Siapa pencurinya?

Berita kehilangan hewan ternak menggemparkan seluruh kampung. Tak tanggung-tanggung, dikabarkan jika tiga ekor sapi sudah raip dibawa oleh pencuri.

Berita itu begitu cepat tersebar, bahkan seluruh warga sedang mencoba mencari siapa pelakunya. Banyak yang saling mencurigakan, bahkan beberapa orang ikut mencurigai keluarga Hasan karena miskin.

Tapi belum ada pada tahap saling menuduh, lagi pula orang-orang tak punya bukti apapun untuk menunjuk siapa pelakunya.

“Bagaimana dengan sekolah mu, Danar. Kapan kamu akan mendapatkan Ijazah?”

Danar terlihat senang saat mendengar pertanyaan dari ibunya, jarang-jarang mereka mau bertanya seperti ini.

“Baik... Aku baru saja mendapatkan surat kelulusan. Kata wakil kepala sekolah, aku bisa mengambil ijazah dua minggu lagi jika ingin buru-buru.”

“Wah, cepat sekali.” Tiara terdengar senang. Sebentar lagi mereka akan punya saudara yang tamat sekolah menengah Atas, ini suatu kebanggaan bagi mereka di zaman itu.

Sebelumnya tiga kakak perempuan mereka belum ada yang tamat sekolah menegah atas. Mereka hanya tamat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Tapi untungnya mereka punya nasib yang cukup baik dan bisa bekerja di kota. Meskipun hanya menjadi pembatu di rumah orang kaya, tapi itu cukup bagus dari pada hidup di kampung dengan kemiskinan yang membuat menderita.

“Lalu apa rencanamu setelah ini?”

Danar tersenyum, “Bu, aku akan seperti kakak-kakak yang lain. Aku akan merantau cari pekerjaan. Dengan ijazah yang aku bawa bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.”

Hanum tersenyum. Dia mengerti perasaan anak-anaknya, memangnya siapa yang betah hidup susah seperti mereka sekarang ini?

Hanya menjadi buruh tani, setiap hari pergi ke ladang orang hanya untuk dapat membeli sesuap nasi. Tapi jika mereka merantau tentu saja penghasilan akan lebih banyak, mereka akan bisa menabung untuk masa depannya nanti.

“Sebentar lagi padi kita akan panen. Jika kita punya sedikit lebih uang setelah membayar hutang, ibu akan memberikan padamu untuk bekal di jalan.”

Kali ini Danar benar-benar merasa bahagia. Perhatian dari ibunya ini adalah sesuatu yang mencengangkan. Biasanya hanya tahu memaki dan memarahi anak-anaknya jika malas dan membangkang.

“Terima kasih, Bu.”

Danar melihat kedua adik perempuannya. Setelah dia pergi tidak akan ada lagi yang menemani mereka pergi jalan-jalan atau mungkin memancing bersama di sungai.

“Tata, sebentar lagi kamu akan kelas lima. Kamu harus rajin belajar agar bisa ikut abang ke kota nanti,”

Tata mengangguk dengan semangat. “Tentu saja. Aku juga ingin seperti abang yang lulus sekolah menengah atas, aku pasti akan menjadi orang yang menghasilkan banyak uang nanti.”

Danar dan Hanum tersenyum mendengar ucapan gadis kecil itu. Tapi sesaat Danar langsung terdiam saat menoleh pada adik bungsunya.

Disana, disudut rumah Naura terlihat tertunduk diam mendengar pembicaraan mereka. Danar merasa aneh karena itu ia langsung menyamperi sang adik kesayangannya itu.

“Naura... Kamu kenapa?”

Gadis kecil itu terlihat menyeka sudut matanya, sepetinya dia baru saja menitikkan air mata.

Melihat hal itu Danar semakin kawatir, dia tidak tahu apa yang salah dengan adiknya. Atau mungkin Ibunya tadi memukulinya?

“Kamu kenapa?”

Naura menggeleng, lalu dia lagi-lagi tertunduk sedih. “Abang akan pergi? Lalu siapa yang akan bantu kami mengerjakan tugas sekolah nanti? Siapa yang akan membawa kami jalan-jalan dan memancing?”

Danar sedikit tercengang. Dia tidak menyangka adiknya akan sesedih ini mendengar kepergiannya. Hanya saja dia juga tak mungkin akan selalu tinggal di kampung, jika begitu rasanya percuma dia sekolah tingi-tingi.

Danar mengulur tangannya, menarik adiknya agar berhenti menangis.

“Abang kan pergi untuk cari uang. Kalau nanti Abang dapat uang yang banyak kita akan beli baju sekolah baru buat kalian, bagaimana?”

Sebenarnya jika boleh memilih tentu saja Naura akan tetap memilih agar kakaknya tidak pergi. Tapi dia sudah berpikir dewasa dari kecil, dia tahu kakaknya tidak mungkin hidup selalu seperti sekarang ini. Mungkin juga nanti mereka akan lebih baik jika sang abang bekerja di kota.

.....

10 hari kemudian.

Seluruh kampung sedang sibuk dengan mengumpulkan hasil panen sawah. Tak terkecuali keluarga kecil di ujung bukit itu. Bahkan bisa di katakan sekarang rumah-rumah kosong karena mereka sibuk memanen padi.

Pagi-pagi sekali Hasan juga sudah keluar, bagi seorang yang menjadi buruh tani, masa-masa sekarang ini adalah saatnya mereka bekerja dengan rajin agar bisa mendapat upah yang lebih banyak.

Bahkan kabar kehilangan sapi kemarin juga mulai meredup, warga mulai melupakannya dengan berlahan.

Tapi tentu saja tidak dengan pemilik ternak, meskipun gosip sudah padam tentang hal itu, diam-diam tentu saja dia masih menyelidiki siapa pencurinya.

“Hasan!”

Seseorang berteriak di pinggir sawah. Terlihat sekumpulan orang yang sedang melambai padannya.

“Kalian memanggilku?”

“Tentu saja, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan. Bagaimana kalau kita singgah di kedai itu dulu untuk mengopi?”

Hari masih terlalu pagi. Hasan merasa tak ada salahnya berbicara dengan orang-orang penting ini dulu. Lagi pula ia juga ingin tahu mengapa mereka mencari dirinya.

Di tahun 2000an ini orang yang berpangkat sangat di hormati, karena bagi masyarakat dia adalah pemimpin yang berhati jujur. Begitu juga dengan hasan, mana berani dia mencari masalah pada pengurus desa.

“Jadi... Kalian mencari saya kenapa?”

Pak Ahmad yang sebagai kepala desa segera angkat bicara. “Sebenarnya... Mohon maaf pak Hasan. Saya harap dengan apa yang kami sampaikan tidak membuat Anda salah paham.”

“Kalian tidak perlu bertele-tele. Sebentar lagi harus pergi kerja, jadi cepat katakan saja.

Mereka menarik nafas dalam-dalam sebelum berucap, “kami mendapat laporan jika beberapa hari yang lalu putra bapak mencari pinjaman uang di sepanjang kampung, apa itu benar?”

Hasan merasa perasaannya mulai tak enak. “Iya. Aku sudah memarahinya karena berbuat malu, tapi dia beralasan uang itu untuk membayar uang sekolah sebelum ujian akhir.”

Hasan menarik nafas panjang, lalu dia berkata lagi. “Kamu tahu kan pak kepala desa... Kami ini keluarga miskin. Waktu itu saya tidak punya uang untuk diberikan padannya, karena itulah dia mencoba mencari pinjaman.”

Pak Ahmad mengerti. Tapi sekarang bukan itu inti masalahnya yang ingin ia bicarakan.

“Maaf pak hasan, sebenarnya kami bukan ingin menuduh anak bapak, tapi... Kemarin ada seorang anak kecil yang mengaku telah melihat putra bapak ikut bersama segerombolan pencuri membawa Sapi paj Denny.”

Pada titik ini pria tua itu merasakan hidupnya hancur seketika. Hal ini benar-benar memalukan, Hasan merasa sulit mempercayai kabar ini.

“Apa kalian tidak salah tuduh? Anak saya tidak mungkin mencuri,”

“Kami sudah punya saksi, bagaimana bapak masih menolak kenyataan ini.” Wakil kepala desa itu berbicara dengan keras, “kami akan menyelidiki masalah ini lagi, jika terbukti anak bapak pencurinya terpaksa dia kami bawa ke kantor polisi.”

Setelah itu mereka semua pergi meninggalkan Hasan yang terlihat masih tergugu dengan berita itu.

*****

Episodes
1 Dihina keluarga sendiri
2 Padi yang dimakan burung
3 Mau ujian
4 Tertekan
5 Siapa pencurinya?
6 Haruskah pergi?
7 Kepergian Danar
8 Karena dia miskin
9 Penyesalan
10 Perjuangan yang panjang
11 Surat dari Danar
12 Kisah masa lalu
13 Rasa yang berbeda
14 menyakitkan
15 Petaka 1
16 Tak ingin dilahirkan
17 Rasa sakit yang sebenarnya
18 Ingin pergi 1
19 Ingin pergi 2
20 Menunggu masa depan
21 Kembali untuk membuktikan
22 Ada batasannya
23 Kenangan atau dendam?
24 Alasan menjadi pencuri
25 Kenapa bertemu sekarang?
26 Bertengkar dan ingin balas Dendam
27 Danar yang tersipu
28 Tante yang cerewet 1
29 Ruang sunyi membuat bahagia
30 Kekesalan Naura
31 Pembalasan Naura
32 kepergian Danar ke kota
33 Mulai berbisnis
34 Aku di didik dan Kamu tidak!
35 Hengki dan Ema yang mencurigakan
36 Kebaikkan untuk berbagi
37 Takut untuk menyerah
38 Tata kembali
39 Tata kembali 2
40 Kabar yang membuat heboh
41 Penyesalan yang tidak berarti
42 Bibi Rosi yang jahat
43 Solusi yang sulit
44 Penolakan yang menyakitkan
45 Tata kembali kerumah
46 Tidak disangka akan begini
47 Tak boleh asal pilih
48 Andai dari dulu
49 Dimasa depan
50 Hati yang busuk akan tetap busuk
51 Mantan berulah
52 Kelahiran jagoan
53 Bertemu dengan Om Sandi
54 Pilih kasih
55 Apa kamu sudah bertanya padanya?
56 Biarkan karma yang berjalan
57 Balasan seperti apa yang inginku beri?
58 Akankah membawa adik?
59 Om Sandi datang
60 Melamarmu
61 Luar biasa mengejutkan
62 Tertunda karena Masalah
63 Calon menantu?
64 Hampir selesai
65 terbongkar
66 Om Jijik gak?
67 Bagaimana balasannya?
68 Naura menerima
69 Doa terakhir (Tamat)
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Dihina keluarga sendiri
2
Padi yang dimakan burung
3
Mau ujian
4
Tertekan
5
Siapa pencurinya?
6
Haruskah pergi?
7
Kepergian Danar
8
Karena dia miskin
9
Penyesalan
10
Perjuangan yang panjang
11
Surat dari Danar
12
Kisah masa lalu
13
Rasa yang berbeda
14
menyakitkan
15
Petaka 1
16
Tak ingin dilahirkan
17
Rasa sakit yang sebenarnya
18
Ingin pergi 1
19
Ingin pergi 2
20
Menunggu masa depan
21
Kembali untuk membuktikan
22
Ada batasannya
23
Kenangan atau dendam?
24
Alasan menjadi pencuri
25
Kenapa bertemu sekarang?
26
Bertengkar dan ingin balas Dendam
27
Danar yang tersipu
28
Tante yang cerewet 1
29
Ruang sunyi membuat bahagia
30
Kekesalan Naura
31
Pembalasan Naura
32
kepergian Danar ke kota
33
Mulai berbisnis
34
Aku di didik dan Kamu tidak!
35
Hengki dan Ema yang mencurigakan
36
Kebaikkan untuk berbagi
37
Takut untuk menyerah
38
Tata kembali
39
Tata kembali 2
40
Kabar yang membuat heboh
41
Penyesalan yang tidak berarti
42
Bibi Rosi yang jahat
43
Solusi yang sulit
44
Penolakan yang menyakitkan
45
Tata kembali kerumah
46
Tidak disangka akan begini
47
Tak boleh asal pilih
48
Andai dari dulu
49
Dimasa depan
50
Hati yang busuk akan tetap busuk
51
Mantan berulah
52
Kelahiran jagoan
53
Bertemu dengan Om Sandi
54
Pilih kasih
55
Apa kamu sudah bertanya padanya?
56
Biarkan karma yang berjalan
57
Balasan seperti apa yang inginku beri?
58
Akankah membawa adik?
59
Om Sandi datang
60
Melamarmu
61
Luar biasa mengejutkan
62
Tertunda karena Masalah
63
Calon menantu?
64
Hampir selesai
65
terbongkar
66
Om Jijik gak?
67
Bagaimana balasannya?
68
Naura menerima
69
Doa terakhir (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!