17 | Sebuah janji

Tidak seperti janjinya dengan Navaro untuk tidak mendekati Atlanna lagi, Raskal nekat pergi menemui gadis itu saat setelah Navaro dipulangkan selama tiga hari. Jantung nya berdegup kencang, beberapa kali Raskal meyakinkan diri nya jika ini bukan perasaan suka kepada Atlanna.

Lelaki itu tersenyum miris, tatapan Atlanna sangat kosong. Detik kemudian ia menghela nafas lega saat tidak mendapati tanda-tanda gadis itu membuat garis baru di lengan nya.

"Mau sampai kapan lo kayak gini, Ta?" ujar nya pelan.

Atlanna menoleh, kedua alisnya tertaut tak suka mendengar nada Raskal yang terdengar seperti mengasihani hidupnya. "Maksud lo apa?"

"Lo semakin hari semakin deket sama Ravloska, lo itu cewek, nggak seharusnya lo selalu sama mereka." Raskal mencoba menegur Atlanna baik-baik namun gadis itu menyimpulkan hal yang berbeda dari pikiran nya.

"Maksud lo, gue cewek nakal. Gitu?"

"Bukan," sela Raskal cepat. "Dari segi kekuatan, lo beda jauh sama mereka, gue cuma takut kalau lo..."

"Mati?" potong Atlanna membuat Raskal bungkam, gadis itu tertawa kecil kemudian menatap pepohonan yang bergoyang kecil dengan kosong. "Kalaupun mati, gue bersyukur kalau mati buat Ravloska, dengan gitu nggak bakalan ada yang terlibat tawuran lagi dan mereka bisa gapai mimpi-mimpi."

Raskal menatapnya tidak percaya. "Nggak semudah itu lo simpulin keadaan."

"Kenapa nggak? lagian Arka cuma nargetin gue doang, kan?"

Kedua tangan Raskal terkepal, netra hitam cerah nya menjadi gelap, urat-urat disekitar leher nya pun terlihat menonjol karena marah. "Kalau udah tau gitu, kenapa masih ngotot tawuran?"

Atlanna hanya tersenyum samar yang kali ini membuat Raskal merasa kalut. Senyum gadis itu, entah mengapa hari ini terasa sangat hampa.

Seruan penuh makian kasar terdengar menggema hingga bangunan belakang membuat Raskal tersadar. Ratusan siswa-siswi saling menjerit ketakutan dan terlibat aksi dorong-mendorong melihat puluhan siswa berseragam SMA Dunggala menodongkan senjata tajam dari gerbang.

Netra Raskal mengedar, menelisik ke sana-kemari mencari keberadaan Atlanna.

"Gue mohon jangan," resah Raskal. Cowok itu mulai berlari tak menemukan keberadaan Atlanna di bangunan belakang, ia tak bergeming meski tubuh tegap nya beberapa kali oleng tertabrak siswa lain.

Pikiran nya hanya tertuju pada satu orang, Atlanna. Raskal yakin gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

•••

Puluhan siswa berseragam SMA Dunggala terlihat membanjiri gerbang depan SMA Trisatya dengan seram. Senjata tajam mereka ayunkan, membabat gembok besar yang menjadi pelindung utama hingga suara para siswi kembali memekik ketakutan.

Di tengah barisan terlihat Atlanna berdiri dengan perasaan kalut, di sekitarnya pula anak-anak Ravloska mengintai dengan cemas. Jartien benar-benar gila, bisa-bisa nya ia menyerang ke kandang lawan meski di dalam waktu kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.

Mereka semua kompak menoleh saat mendengar Navaro mengumpat sepanjang jalan.

"Sialan, untung gue belum bener-bener pulang!" kedua tangan nya terkepal melihat beberapa pasukan Jartien yang menggunakan kaos biasa, ia yakin jika itu senior angkatan lama yang masih memiliki dendam dengan Ravloska.

"Gimana, Var? kita nunggu komando lo." Devano menatap nya ragu. "Atau kita panggil polisi aja?"

"Nggak cukup," sahut Navaro, ia semakin marah karena anggota OSIS tidak melakukan tindakan apa-apa. "Kita lihat aja dulu."

Radja menatap nya tak percaya. "Lo gila? bisa mampus kita semua kalau cuma diem kek orang gila. Lo jangan egois lah!"

Navaro masih tetap diam membuat Radja mengusap wajah nya frustasi, kini perhatiannya beralih kepada Atlanna yang nampak diam, dimata nya tersimpan banyak keraguan membuat Radja benar-benar takut.

"Na, hari ini lo mending mundur. Kita nggak tau gimana jadi nya nanti, yang pasti gue nggak mau lo kena bacok ditangan Jartien," ujar nya serius.

Tubuh mereka menegang, makian kasar tak henti-hentinya terdengar dengan suara benda tajam yang memekakkan telinga sedang beradu dengan besi.

"SIALAN, MAJU LO SINI!"

Lemparan batu-batu besar melayang, jatuh menghantam kaca kantor guru hingga membuat mereka gemetar. Tear dan anggota osis lain tak bergeming, Pak Seto menatap mereka nyalang sedangkan kepala sekolah dan dewan guru lain ikut bersama para murid lain yang di evakuasi ke gedung belakang.

"Navaro," desak Radja.

Raka maju dan mencengkram kuat kerah Navaro. "Gue bakal gantiin posisi lo kalau nggak bisa. Majuin bangsat!"

Prakk!!

Gembok berhasil di hancurkan, puluhan kaki pasukan Jartien mendobrak paksa gerbang setinggi dua meter itu hingga roboh. Kedua netra Atlanna bertemu dengan Arka, lelaki itu tersenyum lebar hingga Navaro mengusap wajah nya gusar, tangan nya menggenggam kuat parang yang ia bawa sambil menghembuskan nafas nya berat.

"LEPAS!"

Bertepatan dengan pasukan Jartien yang berhasil membobol gerbang, Ravloska dilepaskan oleh Navaro membuat mereka mulai gila. Suara senjata tajam yang saling beradu membuat telinga berdengung kencang, beberapa kali samar-samar terdengar Tear yang berteriak panik, Ravloska semakin dipukul mundur.

"Sialan lo, banci!" umpat Devano, ia meringis kecil merasakan cairan hangat mulai mengalir melalui lengan nya.

Cowok yang menjadi lawan Devano berdecih sinis, sebuah sabuk gir ia layangkan membuat tubuh Devano kembali mundur dengan waspada. "Lo atau gue yang banci?"

"Nyerah aja deh lo, nggak bakalan menang juga."

Navaro mundur, bibir nya mendesis kecil saat parang yang ia bawa beradu dengan besi panjang milik senior lama pasukan Jartien. Ia tau siapa orang yang berhadapan dengan nya bergaya rambut mullet, Yori. Wakil ketua Jartien angkatan dua tahun lalu yang tidak terima ketua nya terbunuh.

"Nggak seharusnya senior ikut campur era junior lo!" Navaro masih menghindari serangan dari Yori yang semakin gila, lelaki berbadan besar itu Navaro akui jika memiliki power yang tak main-main dibandingkan dengan Garda, mantan ketua Jartuen yang pernah membunuh dua siswa SMA Jatinegara.

Yori menatap nya mengejek, ia tak henti-hentinya mengayunkan besi ditangan nya. "Kenapa? takut? lo pikir gue bakalan diem aja lihat sahabat gue tahun lalu jadi bulan-bulanan Ravloska?"

"Udah bukan era mereka sialan, Ravloska udah bubar dari tahun kemarin!" nafas Navaro memburu, netra nya sempat menelisik ke arah pusaran tengah dengan pikiran berkecamuk. Atlanna selalu berhadapan dengan ketua Jartien secara langsung.

"Bacot!"

Navaro berdecak. "LINDUNGI ATLANNA, YANG KABUR BAKAL GUE CINCANG HIDUP-HIDUP BESOK!" teriak nya penuh amarah membuat beberapa adik kelas yang sempat memiliki pikiran untuk kabur mengurungkan niat.

Lebih baik mereka di babat lawan daripada harus menjadi bulan-bulanan Navaro setiap saat. Lelaki itu sama seperti serigala, ia bisa menganggap kawan menjadi lawan disaat-saat tertentu.

Sebuah balok kayu besar melayang hampir mengenai kepala Atlanna. Nafas Tristan memburu, ia menghempaskan serangan musuh menggunakan golok nya dengan kasar.

"Tolong bertahan sampai polisi datang," ujar nya berbisik dan kembali berhadapan dengan dua musuh.

Atlanna tetap bungkam. Keringat turun membasahi dahi gadis itu, tangan nya mulai gemetar dengan kedua mata yang menatap kosong ke arah Arka. Lelaki itu tak pernah ragu mengayunkan katana panjang nya meski melawan perempuan. Gadis itu berapa kali hampir tumbang jika saja Doni dan Tristan tak membantu nya untuk menjadi tameng kekuatan Arka.

"Gue adalah orang yang tidak pernah ingkar janji." Kedua sudut Arka terangkat membentuk senyuman, kepala nya bergerak miring melihat seseorang datang dari belakang Atlanna sambil membawa senjata tajam. "... apalagi berjanji dengan seorang perempuan."

"Mau kita tepati bersama?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!