Padi yang dimakan burung

Padi yang telah menguning memang pemandangan yang sangat menakjubkan bagi seseorang yang jarang melihatnya. Tapi Bagi sang gadis kecil, hal ini sudah biasa, bahkan bisa di katakan dia bosan berada di sana sepanjang hari.

Menjaga burung agar tak hinggap dan memakan padi, tugas ini sudah menjadi makanan sehari-hari gadis kecil itu. Jangan ditanya kemana ibu dan bapaknya pergi sehingga tak membatunya menjaga burung, itu karena kedua orang tuanya telah pergi ke kebun orang lain untuk bekerja, dan akan kembali bila telah Sore saja.

“Dek, ayo makan. Kamu dari pulang sekolah belum makan sedikit pun,” Tata memanggil sang adik yang terlihat asyik bermain dengan seekor anak burung yang di dapatkan di batang-batang padi.

“Iya kak, sebentar.”

Kulit yang terlihat begitu gelap karena sering berjemur di terik mata hari, membaut dua bocah itu terlihat begitu menyedihkan.

Selang beberapa menit mereka telah selesai menghabiskan makan siangnya. Entak karena terlalu lapar atau memang masakan itu begitu enak, mereka bahkan melupakan pekerjaan mereka dan lengah sehingga membuat masalah.

Melihat burung-burung telah berkerumun di ujung sawah sana, Tata hanya biasa berteriak heboh untuk mengusir burung-burung itu agar lelas pergi.

“Ya tuhan, Dek. Pasti nanti kita akan dimarahi Ibu sama Ayah. Padi begitu banyak habis dimakan burung,”

Naura hanya termenung mendengar kata-kata kakaknya. Sepertinya pulang nanti mereka akan kena pukul lagi karena tidak becus menjaga padi.

“Kakak, aku takut.” Air mata mengalir di pipinya, Naura tak bisa menyembunyikan ke khawatirkannya dengan menghadapi kemarahan kedua orang tuanya di malam hari nanti.

“Tidak apa-apa, biar kakak coba bersihkan agar tak terlalu kelihatan. Berdoa saja hari ini Bapak gak ke sawah,”

Meskipun mereka tahu itu pasti tak akan terjadi, tapi tetap saja berharap kali ini mereka tak lagi dapat kena marah yang berakhir dengan cubitan dan pukulan pada mereka karena membuat kesalahan.

Bagaimanapun cara mereka mencoba menghilangkan jejak, tetap saja sepah padi yang habis di makan burung tetap saja berserakan dimana-mana.

“Dek, jaga padi yang alin Ya. Biar ini kakak yang urus,”

Menghapus air matanya dengan kasar, gadis kecil itu kembali berkeliling sawah untuk menjaga padi lagi. Begitu seterusnya, sampai terlihat matahari sudah terbenam barulah mereka akan kembali ke rumah untuk beristirahat.

*****

“Bagaimana bisa Padi yang begitu bagus habis di makan Burung!?”

Bapak berteriak marah pada semua anaknya. Benar apa yang Tata kawatirkan tadi siang, ternyata bapaknya tahu kalau padi banyak habis dimakan burung.

Yang biasanya senja-senja begini rumah itu sunyi, tapi sekarang diisi dengan teriakan kemarahan sang ayah dan beberapa kali terdengar juga suara ibuk yang tak kalah bengis.

Tak ada yang berani menjawab, bahkan Tata, Naura dan juga Danar tak ada yang berani bersuara. Memangnya apa yang bisa mereka jawab? Jangankan membantah, bersuara saja mungkin sekarang mereka tak akan berani.

“Sebenarnya Apa yang kalian lakukan disawah? Hanya menjaga padi saja kalian tidak becus!” kali ini Ibuk yang membentak mereka.

Lagi-lagi tak ada jawaban. Rumah yang terbuat dari papan itu kembali sepi setelah mereka sempat heboh tadinya. Cahaya yang remang-remang sari lampu semprong yang menyala redup.

“Sudah! Sekarang pergi tidur sana,” setelah mendapat izin dari sang ibu, mereka bertiga langsung meninggalkan ruang keluarga itu dengan kepala tertunduk.

Ya, merek memang semiskin itu. Hidup di gubuk, tak punya listrik, masih sangat jauh dari kata sederhana. Mungkin bisa dikatakan terlalu miskin.

Buka karena kampungnya yang belum maju, tidak. Di tempat ini bisa dibilang sudah sangat maju, listrik juga sudah ada di setiap rumah. Hanya saja satu keluarga ini yang terbilang sangat miskin, untuk membawa listrik ke rumah mereka yang jauh dari pusat kampung membuat kendala, selain itu mereka juga tak punya uang.

****

“Dek, apa hari ini kalian sekolah?” Danar memanggil kedua adik perempuannya. Pria yang sudah menduduki bangku SMA itu mengusap lembut kepala sang adik.

“Iya, Bang. Kenapa?”

Danar tersenyum canggung. Dia ragu ingin mengatakan pada adiknya, tapi jika tidak ia juga tak bisa pergi sekolah hari ini.

“Kalian ada uang tidak? Abang gak punya uang sedikit pun, kalau abang sekolah gak tahu bayar ongkos dengan apa,” Danar berucap lesu.

Memang seperti itu sulinya mereka sekolah. Bahkan beberapa kali Bapak dan ibuk menyurih pemuda itu berhenti saja dari sekolahnya, agar bisa membatu mereka mengurus sawah dan mencari uang untuk membeli beras. Tapi dasarnya Danar yang bertekat kuat, dia tak ingin putus sekolah seperti tiga kakaknya yang lain hanya tamat SD dan SMP saja.

Tata menatap adik dan abangnya bergantian. Gadis kecil yang sudah hampir menginjak remaja itu hanya bisa berpikir kecil.

“Uang ku ada, Bang. Tapi Cuma sedikit, itu pun rencananya buat angsuran bayar buku LKS.”

Naura yang melihat kakaknya yang berat memberi uang pada sang abang ia menjadi kasihan. Gadis kecil itu membuka tak kecilnya, mengeluarkan beberapa uang koin dari sana lalu memerikannya pada sang abang.

“Naura Cuma punya se gini, apakah sampai?”

Danar tersenyum haru. Dari banyaknya saudara memang adik bungsunya ini yang paling lembut hatinya. Karena itulah Danar sangat menyayanginya. Meskipun ia sering kali menjahili dan membuat adik bungsunya ini nangis, tapi dengan cara itu pula dia menunjukkan kasih sayangnya.

“Terima kasih, Dek. Lain kali kalau kakak punya uang kakak ganti ya,” Si kecil hanya mengangguk kecil.

Bersambung...

Episodes
1 Dihina keluarga sendiri
2 Padi yang dimakan burung
3 Mau ujian
4 Tertekan
5 Siapa pencurinya?
6 Haruskah pergi?
7 Kepergian Danar
8 Karena dia miskin
9 Penyesalan
10 Perjuangan yang panjang
11 Surat dari Danar
12 Kisah masa lalu
13 Rasa yang berbeda
14 menyakitkan
15 Petaka 1
16 Tak ingin dilahirkan
17 Rasa sakit yang sebenarnya
18 Ingin pergi 1
19 Ingin pergi 2
20 Menunggu masa depan
21 Kembali untuk membuktikan
22 Ada batasannya
23 Kenangan atau dendam?
24 Alasan menjadi pencuri
25 Kenapa bertemu sekarang?
26 Bertengkar dan ingin balas Dendam
27 Danar yang tersipu
28 Tante yang cerewet 1
29 Ruang sunyi membuat bahagia
30 Kekesalan Naura
31 Pembalasan Naura
32 kepergian Danar ke kota
33 Mulai berbisnis
34 Aku di didik dan Kamu tidak!
35 Hengki dan Ema yang mencurigakan
36 Kebaikkan untuk berbagi
37 Takut untuk menyerah
38 Tata kembali
39 Tata kembali 2
40 Kabar yang membuat heboh
41 Penyesalan yang tidak berarti
42 Bibi Rosi yang jahat
43 Solusi yang sulit
44 Penolakan yang menyakitkan
45 Tata kembali kerumah
46 Tidak disangka akan begini
47 Tak boleh asal pilih
48 Andai dari dulu
49 Dimasa depan
50 Hati yang busuk akan tetap busuk
51 Mantan berulah
52 Kelahiran jagoan
53 Bertemu dengan Om Sandi
54 Pilih kasih
55 Apa kamu sudah bertanya padanya?
56 Biarkan karma yang berjalan
57 Balasan seperti apa yang inginku beri?
58 Akankah membawa adik?
59 Om Sandi datang
60 Melamarmu
61 Luar biasa mengejutkan
62 Tertunda karena Masalah
63 Calon menantu?
64 Hampir selesai
65 terbongkar
66 Om Jijik gak?
67 Bagaimana balasannya?
68 Naura menerima
69 Doa terakhir (Tamat)
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Dihina keluarga sendiri
2
Padi yang dimakan burung
3
Mau ujian
4
Tertekan
5
Siapa pencurinya?
6
Haruskah pergi?
7
Kepergian Danar
8
Karena dia miskin
9
Penyesalan
10
Perjuangan yang panjang
11
Surat dari Danar
12
Kisah masa lalu
13
Rasa yang berbeda
14
menyakitkan
15
Petaka 1
16
Tak ingin dilahirkan
17
Rasa sakit yang sebenarnya
18
Ingin pergi 1
19
Ingin pergi 2
20
Menunggu masa depan
21
Kembali untuk membuktikan
22
Ada batasannya
23
Kenangan atau dendam?
24
Alasan menjadi pencuri
25
Kenapa bertemu sekarang?
26
Bertengkar dan ingin balas Dendam
27
Danar yang tersipu
28
Tante yang cerewet 1
29
Ruang sunyi membuat bahagia
30
Kekesalan Naura
31
Pembalasan Naura
32
kepergian Danar ke kota
33
Mulai berbisnis
34
Aku di didik dan Kamu tidak!
35
Hengki dan Ema yang mencurigakan
36
Kebaikkan untuk berbagi
37
Takut untuk menyerah
38
Tata kembali
39
Tata kembali 2
40
Kabar yang membuat heboh
41
Penyesalan yang tidak berarti
42
Bibi Rosi yang jahat
43
Solusi yang sulit
44
Penolakan yang menyakitkan
45
Tata kembali kerumah
46
Tidak disangka akan begini
47
Tak boleh asal pilih
48
Andai dari dulu
49
Dimasa depan
50
Hati yang busuk akan tetap busuk
51
Mantan berulah
52
Kelahiran jagoan
53
Bertemu dengan Om Sandi
54
Pilih kasih
55
Apa kamu sudah bertanya padanya?
56
Biarkan karma yang berjalan
57
Balasan seperti apa yang inginku beri?
58
Akankah membawa adik?
59
Om Sandi datang
60
Melamarmu
61
Luar biasa mengejutkan
62
Tertunda karena Masalah
63
Calon menantu?
64
Hampir selesai
65
terbongkar
66
Om Jijik gak?
67
Bagaimana balasannya?
68
Naura menerima
69
Doa terakhir (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!