06-25
0