Datang Ke Psikolog

"Apa kamu sekarang dalam perjalanan ke klinik ?" Tanya Karmila di sambungan telepon "Bagaimana dengan Devan ? Apa kamu sudah memberi tahunya ?"

"A-ku belum memberi tahu nya" balas Vania dengan suara pelan.

"Kenapa ?" Kembali Karmila bertanya, dan Vania dapat merasakan alis wanita itu mengkerut saat mendengar jawaban darinya.

"Terus kamu dimana sekarang ? Hari ini kamu benar akan konsultasi kan ?" Sambung Karmila lagi.

"Aku sedang dalam perjalanan Kar" jawab Vania sambil menghentikan taksi yang sedang ia tumpangi di sebuah taman bermain yang tak jauh dari lokasi tempat dokter psikolog itu berada. "Aku menyuruh mas Devan untuk menemui ku taman bermain"

"Vania, kamu seharusnya memberi tahu Devan terlebih dahulu" ucap Karmila di ujung telepon seraya menarik napas panjang "bagaimana jika Devan tidak setuju dengan rencana ini ?, Aku tidak ingin Devan marah padamu, seseorang yang pikirannya terganggu cenderung melakukan kekerasan"

"Mas Devan, tidak akan menyakiti ku secara fisik Karmila" Vania berusaha meyakinkan sahabatnya "Aku yakin mas Devan masih mencintaiku, jadi dia tidak akan melakukan kekerasan fisik padaku"

"Begitu ya ?" Karmila bertanya dengan nada sinis "Devan bukan lagi pria yang kau cintai Vania, bukankah kau bilang kalau Devan berubah saat kau belum bisa hamil ?"

Vania terdiam sejenak, sementara kakinya terus melangkah memasuki area taman bermain. Apa yang di katakan Karmila benar adanya, kalau Devan bukan lagi pria yang dulu ia cintai. Perubahan sikap Devan begitu besar.

"Dia berubah seperti ini karena aku Karmila, mas Devan berubah karena aku tidak bisa hamil" balas Vania

"Tolong jangan bicara begitu Van ! Kamu harus kuat, aku yakin suatu hari nanti kamu bisa hamil" ucap Karmila lagi.

Air mata Vania meleleh begitu saja, sementara tangan nya menurunkan benda persegi empat itu dari daun telinganya. Ia tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan untuk mengembalikan Devan seperti dulu lagi, Vania tidak ingin melihat suaminya menderita seperti ini hanya karena ia belum hamil.

Saat Vania hendak berbelok menuju taman bermain, tiba-tiba seorang pria yang berjalan cepat menabrak tubuhnya, membuat ponsel yang ada di tangan Vania jatuh ke tanah. Pria itu dengan cepat mengambil ponsel itu dan memberi Vania tatapan minta maaf.

"Maaf !, Nona saya sedang buru-buru jadi tidak melihat anda mau kesini" ucap pria itu dan menatap Vania dengan cemas "apakah anda baik-baik saja ?"

Vania menyeka air matanya, kemudian mengambil ponsel nya dari tangan pria itu "ya saya baik-baik saja" jawabnya sembari menampilkan senyum palsu "dan terima kasih telah mengambilkan ponselku"

Setelah mengatakan itu Vania kembali berjalan melewati pria itu, namun langkahnya langsung terhenti saat mendengar pria itu berbicara.

"Apa anda sedang butuh seseorang untuk di ajak bicara ? Saya pendengar yang baik jika anda mau berbagi" pria itu menawarkan sambil tersenyum.

Vania menghela napas sebelum kembali menjawab "terima kasih tawarannya, tapi aku tidak membutuhkan itu" balas Vania dan langsung pergi begitu saja.

*****

Vania duduk di salah satu kursi taman bermain tersebut, matanya membaca balasan pesan sang suami yang begitu singkat. Hanya ada pesan 'Ok' dan 'OTW' yang di kirimkan Devan, tapi entah sudah berapa kali Vania membacanya.

Setelah menunggu hampir dua puluh menit, akhirnya Vania melihat sang suami sedang berjalan ke arahnya. Jantungnya tiba-tiba berdetak dengan kencang saat melihat sosok Devan. Melihat Devan dari jauh membuat ingatan Vania kembali saat awal-awal mereka bertemu dan jatuh cinta.

Mungkin Devan jauh dari pria yang Vania kagumi sebelumnya, mata cerah dan senyum hangat dari wajah Devan telah menghilang. Karena sekarang pria itu bukanlah Devan yang dulu, yang selalu mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi walau bagaimana pun sikap Devan, tetap saja pria itu adalah orang yang selalu ada di hati Vania.

"Maaf kalau lama menunggu, aku terjebak macet" ucap Devan setelah ia berdiri di dekat Vania.

Vania menatap pria yang di cintainya dengan senyuman hangat, "tidak apa-apa, selama yang ku tunggu adalah kamu aku rela"

Devan membalas senyuman sang istri "ada apa dengan mu Van ?"

Vania menggelengkan kepalanya, kemudian bangkit dari duduknya "aku hanya merindukan mu, mas", ucapnya sambil menahan air matanya, ia pun langsung memeluk tubuh Devan dengan erat "Aku sangat merindukanmu"

Devan membalas pelukan istrinya "Ada apa sayang ? Apa terjadi sesuatu ?"

Vania kembali menggelengkan kepalanya, ia semakin menempelkan wajahnya di dada sang suami "tidak apa-apa mas, aku hanya rindu memelukmu seperti ini"

Devan membelai rambut Vania dengan lembut "Apa kamu mau es cream ? Mungkin kamu rindu makan es cream berdua dengan ku" ucap Devan sembari melepaskan pelukan sang istri.

"Kita akan pergi ke suatu tempat mas "

"Kemana ?"

"Ayo ikut saja, nanti kamu akan tahu"

********

Klinik psikolog yang letaknya tidak terlalu jauh dari taman itu, begitu Devan melihat tanda yang tergantung di pintu planel kaca klinik dengan cepat Devan menarik tangannya yang sejak tadi di genggam sang istri.

"Apa yang kita lakukan disini ?" Tanya Devan mulai cemas.

Vania kembali menarik tangan suaminya "Mas, kita membutuhkan ini, aku tidak ingin kita menjauh karena masalah yang sedang kita hadapi"

"Kita tidak membutuhkan semua ini Vania" balas Devan dengan tegas "Dan kenapa kamu tidak meminta pendapatku dahulu ? Apa aku tidak penting lagi bagimu ?"

"Mas...." Air mata Vania menetes begitu saja "Tolong sekali ini aja kamu dengarkan aku !"

"Aku tidak membutuhkan ini Vania, dan karena keputusan mu ini, kamu membuatku merasa pendapatku tidak lagi penting bagimu" balas Devan kemudian memunggungi Vania, namun dengan cepat Vania memegang lengan Devan.

"Mas, tolong !. Lakukan ini untukku !" Ujar Vania memohon "aku berjanji ini pertama dan terakhir kalinya kita datang kesini"

Devan membalikkan tubuhnya dan menatap mata sang istri, dapat ia lihat kesedihan yang terpancar disana "Ok, tapi kamu harus menepati janjimu" balas Devan yang akhirnya menuruti keinginan sang istri.

"Aku janji mas" ucap Vania dan langsung menarik tangan sang suami, memasuki klinik tersebut.

Vania menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengetok pintu tersebut, beberapa detik kemudian pintu terbuka dan seseorang keluar yang membuat Vania terlonjak kaget.

"Hai" sapa pria yang baru saja membuka pintu dengan senyum ramahnya.

"Hemm, kami ingin bertemu dengan dokter, Rangga Wilson" ucap Vania yang tiba-tiba merasa canggung, karena pria di hadapannya itu adalah pria yang menabraknya di taman tadi.

"Oh, anda pasti Nona Vania Marsela" tanya pria itu dengan senyum lebar di wajahnya "Dan Anda pasti Tuan Devan Abimanyu ?"

Vania mengerutkan keningnya "Ya, dan kami ingin bertemu dengan dokter Rangga"

"Silahkan masuk !" Ucap pria itu mempersilahkan "saya dokter Rangga yang kalian cari"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!