Vania menatap keluar jendela mobil Rangga, mengamati setiap interior rumah minimalis milik dokter tampan itu. Sementara Rangga keluar dari mobil untuk membuka pintu gerbang dan segera kembali ke kursi kemudi. Pria itu menatap Vania saat menyadari tangan Vania bergetar hebat.
"Apa ini rumah mu ?" Vania bertanya, berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tenang walau pun itu percuma, karena pria di sampingnya itu adalah seorang dokter psikolog yang bisa membaca setiap gerakan nya.
"Ya ini rumahku" jawab Rangga tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan nya "Vania, kamu masih bisa mengubah keputusan mu" sambung nya lagi saat tau kalau wanita itu sedang ketakutan.
"Tidak" potong Vania cepat "Ayo masuk ! Sebelum tetangga mu melihat"
Rangga kembali menjalankan mobilnya memasuki rumah itu, memasukan kendaraan beroda empat itu kedalam garasi. Ia turun lebih dulu kemudian membukakan pintu untuk Vania.
"Ayo masuk !" Pinta Rangga setelah membukakan pintu utama rumahnya.
"Kamu bisa duduk santai dulu" ucapnya lagi seraya menunjuk sofa di ruang tamu.
"Apa kamu tinggal sendiri ?" Tanya Vania, matanya menatap sekeliling ruang tamu yang begitu luas itu.
"Tidak, aku tinggal bersama tiga kucing. Mereka ada di halaman belakang jika kamu mau melihat ayo pergi kesana" jawab Rangga sambil tersenyum.
Vania menggelengkan kepalanya "Aku tidak ingin memiliki hubungan pribadi dengan anda dokter Rangga"
Dokter tampan itu berhenti seolah terluka dengan ucapan jujur Vania, padahal memang itu kenyataannya. "Ok" jawabnya sambil melepaskan jas yang ia pakai.
"Apa kamu ingin makan dulu ? Kalau iya, aku akan memasak untukmu" kembali Rangga menawarkan, ia hanya tidak ingin Vania terlalu gugup untuk sesuatu yang akan mereka lakukan sebentar lagi.
Vania menatap lurus kearah mata Rangga "Dokter Rangga yang terhormat, aku kesini bukan untuk berteman atau mengobrol dengan anda. Kedatangan ku kesini untuk melakukan bisnis yang kau tawarkan waktu itu"
"Ok-ok" Rangga mengangkat kedua tangannya ke atas sebagai tanda menyerah "Aku hanya ingin kamu santai Vania, kamu harus mengkondisikan dirimu supaya kita berhasil melakukan ini"
Vania menunduk dan menghela napas "Bagaimana mungkin aku bisa santai, saat akan melakukan sesuatu yang akan merusak hubungan ku dengan Mas Devan"
"Kau bisa sedikit santai dengan cara melupakan sejenak tentang suami kamu" balas Rangga menekankan setiap kata yang ia ucapkan.
"Ikut aku ke dapur, aku akan membuat kan kamu teh" pinta Rangga.
Vania tidak punya pilihan untuk menolak, apalagi ketika Rangga meninggalkan ruang tamu dan berjalan menuju dapur.
"Aku tidak minum teh" ucap Vania sambil berjalan mengikuti langkah kaki Rangga menuju dapur. Setiba disana Vania menganga saat melihat penampakan dapur milik Rangga yang begitu elegan. Semua nya berwarna hitam dan putih memberikan kesan mewah tersendiri.
"Aku tidak menyangka kalau kamu memiliki dapur seindah ini" puji Vania, sementara matanya tak berkedip sedikitpun saat menatap dapur milik Rangga.
"Sepertinya aku harus berterima kasih pada Arsitek yang membuat dapur ini" ucap Rangga sambil meletakkan teh di hadapan Vania.
"Sebenarnya aku tidak minum teh, tapi karena kamu memaksa maka aku akan meminumnya" balas Vania sambil duduk di kursi.
"Padahal teh sangat baik untuk kesehatan mu" kata Rangga lagi, tak berapa lama ia mengelukan kertas yang di lipat dalam saku bajunya, Rangga memberikan kertas itu pada Vania.
"Itu adalah surat perjanjian yang harus kita tanda tangani" jelas Rangga.
Vania mengambil kertas terlipat itu kemudian membukanya "Aku tidak berpikir kalau harus membuat perjanjian, bahkan sedikitpun tak terlintas di pikiran ku"
"Karena kamu memiliki banyak hal penting yang harus di pikirkan" balas Rangga.
"Disana sudah tertulis bahwa aku tidak berhak sedikitpun atas anak yang akan kau kandung nanti, dan aku juga tidak akan pernah mengungkapkan identitasnya pada siapapun" Rangga menarik kursi dan duduk di dekat Vania.
"Aku juga akan melupakan kejadian hari ini dan menganggap semuanya tidak pernah terjadi"
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Vania "Terima kasih Dok" ucapnya sambil menyeka air mata nya yang sudah menetes.
Vania tidak menyangka kalau Rangga akan bersikap sebaik ini padanya, dan perjanjian yang Rangga buat berhasil mengurangi beban di pundaknya. Memang apa yang akan mereka lakukan tidak di benarkan dan hal berdosa. Tapi Vania tidak memperdulikan hal itu karena yang terpenting baginya adalah kesehatan sang suami.
"Katakan padaku kalau kamu sudah siap Vania" ucap Rangga sembari berdiri dan hendak meninggalkan dapur. Namun baru dua langkah Vania langsung menghentikannya.
"Aku sudah siap, dan aku melakukan ini demi mas Devan" balas Vania dengan tegas.
Rangga berbalik dan menatap mata Vania dalam-dalam, setelah itu ia membawa Vania menuju lantai dua dan mereka berdiri di depan sebuah pintu tanpa memiliki gagang.
"Aku jarang membuka ruangan ini" ucap Rangga sambil memutar kunci "Tapi aku jamin ruangan ini bersih"
"Kenapa pintu ini tidak memiliki gagang ?" Tanya Vania heran, ia menatap pintu yang lain dan semuanya memiliki gagang.
"Karena ruangan ini adalah ruangan pribadi ku, dan baru kamu yang masuk keruangan ini" jawab Rangga membuat detak jantung Vania berdegup kencang.
"Ngomong-ngomong apa malam ini apa suami kamu malam ini pulang lebih awal"
Vania mengangguk sebagai jawaban.
"Itu bagus" ucap Rangga sambil memutar kunci "Karena malam ini kau harus bercint@ dengan suami kamu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments