"Rama?" Nita mere*mas dengan gelisah, daster di bagian paha. Jarak mereka terlalu dekat. Kenapa dia di sini?
"Kamu sedang apa?" tanya Rama datar, tanpa sadar telah terpesona. Kenapa papa pintar sekali cari istri.
"Bisa aku membantu?" tawar Rama karena ibu tirinya tampak kebingungan untuk menjawab dan hanya mangap-mangap seperi ikan yang tersesat di daratan. Mungkin, ibu tiri sedang tersesat karena ketampanannya.
Bukan pertama kali ini Rama mendapat tatapan berbinar seperti ini. Dia sudah terbiasa dan merupakan, makanannya setiap hari. Namun wanita itu berbeda, walau mata emas itu tampak terpesona, tetapi sang ibu tiri tampak menyembunyikan kekaguman. Dia bahkan sudah melihat jelas dada itu turun dan naik sangat menggoda karena nafas Nita yang tampak meningkat.
Sebuah gunting taman diberikan Nita pada Rama, saat Nita membuang muka. Wanita itu justru tersentak karena sentuhan tangan Rama hingga, Nita menarik tangan mungil kembali. Dia yakin Rama sengaja menggengam tangannya.
"Kenapa?" Rama tak mengerti kenapa Nita tersentak dan wajah cantik itu kian memerah. "Berikan guntingnya, kenapa kamu tarik lagi?"
"Kamu?" Nita dengan malas merotasikan mata. "Rama, kau adalah putra dari suamiku. Jangan memanggil seperti itu. Awak media akan-"
"Oh, apa kau menyuruhku aku memanggil 'Mama" seperi kata Papahku? Atau 'Mamaaaah' "
Suara panggilan Rama sangat mesra layaknya seorang kekasih pada bagian panggilan terakhir. Dia menerima gunting dan mulai menggunting mawar. Dia melirik sang ibu tiri yang tampak memunggungi dan tak mau menggubrisnya.
"Kapan kau akan masuk kantor?" Nita berusaha normal dan memposisikan diri sebagai layaknya seorang ibu tiri.
"Senin depan, seminggu lagi. Saya dengar dari Papa, bahwa Anda juga akan masuk kantor?"
Rama terus menggunting, tetapi matanya sibuk mengamati rambut Nita yang sepunggung dan sangat lurus. Bahkan bau wangi rambut atau parfum menguar ke sekitar. Sialnya dia melihat keindahan punggung itu. Sungguh ini pasti Mahakarya.
"Ya, kemungkinan, saya akan masuk di hari yang sama denganmu masuk-" Mata Nita langsung membulat, hampir seperempat bunga yang sudah dirawatnya susah-susah justru telah dipotong Rama.
"Astaga, kamu potong apa sih! Kamu bilang mau membantu, tetapi lihat bukan daun menguning yang kamu buang ... kau memotong tangkainya! Berikan!" Nita menarik guntingnya dan pria itu masih melongo.
Kenapa marahnya membuat dia tambah cantik! Lagi-lagi Rama lupa akan tujuan awalnya, justru dia terus menerus dibuat terpesona. "Maaf! Ah, aku lupa mematikan laptop!"
Rama berlari untuk mencari aman, dari pesona Nita. Dia terus mengingatkan diri akan tujuan pulang ke rumah, karena untuk mengganggu Nita. Pasti dia sengaja membuatku seperti ini!
"Da*sar menyebalkan! Huh, putramu itu Mas, selalu saja banyak tingkah! " Nita memunguti dan menghitung tangkai mawar yang sudah dipotong. "Yah, 25! keterlaluan .... "
⚓
Hari telah sore, Rama masuk ke ruang makan dan melihat ke meja, makanan masih mengepul, tetapi tidak ada orang. Makan sendiri, juga tidak enak. Dia mencari Nita dan menemukan wanita itu sibuk berkutat dengan potongan bunga mawar. Lebih baik aku kabur daripada dia marah, lalu semakin cantik?
"Rama?" Nita langsung memanggil pria yang baru berbalik badan dan akan menjauh dari celah pintu. "Ada apa?"
Rama masuk dengan ragu. Matanya membulat ke sekeliling, pada ratusan pajangan bunga di dalam bingkai. "Apa ini?"
"Kreasi."
Rama berjalan ke dekat dinding. "Tidak hanya bunga mawar? Apa ini hobi kamu?"
"Iya .... " Nita menunjuk sambil mendekat ke Rama. "Itu yang paling ujung kiri atas, dibuat di hari, di malam pernikahan kami."
Lagi-lagi bau rempah dari rambut ini membuatnya mabuk. Dia tahu cewek-cewek di sekitarnya bau wangi parfum, tetapi ini tercium lebih alami. Lembut, membuat Rama ketagihan untuk terus menghirup diam-diam. "Pernikahan Anda? Sorry malam itu saya tak datang."
Nita mengulas senyum hangat dan alis pria itu justru berkerut. "Aku tahu, papahmu sampai menyusul untuk mencarimu."
"Maksud Anda, papa mencariku di malam setelah pernikahan kalian?" Rama tak percaya dengan anggukan itu. Papa tak mencarinya, papa hanya menelponnya, tetapi dia abaikan dia. "Temani saya makan, nanti saya akan membantu Anda dengan itu." Rama menunjuk bunga mawar di atas meja.
Mereka diam membisu sepanjang makan, tanpa menoleh dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Nita sibuk memikirkan apa perlu memindahkan sang papa. Rama sibuk memikirkan cara diam-diam untuk membuat Nita tidak betah, tinggal di tempat ini. Bahkan, Rama sampai terpikirkan untuk memasukan ular ke dalam kamar Nita, mumpung papanya di luar kota.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments