Setelah pesta pernikahan itu selesai, Erzan berencana untuk membawa Aina ke rumah utama. Namun, sebelum itu Aina meminta pada Erzan untuk menemui kedua orang tuanya.
"Hanya lima menit, setelah itu kamu harus sudah ada di mobil. Aku tidak suka menunggu!" tegas Erzan dengan wajah datar. Lantas setelah itu dia kembali melanjutkan langkah menuju kendaraan roda empat miliknya.
Sementara Aina langsung berlari untuk menemui Dina dan Bagaskara, sebab dia tidak memiliki waktu banyak untuk sekedar mengobrol dengan kedua orang paruh baya itu.
Melihat kedatangan Aina yang tergopoh-gopoh, Dina pun langsung berinisiatif untuk mencegat langkah Aina. "Ada apa, Nak? Kenapa kamu terlihat terburu-buru seperti itu?"
Aina nampak tersenyum, dan tak terasa air matanya juga ikut mengalir. Namun, secepat kilat Aina menghapus cairan bening itu.
Karena ia tidak ingin membuat Dina dan Bagaskara kembali merasa sedih.
"Mulai malam ini aku akan tinggal di rumah Tuan Erzan, jadi ibu dan Ayah tidak perlu mencemaskan aku, karena aku akan baik-baik saja di sana," jawab Aina berusaha untuk tetap terlihat tegar. Meksipun dia tahu kedua orang tuanya merasa sangat bersalah padanya.
Tak mampu membendung sesak di dalam dadanya, Dina langsung memeluk tubuh Aina. Sementara Bagaskara hanya mampu mengusap-usap bahu putrinya.
"Sekali lagi maafkan kami, Aina. Karena kami benar-benar tidak berdaya, gara-gara kamu kamu harus menanggung ini semua," ujar Dina dengan air mata yang bercucuran.
"Sudahlah, Bu. Semuanya sudah terjadi, aku juga sedang berusaha untuk ikhlas. Jadi, ibu dan ayah cukup do'akan aku saja. Supaya aku menjadi istri yang baik untuk Tuan Erzan," balas Aina.
"Tapi, Aina—"
"Cepatlah naik!" teriak Erzan, memotong ucapan Dina. Karena dia merasa bosan menunggu Aina yang terlalu banyak basa-basi.
"Suamiku sudah menungguku, Bu. Aku harus pergi sekarang. Ibu dan ayah tolong jaga diri ya. Sekali lagi jangan khawatirkan aku," ujar Aina dengan mantap.
Dia melepaskan pelukan Dina, meskipun sebenarnya terasa berat. Lalu melangkahkan kaki ke arah mobil Erzan. Di balik punggung ringkih itu, tetes demi tetes air mata Aina jatuh.
Akan tetapi dia terus menghapusnya dengan cepat, karena dia tidak ingin Erzan tahu.
"Aku sudah memperingatimu, tapi kenapa tidak didengar? Dasar pembangkang!" cetus Erzan saat Aina sudah berhasil duduk di sampingnya.
"Maafkan aku, Tuan," balas Aina seraya menundukkan kepala. Akan tetapi Erzan tak mau mendengar apa yang keluar dari mulut istrinya.
Dia justru meminta supir untuk lekas membawanya ke rumah utama. Di sana dia hanya tinggal bersama para pekerjanya. Sebab dua putra Erzan memilih untuk tinggal di apartemen masing-masing.
Ya, Erzan adalah seorang duda yang memiliki dua anak. Putra pertamanya adalah seorang direktur, yang siap mengikuti jejaknya. Sementara putra bungsunya masih duduk di bangku kuliah.
Tiba di rumah mewah itu, Erzan langsung turun dan meminta pelayan untuk mengantar Aina ke kamar. "Antar dia dan tunjukkan di mana letak kamarnya!"
Setelah mengatakan itu, Erzan melangkah ke arah kamarnya sendiri yang ada di lantai dua. Karena ternyata dia tidak ingin satu kamar dengan istrinya.
Erzan telah menyiapkan satu kamar untuk Aina tepat di sebelah gudang. Dan dia juga tidak memberikan pelayan khusus, sebab Aina hanya akan dia jadikan pembantu berkedok istri.
Jadi, dia tidak perlu mengeluarkan uang setiap bulannya untuk membayar Aina.
"Perkenalkan, Nona, saya Naumi, saya kepala pelayan di sini. Mari biar saya antar Nona ke kamar," ucap Naumi memperkenalkan diri pada Aina.
Gadis cantik itu mengangguk sopan. "Saya Aina, Bi." Lalu mengikuti langkah Naumi untuk menyusuri rumah megah itu.
Semua barang yang ada di rumah ini nampak mahal. Membuat Aina benar-benar merasa kecil.
Hingga tak berapa lama kemudian, keduanya sampai di sebuah ruangan yang pintunya masih tertutup. Aina merasa heran, sebab dia malah dibawa ke tempat yang rasanya tidak mungkin kalau itu kamar Erzan.
"Ini kamar anda, Nona, di lemari juga sudah ada baju ganti dan perlengkapan mandi. Tapi kalau Nona merasa ada yang kurang, Nona tinggal tanyakan saja pada saya, saya ada di dapur," ujar Naumi dengan ramah.
"Terima kasih, Bi. Tapi ngomong-ngomong suami saya ada di dalam 'kan?" tanya Aina dengan sedikit ragu.
"Maaf, Nona, Tuan hanya menempati kamar utama yang ada di lantai dua," jawab Naumi dengan jujur. Membuat kening Aina langsung berkerut, apa maksudnya? Apakah mereka akan tidur secara terpisah.
"Oh, ya sudah kalau begitu saya masuk dulu ya, Bi. Saya sudah sangat gerah."
"Iya, Nona."
Sepeninggal Naumi, Aina langsung membuka pintu kamarnya. Dan seperti yang Naumi katakan, tidak ada Erzan di sana, membuat Aina bernafas dengan lega.
Dia segera masuk dan menghempaskan pantatnya di ranjang. Kamar ini nampak sederhana, dan dia masih belum paham kenapa Erzan melakukan ini semua padanya.
Hingga tiba-tiba kamar Aina kembali terbuka, menampilkan tubuh Erzan yang dibalut handuk kimono.
Aina yang sangat terkejut langsung menegakkan tubuhnya.
Erzan menyunggingkan senyum sinis. "Heuh, apa yang kamu pikirkan? Kamu pikir aku akan memperlakukanmu layaknya ratu?"
Pria itu mendekati Aina, lalu tanpa diduga Erzan mencengkram rahang Aina, hingga wajah gadis itu terangkat. "Jangan besar kepala kamu, perlu kamu ingat bahwa aku tidak akan menyentuh gadis kampung sepertimu!"
Deg!
Sepertinya kehidupan di neraka akan dilalui oleh Aina.
***
Jangan lupa dukungannya gaes😌😌😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆 Ney Maniez ❤
waduhh galak benerr
2024-04-03
0
Alexandra Juliana
Sukurlah klo kau tdk akan menyentuh Aina, krn Aina juga g akan sudi disentuh oleh bandot tua...
2024-01-16
2
Alexandra Juliana
Semoga si Erzan cepet metong..jahara banget siihh..
2024-01-16
0