Malam harinya. Queen terdiam di meja kerjanya sambil mengamati secarik kertas yang dia temukan di kepala domba waktu itu. Dia berusaha memutar otaknya memikirkan siapa kemungkinan yang mengirimkan itu. Dan apakah kejadian hari itu ada hubungannya dengan bunga beracun tadi siang.
"Kau harus berterimakasih padaku..." gumam Queen membaca sebuah kalimat yang tertera di kertas tersebut. "Apa maksudnya?" gumamnya lagi.
Sekarang otaknya benar-benar sudah buntu. Kasus tentang pembunuhan berantai hari saja belum menemukan titik terang. Dan kini misteri mengenai kematian ibunya yang satu persatu mulai muncul semakin membuatnya pusing.
"Maksudnya kau harus berterimakasih kepadanya karena dia sudah membantumu." ucap seseorang tiba-tiba.
Queen yang terkejut refleks berdiri. Dan dugh. Kepalanya terbentur dagu seseorang yang berdiri di belakangnya. "Ashh..." desis Queen sambil mengelus kepalanya.
"Kau wanita, kenapa kepalamu sekeras batu?!" celetuk seseorang yang tidak lain adalah Regan. Laki-laki itu mengelus-elus dagunya yang terasa sakit dengan ekspresi cemberut kesal.
"Salah sendiri kau mengagetkanku." sahut Queen.
Regan memutar bola matanya malas. Laki-laki itu mengambil secarik kertas yang ada di tangan Queen. Dibacanya kalimat yang ada di kertas tersebut. Keningnya mengerut ketika melihat noda darah yang ada di kertas tersebut.
"Kau ada masalah dengan seseorang?" tanya Regan.
"Bukan urusanmu! Ayo! Katanya ingin jalan-jalan!" ajak Queen sambil menarik Regan keluar dari kantor polisi karena dia tidak ingin Aiden atau Arthur melihatnya jalan berdua dengan laki-laki. Aiden mungkin diam saja. Tapi Arthur? Bisa-bisa dia di ledek habis-habisan oleh sahabatnya yang satu itu.
Tapi, ketika sampai di depan kantor polisi mereka malah bertemu Aiden dan Arthur yang baru saja kembali dari rumah sakit setelah melihat kondisi Javas.
"Jadi ini yang kau bilang urusan mendadak?" tanya Aiden dengan wajah datarnya.
Regan menggaruk leher belakangnya yang tidak terasa gatal sambil cengar-cengir. Padahal dia tadi buru-buru ke kantor polisi selagi Aiden dan Arthur di rumah sakit untuk menghindari mereka, eh malah bertemu disini.
"Malam ini aku pinjam waktunya." ucap Regan. Kemudian dia menarik tangan Queen dan mengajaknya masuk ke dalam mobilnya. Lalu ia segera menjalankan mobilnya pergi dari kantor polisi.
"Ada apa dengan ekspresi itu?" tanya Aiden melihat ekspresi wajah Arthur yang terlihat lelah. Tidak seceria biasanya.
"Tidak apa-apa. Aku hanya lelah." jawab Arthur sambil menunjukkan senyum ceria seperti biasanya. "Ngomong-ngomong, anda tadi terlihat benar-benar akrab dengan dokter Regan. Apakah anda tidak bisa bersikap seperti itu pada kami?" tanya Arthur sambil mengedipkan matanya berulang kali.
"Jadilah sahabatku terlebih dahulu." sahut Aiden kemudian langsung pergi masuk ke kantor polisi.
"Ada ya senior modelan begitu?" gumam Arthur sambil menyungging senyum tertekan menghadapi sifat seniornya yang dinginnya kelewatan.
Disisi lain.
Queen sejak tadi terdiam memikirkan Arthur yang diluar dugaannya. Dia mengira jika Arthur melihatnya bersama Regan, sahabatnya itu akan meledek dirinya. Tapi dia salah, Arthur terlihat biasa saja dan tidak tertarik meledeknya bersama Regan.
Karena terlalu lama hening. Akhirnya Regan membuka suaranya terlebih dahulu untuk memecahkan keheningan.
"Waktu itu, siapa detektif yang menangani kasus ibumu?" tanya Regan.
"Senior Louis Sebastian. Tapi dia sudah pensiun beberapa bulan setelah aku menjadi detektif." jawab Queen. "Memangnya kenapa?" tanyanya kemudian.
"Tidak. Kalau detektif yang menangani kasus ibumu detektif Louis, berarti Aiden juga turut menangani kasus ibumu itu." ucap Regan.
Queen manggut-manggut. "Hm iya, waktu itu Detektif Aiden masih menjadi junior Detektif Louis." sahut Queen membenarkan perkataan Regan.
"Lantas, kau tidak pernah menanyakan ini kepadanya?" tanya Regan lagi.
"Tidak. Kasus kematian mama sudah lama ditutup. Aku tidak ingin membuatnya semakin sibuk dengan mengungkit kembali tentang kasus kematian mama." jawab Queen sambil menatap ke luar melalui jendela mobil. "Aku akan berusaha mencari kebenaran atas kematian mama sebisaku. Tanpa merepotkan senior " ucapnya lagi.
Regan dibuat tertegun dengan jawaban Queen. Padahal gadis itu sangat penasaran dengan kematian ibunya yang tidak masuk akal, tapi dia tidak mengungkit kasus itu agar seniornya tidak kewalahan. "Kenapa sifatnya sama sepertinya? Sama-sama tidak mau merepotkan orang lain karena masalahnya." batin Regan sambil sesekali melirik Queen yang ada disampingnya.
Setelah pembicaraan itu mereka kembali saling diam hingga sampai di tempat tujuan mereka. Yaitu sebuah taman hiburan.
"Di umur segitu kau masih suka datang ke tempat seperti ini?" tanya Queen heran.
"Memangnya kenapa? Apa umur 30 tahun tidak boleh bersenang-senang?" tanya Regan sambil tersenyum meledek.
"Boleh saja sih, hanya saja... kita sudah dewasa dan kau mengajakku ke tempat seperti ini... rasanya agak aneh..." ucap Queen sambil menatap komedi putar yang berputar secara perlahan di depan mereka.
"Makanya.. Sesekali orang dewasa juga harus datang ke tempat bermain untuk menghilangkan stress." kata Regan dengan tangan yang mengacak pelan rambut Queen. Lalu laki-laki itu mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Queen, hingga membuat gadis itu memundurkan wajahnya beberapa centi. "Lagipula, walau usiaku 30 tahun, aku masih terlihat seperti anak SMA kan?" tanya Regan sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Sialan..." desis Queen sambil memalingkan wajahnya yang sedikit memerah. Siapa juga yang tidak memerah jika melihat wajah tampan dengan jarak sedekat itu? Ya, sekalipun Regan terdengar terlalu percaya diri... tapi itu tidak salah. Dalam hatinya Queen mengakui kalau saja Regan memakai seragam anak SMA orang pasti masih mengira laki-laki itu pelajar. Karena wajahnya terlalu muda untuk umurnya yang sudah kepala tiga.
"Ayo naik komedi putar!" ajak Regan.
"Tidak mau!" tolak Queen dengan spontan.
Regan mengerutkan keningnya. "Kenapa? Kau takut naik komedi putar?" tanya Regan.
"Siapa bilang?!"
Regan tersenyum puas. "Makanya kalau nggak takut, ayo naik komedi putar!" ajak Regan untuk yang kedua kalinya dan akhirnya gadis itu mau di ajak untuk bermain bersama.
Tadinya Regan ingin menanyakan perihal Queen sahabat kecilnya kepada Queen yang ada bersamanya saat ini. Tapi melihat kondisi Queen saat ini, dia tidak tega menanyakan hal itu kepadanya. Sudah banyak hal yang dipikirkan gadis itu, dia tidak ingin menambah pikiran detektif muda itu.
"Pending dulu gapapa deh..." desis Regan sambil tersenyum tipis menatap Queen yang terlihat senang naik komedi putar.
...***...
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments