Termangu, Rama memandangi sosok di depannya. Rumah ini sebelumnya sepi karena tidak ada keberadaan sang mama. Sekarang berkat Nita, rumah ini seperti begitu hidup. Memang si sebenarnya dia tak perlu memusuhi Nita, karena Nita bukan penyebab rumah tangga mamah dan papahnya menjadi retak. Namun, pernikahan papa, telah membuat malu.
"Sejak kapan Anda menjalankan hobi ini?" Rama mengambil satu tangkai mawar diantara daun dan mawar yang berserakan di atas meja marmer berwarna putih. Rambut wanita itu dijepit ke atas hingga menampakkan jelas, ceruk leher yang menggoda dan ranum untuk disesap.
"Rama?" Nita berulangkali memangil Rama, tetapi lelaki itu itu tidak menjawab. "Ponselmu itu bunyi .... "
"Oh." Rama tersenyum malu, lalu meraih ponsel di samping meja dan tampak pacarnya menelpon. Jadi, Rama langsung mematikan ponsel. Dia kembali membuang duri dari tangkai mawar.
"Apa kamu tadi mendengar ceritaku?"
"Cerita apa?" Rama mengernyitkan kening, perasaan dia tak mendengar apa-apa. Matanya berkedut saat rambut panjang itu jatuh karena Nita melepas jepitan sambil menghela nafas berat. Suatu keinginan mendadak tumbuh di dalam diri Rama dan bertanya akan seperti apa wanita ini, mengapa tampak begitu bersinar dari dalam.
" .... " Rama mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mengambil napas panjang. Matanya berkedut dan mendapati senyuman menawan Nita dan langsung membuat jantungnya berdebar. "Tadi Anda cerita apa?"
"Jadi, awal mulanya ini adalah hobi mamah. Sejak kematian mamahku .... " kalimat Nita terhenti. Dia menahan nafas sesaat terbayang wajah cantik sang mamah.
"Mamah?" Rama tak salah, dia melihat mata emas itu begitu terluka. Seharusnya dia membenci Nita. Tatapan itu membuyarkan kebenciannya secara tiba-tiba. Akan tetapi, dia tidak boleh asal percaya. Siapa tahu Nita hanya berakting.
"Sejak kematian mamah, aku yang mengurus ruang khusus mama untuk 'menyendiri'. Ruangan yang berisi semua tentang bunga. Aku mulai mengelompokkan jenis bunga ke dalam kardus, tetapi ... tak sengaja aku menemukan kalimat.
'Hanya melihat bunga, saya menjadi bahagia. Hanya melihat bunga, saya tahu betapa indahnya dunia dan seisinya.' " Bahu Nita langsung merosot, sampai Rama memeganginya.
Nita memegangi kepala. "Aku tak apa-apa." Dia menepis tangan Rama, tetapi hatinya terasa berlubang, seolah luka lama terbuka kembali.
"Ini diapakan lagi! Beritahu saya cara membuatnya." Rama meraih cairan dari botol dan akan dituangkan. Namun tangan mungil itu menahan pergelangan tangan.
"Bukan seperti itu. "Nita dengan hati-hati menunjukkan pada Rama. "Kamu harus memperlakukannya hati-hati. Dia makhluk hidup seperti kita, ini penting.
Kita bisa menghasilkan karya yang cantik dan terlihat hidup, saat kita tahu cara memperlakukannya. Menurut mamahku, setiap tangkai bunga memiliki suara mereka sendiri. "
Nita membelalakkan mata. Lalu tertawa ringan saat Rama mendekatkan mawar jenis jawa dan menempelkan di telinga Rama sendiri. "Ram?"
"Husst! Aku coba mendengarkan suara mawar ini." Mata Rama menyipit karena berhasil menghibur Nita. Dia masih tak tahu kenapa dia ingin sekali membuat Nita tertawa. Caranya berhasil dan tawa Nita justru membuat hatinya menghangat.
Saat sedang terlanjur asik merangkai bunga di dalam lilin bening. Rama terkejut karena sang papah entah sejak kapan berdiri di celah pintu sambil melihat kemari hingga dia melepas tangannya dari punggung tangan ibu tiri. Rama menoleh ke Nita dan baru sadar sadar bahwa wajah mereka sudah sangat dekat dengan jarak sekilan.
"Kenapa?" Nita menangkap wajah Rama yang pucat pasti. "Kau harus menuangkan lilin, keburu dingin."
Rama berusaha menenangkan hatinya, dia seperti tertangkap basah oleh tatapan tajam sang ayah. Dia memundurkan kepala dengan teratur dan melirik ke sang papah yang diam-diam melangkah, dengan memberi isyarat agar Rama tetap diam.
Rama membeku saat Nita tak sadar dengan kedatangan papah. Dada terasa bergetar menyaksikan apa yang tengah berlangsung di depannya. Kelopak mata Nita ditangkub oleh tangan besar papah dan Papa tersenyum lepas, membuat Rama ada sesuatu yang mengganjal di dalam dadanya.
Nita meraba tangan yang membuat pandangannya gelap, dan mengenali cincin yang berbentuk familiar. "Mas? kamu itu kan?"
Suara Nita yang berubah sangat lembut membuat Rama tercengang terlebih saat melihat tawa ringan Nita. Dada Rama seolah tak nyaman dan dia hanya ikut tertawa garing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments