Matahari bersinar terang hari ini, seolah memberi tanda pada Vania bahwa rencananya hari ini sangat tepat. Ia menghela napas saat matanya menatap papan nama sebuah Kafe tempat ia sering bertemu dengan Rangga sejak pria itu menjadi dokter psikolog dirinya dan Devan. Di tangannya ada sebuah kertas hasil pemeriksaan yang bentuknya sudah kusut. Vania kembali mengambil catatan itu di sebuah kotak sampah di toko roti miliknya.
"Haruskah aku benar-benar melakukan ini ?" Gumam Vania, ia merasakan seperti sebuah benjolan keras di tenggorokannya yang ia telan dengan cepat.
"Apa aku sudah melakukan hal yang tepat ?" Tanya nya pada diri sendiri.
Vania memasuki kafe itu dan memilih duduk di sebuah meja yang letakkan di sudut ruangan. Pemilik kafe mengangguk kearah Vania saat wanita itu duduk di kursi.
Vania merasakan beban berat di dadanya, ia juga merasa gugup seiring berjalanya waktu setiap detik saat ia menunggu kedatangan Rangga.
"Permisi Bu, apa anda ingin memesan sesuatu ? Kafe kami baru saja ada menu baru" ucap seorang wanita yang mendekati Vania, ia tersenyum ramah. "Hari ini sepertinya sangat cerah" sambungnya lagi.
Vania menatap keluar jendela dan melihat langit yang begitu cerah, kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu "Ini" Vania mengelus perut wanita itu yang terlihat sudah membuncit "Sudah berapa bulan ?"
Wanita itu tersenyum "Sudah empat bulan bu" jawabnya sambil membelai perutnya.
"Selamat !" Balas Vania dan tersenyum pahit "Aku juga sangat ingin sepertimu, aku ingin hamil"
"Semoga ibu segera hamil juga, saya menunggu hampir satu tahun supaya bisa hamil, berbagai pengobatan saya jalani bersama suami saya. Beruntung tidak ada keluhan apapun tentang kesehatan saya dan suami hingga akhirnya aku berhasil hamil"
Vania tak lagi menjawab, ia meraih buku menu dan membaca apa yang ingin ia pesan. Setelah menemukannya ia mengembalikan buku menu itu.
"Saya pesan kue blueberry" ucap Vania.
"Baik bu, mohon tunggu sebentar !"
Setelah wanita itu pergi, Vania menatap ponselnya dan melihat pesan dari Rangga kalau pria itu sedang dalam perjalanan menuju kafe. Dadanya berdebar dan Vania kembali memikirkan keputusannya. Namun bayangan tentang Devan yang melukai dirinya sendiri melintas di pikirannya, bagaimana saat Devan bertindak histeris di jalanan semua itu terus merasuki pikiran Vania.
Saat ini kondisi Devan sedang tidak baik-baik saja, pria itu sangat mengerikan sekarang dan satu-satunya solusi untuk mengembalikan Devan seperti dulu adalah memiliki seorang anak yang lahir dari rahim Vania.
Beberapa saat kemudian kue yang Vania pesan sudah datang, wanita yang sama menyajikan kue itu di atas meja di hadapan Vania.
"Ini pesanannya bu"
"Terima kasih" ucap Vania sambil tersenyum.
Pandangan Vania tertuju pada pintu masuk saat ia melihat Rangga memasuki kafe. Dokter tampan itu menatap sekeliling mungkin mencari dirinya. Para pengunjung wanita melongo melihat kedatangan Rangga, dan Vania tidak bisa marah karena hal itu. Memang Vania akui kalau Rangga adalah pria tampan idaman setiap wanita. Sama seperti suaminya dulu saat mereka masih duduk di bangku kuliah.
"Maaf datang terlambat, tadi saat kamu menelpon aku masih ada pasien" ucap Rangga sembari duduk di kursi berhadapan dengan Vania.
"Bagaimana kabarmu dan perasaanmu saat ini ?" Tanya Rangga setelah menduduki kursinya.
Ini adalah salah satu hal yang Vania sukai dari Rangga, pria itu selalu menanyakan bagaimana perasaannya setiap kali mereka bertemu. Padahal Vania tau kalau pertanyaan Rangga seperti itu karena ia adalah pasiennya dan mungkin saja Rangga melakukan hal yang sama dengan orang lain. Tapi tetap saja Vania merasa nyaman setiap kali Rangga menanyakan perasaan nya.
"A-aku baik-baik saja" jawab Vania berbohong dan detik itu juga alis Rangga berkerut membuat Vania menundukkan kepalanya.
"Sebenarnya aku sedang tidak baik-baik saja"
"Seperti yang aku pikirkan" jawab Rangga sambil mendesahkan napas panjang, ia menyandarkan tubuhnya dan menatap Vania dengan cemas "Apa kalian bertengkar lagi ?"
Vania menggelengkan kepalanya sebagai jawaban "Sekarang Mas Devan melakukan hal yang tidak terduga" balas Vania, dadanya mulai terasa sesak karena menahan sakit "kemaren aku membebaskan mas Devan dari penjara"
"Apa yang terjadi padanya ? Kenapa kamu tidak menelepon ku ?"
"Mas Devan mabuk dan polisi menghentikannya di jalan karena ngebut, tapi mas Devan menolak dan berteriak histeris" air mata Vania sudah menetes membasahi pipinya "Dia bahkan melukai dirinya sendiri"
Rangga mengeluarkan sapu tangan miliknya dan memberikannya pada Vania "Lalu dimana suami kamu sekarang ? Apa dia tau kalau hari ini kamu bertemu dengan ku ?"
"Mas Devan pergi bekerja, seperti hari-hari sebelumnya dia tidak mau bicara denganku dan bersikap seolah-olah aku tidak ada" jawab Vania seraya menyeka air matanya menggunakan sapu tangan milik Rangga.
"Aku sudah memberi tahunya kalau aku akan bertemu denganmu, tapi dia tetap diam dan tak menjawab apa-apa"
Rangga menganggukkan kepalanya "Aku sudah tidak terkejut dengan sikap suami kamu, sebenarnya suami kamu bisa sembuh dengan cepat asal dia mau berkomunikasi dengan ku tapi dia menolak"
Vania menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian mengeluarkan hasil pemeriksaan milik Rangga. "Aku memikirkan tawaran mu waktu itu"
Ekspresi Rangga langsung berubah, ia menatap Vania dengan intens dan dengan ragu-ragu ia bertanya "Lalu, apa keputusan mu ?"
Vania mengepalkan kedua tangannya yang ia letakkan di atas pahanya, mengabaikan dentuman keras di dadanya.
"Aku memutuskan untuk menerima tawaran mu" Vania menatap lurus kearah Rangga "Aku akan menerima sperm@ mu, katakan saja klinik dan rumah sakit tempat kita akan melakukan inseminasi !"
"Tunggu sebentar Vania" potong Rangga "aku tidak memberi tahumu bahwa kita akan pergi ke klinik atau rumah sakit"
Kening Vania berkerut "Apa maksudmu, jika memang tidak pergi ke klinik atau rumah sakit bagaimana kita akan melakukan inseminasi buatan ?, Kecuali...."
"Benar apa yang kau pikirkan" jawab Rangga "Aku lebih suka melakukannya secara alami" Rangga tersenyum manis pada Vania "Hanya kau dan aku yang akan melakukannya tanpa bantuan dokter"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments