“Minuman lagi? Memangnya Bang Roki itu siapanya kamu?” Nana merasa heran melihat kakak kelasnya itu selalu saja mengirim makanan dan minuman di jam istirahatnya kepada Naura.
Sedangkan Naura, gadis itu tidak pernah mau menerima, dia akan selalu memberikan semua itu pada Nana.
“Aku juga gak tahu. Nih, buat kamu lagi,”
Kali ini Nana merasa tak enak lagi menerimanya, kenapa malah dia yang diberikan selalu?
“Gak deh, Ra. Aku udah kenyang, kamu aja yang makan.”
“Kalau begitu kasih sama yang lain aja, Na. Atau buang saja ya?” Naura benar-benar tak ingin mengambil apapun dari pemberian pria ini.
“Kenapa di buang?!”
Itu bukan Nana yang bertanya. Roki datang dari luar kelas, terlihat sedikit marah di raut wajahnya karena baru tahu selama ini ia mengirim makanan dan dibuang oleh gadis itu.
“Bang Roki?” Naura terkejut. Dia merasa tak enak karena kakak kelasnya itu telah mendengar ucapannya bersama Nana.
“Jadi, selama ini kamu kasih minuman dan makanan yang aku kirim sama teman kamu?” Roki tampak kecewa.
Padahal selama ini dia sudah senang hati dengan berpikir jika gadis itu telah menerima pemberiannya, dan itu pertanda jika ada respons positif. Tapi tak di sangka kebenaran ini membuat sudut hatinya terasa sedikit sakit.
“Maaf... Tapi aku benar-benar gak bisa terima, bang.”
“Gak bisa terima kenapa?” Ia ingat, Naura itu saat jam istirahat sangat jarang belanja. Tentu saja akhir-akhir ini dia memperhatikannya, dan ia merasa kasihan melihat gadis itu selalu menahan lapar.
“Karena aku gak suka diperlakukan seperti ini,” cicit Naura. “Lagi pula Bang roki kenapa kirim aku makanan seperti ini?”
Roki mengaruk tengkuknya, dia malu mengatakan perasaannya pada gadis belia ini.
“Itu... Itu karena abang suka sama dek Naura,”
****
Naura tidak tahu apa yang terjadi, tapi semenjak Roki mengutarakan perasaannya hari itu, ada perasan aneh jika berpapasan dengan Anak majikannya.
Bukan apa-apa. Dia memang menolak perasaan Bang roki saat itu, tapi tidak tahu kenapa semua teman-teman laki-laki itu menjadi tahu. Dan termasuk anak majikannya, mungkin karena itu Dia bersikap sinis.
Seperti sekarang ini, tidak ada angin dan tidak ada hujan tiba-tiba saja Bang Hengki menyindirnya dengan mengatakan dia gadis murahan.
Memangnya dia salah apa?
“Abang kenapa? Kenapa mengatai saya seperti itu?”
Meskipun dia sudah terlalu sering di hina dan di bully. Tapi kata-kata murahan ini tak pernah ia dapatkan sebelumnya, dan saat sekarang dia mendengarnya ia merasa sebagai anak gadis tersinggung.
Memangnya apa yang dia lakukan sehingga dikatakan murahan?
“Loh, memangnya salah ya? Kan kamu memang gadis kecil yang keganjenan merayu teman Saya.”
“Saya gak merayu teman Abang, dia sendiri yang mendekatiku,” bantahnya tak terima.
Dia baru umur 13 tahun, dan baru masuk sekolah menengah pertama. Jika gosip murahan ini terdengar Naura yakin ia akan semakin di bully.
Di desa siapa yang akan percaya gadis seusianya sudah berani membicarakan tentang pacaran. Anak gadis yang sudah dewasa saja masih di anggap tabu, lalu bagaimana dengan dirinya yang masih kecil ini?
Siapa yang tidak mengenal kumpulan-kumpulan pemuda itu di sekolahnya. Di gosip ini tersebar maka akan banyak siswi lain yang menyerangnya, apalagi teman-taman Bang roki.
Gosip ini jika tersebar tentu saja akan sangat merugikan dirinya.
“Kenapa diam, sudah sadar kamu?” tanya Hengki sinis.
“Abang gak bisa tuduh saya seperti ini. Apa yang saya katakan itu benar, saya tidak ada hubungannya dengan Bang roki. Dia sendiri yang selalu mengirimkan makanan pada saya, saya tidak pernah minta.”
“aku tidak percaya, mana mungkin Roki duluan yang mendekati mu.” Bantah Hengki.
“Kamu pikir aku mau, aku bahkan selalu memerikan makanannya pada orang lain!”
“Hey, kamu pikir kamu itu pantas untuk temanku. Lihatlah, kau itu benar-benar menjijikkan, kecil-kecil sudah berani merayu pria untuk memberi mu uang belanja. Aku akan mengadukan sifatmu ini pada ayahmu,”
Sebenarnya Hengki hanya mengancam, dia tidak benar berniat dengan ucapannya. Tapi satu hal yang tidak ketahui, Mental seseorang telah dia hancurkan dengan ancamannya.
Naura terisak, dia melihat kepergian anak majikannya itu dengan sendu.
Dia tahu... Setelah ini kehidupannya tidak akan baik-baik saja. Mungkin karena dia menolak Bang roki kemarin, jadi pemuda itu sedang membalas dendamnya. Pikir Naura.
“Kalau sampai ayah tau matilah aku... Ya tuhan, aku benar benci dengan mereka. Kenapa mereka tak membiarku tenang,”
Naura benar-benar sangat khawatir. Jika orang tuanya tahu bisa-bisa mereka berpikir itu benar dan melarangnya untuk lanjut sekolah. Naura tak mau, dia harus memikirkan cara lain agar dia bisa tetap sekolah.
“Khmm... Apa yang dikatakan tuan muda benar, Naura?”
Naura terkejut saat menyadari Bu Sarah mendengar pembicaraan mereka.
“Anu Buk... Itu tidak benar,”
“Kamu mau bilang Tuan muda bohong?” tanya Sarah menelisik, “Saya lebih percaya ucapan Den Hengki sih. Aku gak percaya... Kamu sekecil ini sudah bisa merayu laki-laki untuk meminta uang dan di berikan makanan,”
Mata gadis itu berkaca-kaca mendengar penghakiman yang di lakukan Bu Sarah.
“Aku tidak melakukan itu, Bu. Itu hanya salah paham, Bang Hengki berbohong. Aku tidak pernah merayu temanya,”
Sarah berdecak malas. Wanita itu pergi meninggalkan Naura yang sudah menangis di sudut dapur.
Note: Hay sayangku... Terima kasih yang sudah ikuti cerita ini.
Jika kalian berkenan yuk bantu author ramaikan cerita ini.
Terimakasih... Salam Cinta😘😘😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments