"Katakan kamu siapa dan apa maumu?" Nita berusaha tenang. "Papahku sudah meninggal. Jangan bermain-main."
"Meninggal? kau yakin?"
"Kenapa anda berbicara seperti itu? Tolong to the point, kalau tidak mau, saya mematikan telepon ini." Tangan Nita terkepal dan terus bertanya-tanya siapa orang di telepon yang menyebut nama masa kecilnya. "Anda salah orang."
" Wahai putri Devano Wijaya, tidak ada KESALAHAN dalam kamus hidupku." Suara dibalik telepon lalu tertawa terbahak-bahak.
"Apa jadinya bila perusahaan suamimu bangkrut dalam 24 jam, ya Atha? Sepertinya menyenangkan melihat perusahaan yang dibangun ayahmu hancur tak bersisa, lalu kau akan bersusah payah mencariku Ha ... Ha ... Ha."
Nita menggigit bibir bawah karena suara percaya diri orang itu yang membuatnya merinding. Tangannya kian gemetar saat panggilan itu terputus. Nita mencoba menelpon nomer tak dikenal, tetapi nomor itu langsung tidak aktif.
Pedro merebut ponsel itu dan segera mencatat nomer misterius.Nita memegangi dua kepalanya dengan badan membungkuk. "Apa yang tidak aku ketahui, Paman? Dia sepertinya mengincar Papa."
"Kita belum tahu, Nita. Sekarang kamu pulang dulu, kurangi waktumu kemari. Kau bisa melakukan video call sementara waktu. Aku akan mencari tahu suara siapa ini."
Nita bangkit, meninggalkan Pedro sedang memegangi ponsel Apple miliknya. Dia mendekat ke papa dan dan mengusap tulang pipi papa yang menonjol.
"Papah maaf ya, aku harus pulang dulu. Berjuanglah Papa. Aku butuh Papah di hari-hari terberatku," suara Nita bergetar.
Wanita itu berharap agar papanya lekas siuman . Lalu dia akan tahu siapa dalang di balik itu semua. Karena dia takkan memaafkan orang yang berani melukai papah.
"Aku sayang Papah." Nita memeluk Devan yang tubuhnya seperti tinggal tulang. Dengan berat hati, dia meraih tas Hermes dan melihat papanya begitu lama sebelum keluar. Setiap kali melihat wajah itu pikirannya menjadi berkecamuk.
Saat makan siang dengan Sergey, Nita tak menyentuh piring kosongnya. Dia hanya memandangi Sergey yang makan dengan lahap. Malamnya, Nita keluar dari kantor Sergey, dia pulang sendirian karena Sergey mendadak keluar kota.
Nita masih melongo saat turun dari taksi pada halaman rumah yang dipenuhi mobil dan motor mewah. Jantungnya berdebar karena musik begitu keras. Beberapa pemuda tampak memadu kasih di kegelapan taman.
Dengan penasaran, Nita setengah berlari hingga memasuki ballroom lantai satu. Suara musik semakin keras bahkan sanggup memecahkan telinga. Lampu menjadi remang-remang dan bagaimana bisa ada kelap-kelip lampu disko.
Aroma parfum, keringat, alkohol, semua bercampur jadi satu, kian memuakkan. Muda-mudi tak tahu sopan santun saling memadu kasih. Baru jam sepuluh malam, mereka semua sudah mabuk-mabukkan. Rumahnya sudah jadi arena club dadakan.
Dia menepis tangan kurang ajar pemuda dengan tas kesayangannya. Banyak godaan nakal para pemuda yang dilewati, terutama saat naik tangga. Dia terus mencari keberadaan Rama. Mereka seumuran Rama, pasti ini ulah Rama.
Kesana-kemari dicarinya si biang kerok Rama dan tak kunjung ketemu. Nita memekik dan mundur beberapa langkah karena ular besar mengalung di sebuah leher gadis muda. Muda-mudi tertawa mengejek dan justru menyuruh gadis itu agar mengarahkan ular pertunjukkan ke arah Nita.
"Dimana Rama! Kalian keluar semua dari rumah saya!"
"Rumah anda? Jangan mimpi!" Seruan beberapa pemuda disertai gelak tawa.
"Biar Rama melihat ini. Biar Rama melihat ketakutan ibu tirinya hahaha!" seru pemuda lain.
Nita kehabisan cara dan melengos dengan penuh amarah. Dia mengalah untuk kali ini saja. Dia kembali ke kamar dan akan bersumpah menghukum Rama besok. Bahkan teman-teman Rama sudah mengenalinya sebagai ibu tiri. Apa anak itu sengaja mengusiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments