"Saya dokter Rangga yang kalian cari" ucap pria itu seraya menjulurkan tangan nya ke arah Vania.
Vania menerima uluran tangan Rangga dengan canggung "Senang bertemu dengan mu dok" ucapnya dan dengan cepat menarik tangan nya kembali "Ini mas Devan, suami saya"
Rangga menganggukkan kepalanya pada Devan. "Silahkan duduk !" Pintanya dengan nada sopan.
Vania dan Devan duduk di kursi yang ada di hadapan meja Rangga, namun entah kenapa Vania merasa tidak nyaman berada di klinik tersebut, mungkin karena dokter yang ia temui sekarang adalah pria yang menabraknya tadi saat di taman.
"Nona Vania, seandainya saja tadi anda bilang kalau anda ingin menemui saya mungkin kita bisa bicara di taman tadi" ucap Rangga seraya menatap Vania.
Vania menatap Rangga dengan senyum canggung, harusnya Rangga tidak perlu menceritakan pertemuan tadi, ia takut suaminya akan salah paham.
"Saya tidak tahu kalau anda adalah dokter Rangga" balas Vania kemudian.
Sementara Devan mengernyitkan keningnya, ia menyandarkan tubuhnya di kursi "jadi kamu sudah bertemu dengannya ?" Pertanyaan itu Devan layangkan pada sang istri.
"Aku tidak sengaja menabrak istrimu saat akan kembali ke klinik, tadi aku sangat buru-buru" jelas Rangga.
"Oh ya silahkan isi formulir ini dulu !" Sambung Rangga lagi sambil memberikan sebuah kertas pada Devan dan juga Vania.
"Baik dok" ucap Vania dan menatap ke arah Devan yang masih tidak percaya dengan penjelasan Rangga menyangkut pertemuan tadi.
"Mas ayo isi formulir ini !" Bisik Vania di telinga sang suami.
Devan menghela napas panjang "Ok" jawabnya lalu mengubah posisi duduk "mana formulir nya ?"
Rangga kembali menggeser kertas yang berisi formulir itu, ia juga menjelaskan bagian mana yang tidak perlu di jawab oleh Devan dan Vania.
"Aku akan pergi dulu selama kalian mengisi formulir itu, nanti lima belas menit aku akan kembali" ucap Rangga dan di jawab anggukan oleh Vania.
Setelah Rangga pergi, dengan cepat Devan menoleh ke arah sang istri. Tatapan penuh interogasi membuat Vania sulit untuk menelan ludah. Perasaan bersalah muncul di benak Vania, kenapa tadi ia tak menceritakan pertemuan tak sengaja dengan Rangga pada Devan.
"Kamu membuatku seolah-olah aku tidak becus jadi suamimu" ucap Devan dengan raut wajah kesal "menurutmu aku ini apa Vania ?"
Vania menghela napas, menghadapi sikap Devan yang seperti ini ia harus sabar. Karena kalau tidak bisa saja pria itu akan meninggalkan klinik begitu saja. Vania tidak ingin mereka keluar dari klinik ini tanpa mendapatkan hasil sedikit pun.
"Maaf !" Ucap Vania yang akhirnya memilih mengalah, percuma jika ia menjelaskan karena Devan tidak akan luluh begitu saja. "Ini adalah kesalahan ku, maafkan aku mas !" Sambungnya lagi.
"Maaf mu tidak ada gunanya jika kau terus melakukan kesalahan yang sama" balas Devan seraya menggelengkan kepalanya, tatapan pun teralih pada kertas formulir yang belum ia isi.
"Apa aku harus menjawab semua pertanyaan ini ? Apa dokter itu akan mengirim ku ke rumah sakit jiwa jika aku menjawab semuanya dengan jujur ?" Tanya Devan saat membaca banyaknya pertanyaan disana.
"Mas, tapi kamu sudah berjanji padaku untuk melakukan ini ? Aku janji ini yang pertama dan terakhir kalinya kita kesini" jawab Vania dengan nada memohon.
Devan menarik napas panjang "Maafkan aku !" Ucapnya dan mulai mengisi formulir "Aku hanya benci berada di tempat ini"
"Aku tau mas, tapi ini demi kebaikan kita berdua" Vania menggenggam tangan Devan dengan lembut "aku sangat mencintaimu mas, aku hanya ingin kita berdua tidak stres karena masalah yang sedang kita hadapi"
Devan menatap mata sang istri "Aku juga sangat mencintaimu"
Setelah lima belas menit, Rangga kembali sambil membawa dua buah amplop yang masing-masing sudah memiliki nama.
Vania menyerahkan formulir yang sudah ia isi pada Rangga, pria itu menatap tulisan tangan Vania kemudian berdecak kagum.
"Wow, tulisan anda bagus juga nona Vania" puji Rangga, namun Vania tidak menjawab. Ia mengabaikan pujian itu karena menurutnya tidak penting. Apalagi Vania menyadari kalau sang suami sudah tidak nyaman berada di sana.
"Bisa kalian ceritakan apa masalah kalian berdua sebagai suami istri ?" Tanya Rangga
Vania menoleh dan menatap sang suami, Devan tampak seperti tidak ingin menjawab pertanyaan Rangga, membuat Vania memutuskan untuk menjawab.
"Kami sudah menikah dua tahun tap---"
"Saya tidak bisa membuat istri saya hamil" potong Devan dengan cepat sebelum Vania menyelesaikan ucapannya.
"Itu masalahnya, usia pernikahan kami sudah dua tahun tapi sampai sekarang istriku juga belum hamil dan masalahnya ada pada diriku" sambung Devan lagi membuat Vania terkejut.
"Mas" Vania hendak meraih tangan sang suami, tapi dengan cepat Devan menghindar.
"Kenapa ? Aku sudah memberi tahu dokter tentang masalah kita ? Dan aku sudah jujur Van" ucap Devan terus terang dan itu sangat menyakitkan bagi Vania.
"Saya melihat anda sedikit cemas tuan Devan" sahut Rangga memberi tahu Devan dengan tenang "Anda bisa santai, saya disini untuk membantu kalian berdua"
Devan kembali menyandarkan tubuhnya di kursi "Aku sudah menjelaskan masalah kami dok, dan bisakah anda mengatasi hal ini ?" tanyanya sedikit kesan "Kalau belum saya harus pergi"
"Maafkan sikap suami saya dok ! Semua yang dia katakan memang benar dan kedatangan kami kesini untuk konseling"
Rangga menganggukan kepalanya, menatap ke arah Devan dan Vania secara bergantian.
"Gagal hamil memang cenderung memberikan kecemasan pada setiap pasangan yang sudah menikah, dan itulah yang saya lihat di wajah anda tuan Devan" ucap Rangga sambil menunjuk ke arah Devan.
"Anda sering kesal pada hal-hal sederhana dan orang-orang yang berada di dekat anda, padahal orang itu ingin memberi anda pengertian"
"Saya sarankan kalian lebih banyak waktu bersama, istirahat dulu dari pekerjaan dan habiskan banyak waktu untuk membangun lagi keharmonisan keluarga kecil kalian" jelas Rangga sembari tersenyum.
Vania menunduk, entah kenapa dadanya terasa sakit saat mendengar penjelasan Rangga. Mengingat bagaimana sikap Devan selama ini.
"Tadi saat saya meninggalkan kalian berdua saya sebenarnya melihat rekaman CCTV, dan saya melihat bagaimana anda memperlakukan istri anda tuan Devan. Dalam kasus seperti ini bukan hanya anda yang menderita tapi juga dia" kembali Rangga menjelaskan secara detail.
Devan tiba-tiba bangkit dari duduknya. "Aku tidak perlu mendapatkan konseling dari seorang dokter yang belum pernah menikah dan memiliki keluarga" ucapnya sambil menyeringai. "Vania ayo pergi, kita hanya membuang-buang waktu saja berada di sini"
Vania kaget melihat sikap sang suami yang langsung keluar dari klinik "Mas" panggilnya sambil mengejar Devan namun langkah Vania langsung terhenti saat mendengar Rangga memanggil.
"Dia akan segera memahami mu nona Vania" ucap Rangga sambil berjalan mendekati Vania "kamu hanya perlu sedikit bersabar"
Sekuat tenaga Vania menahan air matanya "Aku tidak tahu apa aku kuat menghadapi sikapnya seperti ini, sungguh menyakitkan bagiku saat melihat mas Devan seperti itu"
"Semuanya akan baik-baik saja !" Rangga tersenyum meyakinkan "jangan pernah menyerah dan jadilah istri yang kuat" sambungnya lagi sambil menepuk lengan Vania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments