Ujian telah selesai dilaksanakan. Sekarang semua murid sedang sibuk melakukan lomba-lomba kecil sebagai pemeriah hari sebelum menerima Rapor.
“Naura, sebaiknya kamu gak usah ikut pertandingan, hanya kan membuat kelas kita kalah.”
Vellya, teman sekelas Naura datang menghadang gadis itu agar tak ikut dalam pertandingan.
“Memangnya kenapa?”
“Karena kamu gak pantas! Dasar dekil,”
Anak umur sembilan tahun bagaimana bisa berbicara begitu kasar, tentu saja itu ajaran ibu-ibu mereka.
Sebenarnya jika bukan karena Hasan yang menikah dengan istrinya yang merupakan orang miskin dan hidup sengsara, mungkin keluarga dan orang di sekitarnya tidak akan berubah benci.
Kebencian itu berawal dari keluarga Hasan sendiri yang menjelek-jelekkan keluarga mereka. Hal itu memunculkan kebencian dan rasa jijik dari orang kampung, sampai semua orang ikut tidak menyukai anak-anak mereka yang hidup sengsara.
“Aku akan tetap ikut, bukankah ibu guru boleh?”
Ya, Naura ingat saat pemilihan murid-murid yang ikut di dalam kelas mereka dan dia terpilih. Lalu kenapa temannya ini malah melarang.
“Kamu gak pantas, lebih baik kamu biarkan Rara saja yang ikut main.”
Semakin merasa terpojok, pada akhirnya Naura hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tidak ingin semakin di benci oleh teman sekelasnya.
.....
“Kamu kenapa?” Nanda yang melihat Naura yang berwajah murung segera bertanya.
“Aku... Teman-teman melarangku ikut main,”
Nanda, dia tidak ubahnya seperti Naura. Anak laki-laki yang satu kelas dengan Naura itu juga mendapatkan buly dari teman sekelasnya.
Mungkin dia karena terlahir menjadi laki-laki yang gemulai, membuat teman-temanya mengejeknya BENCONG.
“Apa mereka masih belum mau berteman dengan kamu?” tanya Nanda yang diangguki Naura. “Kita sama, aku juga tidak punya teman di sekolah.”
“Kenapa?”
“Engahlah, aku juga tidak mengerti. Mereka selalu mengejekku, padahal kan memang sikapku dari lahir seperti ini,”
Naura tersenyum kecil. “Kalau begitu kita berdua saja berteman, bagaimana?”
Harapan jelas terlihat dari dua wajah kecil itu. Saat itulah pertemanan terjadi, membaut Naura dan Nanda menjadi sangat dekat bagaikan saudara.
****
Di kota Pekanbaru...
Danar terliat pulang dari tempatnya bekerja. Sudah satu minggu bekerja, dan syukurnya sekarang mereka bisa menyewa kontrakan kecil tempat berteduh.
Riki dan dia terpaksa berpisah, karena temannya itu harus bekerja dimana sudah disiapkan mes untuk tempat tinggal karyawan yang pekerja pabrik itu.
Jadi sekarang Ia harus pandai-pandai hidup sendiri dengan apa adannya.
Saat di tegah jalan yang ia lintas, di sebuah rumah yang banyak di huni oleh anak-anak kecil, terlihat merek sedang sibuk bermain. Danar terpaku di depan sana.
Beberapa hari ini ia cukup sering kesini, dia merasa nyaman dan melihat mereka membuat Danar teringat akan dirinya dulu.
“Kalian membuat aku teringat kampung,” berlahan senyum perih pemuda itu terlukis. “Aku tidak tahu mana yang beruntung, kalian atau aku?”
Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas dalam pikiran Danar. Beruntungkah dirinya dari pada anak-anak itu karena masih punya orang tua?
Tapi bukankah mereka terlihat lebih bahagia karena masih bisa tertawa. Sedangkan dia dulu yang masih tinggal dengan ibu dan bapaknya hanya ada ketakutan karena kerasnya didikan mereka. Bukankah mereka lebih beruntung bisa hidup bebas?
Danar menyikap baju lengan kirinya, ia menatap bekas luka yang dia dapatkan dari pukulan ayahnya dulu. Masih terbayang bagaimana perihnya dulu, dia bahkan sampai demam dua hari, dan saat itu hanya adik-adiknya saja yang merawatnya, ibunya bahkan hanya menatap acuh.
Bolehkah aku membenci mereka?
....
“Loh, nak Danar kenapa berdiri disini?”
Danar terkejut saat dirinya di panggil oleh ibu-ibu. Ternyata pemilik panti, Danar cukup kenal karena rumah kontrakannya tak begitu jauh dari sini.
“Ah, Ibu... Maaf,”
“Kamu baru pulang kerja ya? Kenapa hanya lihat dari luar, ayo masuk dan sapa adik-adik kamu.”
“Iya, Bu. Sepertinya kali ini aku gak mampir, ingin istirahat lebih cepat bu.”
"Ibu mengerti, kalau begitu sebentar ya. Ibu ambil sesuatu dulu,"
Sebenarnya Danar ingin mencegah, tapi Ibu itu sudah keburu masuk ke dalam panti terlebih dahulu.
Danar sebenarnya sedikit malu, setiap kesini Ibu Mala ini sering kali memberinya makanan padannya. Tapi jika menolak ia juga sangat membutuhkan itu.
Dia belum pernah gajian, uang yang dia pegang pun uang pemberian Riki. Saat dia diberi makan geratis seperti ini rasannya dia sangat besyukur.
"Nah, ini Nak Danar tadi ada sedikit rezeki dari orang baik. Kuenya Ibu bagi-bagi sama adek, nah ini untuk kamu ya."
"Ah, terima kasih banyak bu. Tapi...,"
"Sudah, kamu gak usah sungkan. Angap aja panti ini seperti rumah sendiri, ya." ucap Ibu Mala.
Setelah mendengar bagaimana nasib hidup Danar yang begitu menyedihkan, Mala merasa kasihan melihat pemuda itu. Karena itu dia memperhatikannya, dia mengangap pemuda ini bagian dari panti ini meskipun tidak tinggal bersama disini.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Yusee Justicia
syukur lah Danar bertemu dengan orang yg baik...
2023-06-30
0