Pak Abie-Kepala pelayan mendekat ke sofa yang diduduki Rama. "Den Rama, truk pengangkut 'Unicorn' sudah siap di halaman."
Rama menatap tajam pada ibu tirinya, menebarkan panah kebencian dan siap menabuh genderang perang. Pemuda itu lalu berdiri sambil menunggu sang papa. "Papah .... tolong."
"Pokoknya harus kembali seperti semula dan harus beres dalam tiga hari. Juga jangan melarangku lagi balapan." Rama mengikuti sang papa,dan berjalan mulai beriringan.
"Ya, ya, apapun yang kau mau. Asal kau menjaga dirimu sendiri. Jangan sampai kecelakaan fatal dua tahun lalu terulang lagi. Masih mending nyawamu selamat."
Sergey berjalan dengan elegan, melewati ruang keluarga dan sampai di garasi mengawasi para orang suruhannya dengan satu tangan masuk ke saku celana. Sergey memandangi putranya yangmana wajah tampan itu dipenuhi sorot mata kekecewaan.
Bahkan putranya sendiri yang menaikkan motor Ducati merah dengan hati-hati ke atas truk low bow dan melarang orang-orang menyentuh motor kesayangan itu, saking sayangnya sampai sudah dianggap seperti kekasih sendiri. Mungkin putranya kelainan, tetapi ya putranya memang seperti itu.
Sergey jadi teringat dulu saat pelayan memindahkan motor Ducatti merah. Sang putra langsung memukul pelayan hingga pelayan itu mengalami pendarahan otak. Sergey lalu menjual 'Kuda betina' tetapi karena anaknya lalu sakit berhari-hari dan marah saat motor itu dijual. Akhirnya, Sergey mengalah membeli motor itu lagi, yang sudah sempat dibawa keluar pulau. Rama saat itu langsung sembuh, begitu melihat motor itu. Sergey pun tidak mengijinkan Rama untuk ikut balapan lagi, karena teman-teman Rama membawa pengaruh buruk.
Sergey melirik Nita saat mata emas itu menebarkan tatapan rasa bersalah. Nita meringis melihat petugas bengkel juga membawa mobil HRV untuk diperbaiki. Sekarang Nita tak memiliki mobil, karena mobil-mobil milik keluarga Nita telah dijual oleh Sergey tanpa alasan yang jelas.
⚓
Nita menggigit jemarinya sambil mondar-mandir di kamar. Dia mendengar percakapan suaminya bahwa akan ada kekosongan posisi wakil CEO di NASA Entertainment. NASA kependekan dari Nita Athalia & Sergey Abimasa.
Dulunya perusahaan itu bernama DW Entertainment yang kependekan dari Devano Wijaya Entertainment yang juga didirikan oleh papahnya Nita. Nita tak memiliki pilihan lain, saat posisi ayahnya digeser karena berita meninggal ayahnya menyebar ke publik. Dari kecil dia berkutat di PH dan dia anak manja yang tidak diijinkan untuk bekerja oleh Papa Devan selepas kuliah. Padahal teman-temannya sudah mulai bekerja.
Sampai kematian Papa Devan membuat Sergey mendekatinya dan terus mendekatinya. Sergey juga banyak menanyakan banyak hal tentang Papah yang pada awalnya Nita tak mengetahui arti yang dimaksud Sergey. Sampai perlahan Nita tahu sendiri setelah bertanya pada Paman Pedro soal yang dimaksud Sergey.
⚓
Tiba waktu makan siang, Nita menyodorkan nasi merah ke piring Sergey, lalu duduk di sisi kiri Sergey. Sementara di depannya terdapat Rama yang terus mengawasi gerak-geriknya.
Nita memikirkan bagaimana cara mengusir Rama dari rumah ini. Jangan sampai pria itu mengacaukan rencana yang telah disusun selama lima tahun bersama ayah dulu.
"Apa restoran mu berjalan baik, Rama?" tanya Sergey dengan datar, tetapi dengan tatapan penuh kasih sayang. Restoran makanan Indonesia di Darwin- Australia itu adalah usaha Sergey, yang saat perceraian diberikan pada mantan istrinya yang diatasnamakan sang putra.
"Selalu stabil, siapa dulu dong, anak Papa, kan." Rama sambil mengunyah makanan rumahan.
Tumben chef di sini, masakannya seperti masakan nenek dahulu. Sepertinya, aku akan betah tinggal di rumah masa kecilku ini, walau ada ibu tiri yang menjijikan.
(Rama)
"Aku ingin mencoba hal baru, Pah."
"Kamu mau mencicipi dunia rumah produksi?"
"Uhuk! uhuk!" Nita menutup mulut, dia tersedak karena ucapan Sergey. Dia menerima uluran segelas air putih dari Sergey. Nita melirik Rama yang menyipitkan mata waspada. Apa maksud Sergey dengan itu?
"Wah! apa itu cocok untukku, Pah?" Mata Rama bersinar.
"Kenapa tidak? siapa lagi yang akan memegangnya jika bukan putraku."
"Uhuk Uhuk!" Nita kembali batuk-batuk. Dia menaruh serbet putih, lalu menghabiskan air minum dalam hitungan detik.
Kau kaget? tentu saja aku penerusnya. Jadi jangan bermimpi ! Batin Rama dengan senyuman licik dan tertawa di dalam hati.
Rama lalu pamit ke lantai atas karena enggan terlalu terlihat bernafsu pada jabatan yang akan diberikan padanya. Lebih baik pelan-pelan, tetapi pasti masuk ke perusahaan papah. Lalu, menyingkirkan Nita dari hidup papahnya.
"Aman kan? Dia takkan berani menyakitimu, Nita. Dia takkan berani padaku." Sergey meneruskan makan malam dengan senyuman tipis pada sang istri.
Nita menggigit bibir bawah dengan cemas. "Mas, kupikir aku tahu banyak soal dunia PH. Aku dengar ada posisi wakil CEO yang akan kosong. Bisakah aku menempatinya sementara waktu?"
"Apa alasannya, kenapa kamu ingin masuk ke kantor lagi?" Kening Sergey berkerut.
"Duduk manis menjadi istri Sergey Aiman Abimasa- apa susahnya?" Sergey dengan penuh penekan. "Kau melupakan janjimu padaku untuk tidak ke kantor?"
Sergey jadi teringat satu tahun yang lalu, kondisi di perusahaan semakin tak aman karena kematian Devano yang membuat harga saham semakin anjlog. Sergey membeli beberapa saham milik Devan dengan persetujuan si ahli waris- Nita. Saham sebesar 51 persen itu menjadi milik Sergey yang artinya dia adalah Presiden direktur di perusahaan DW. "Kamu juga harus menutupi kehamilanmu yang terlalu dini.
"Aku bisa membantu putramu yang masih sangat minim mengetahui dunia PH, Mas. Kamu kan tahu, aku dilahirkan di masa jaya-jayanya PH milik Papa Devan. Aku akan menyembunyikan kehamilan ini baik-baik."
Nita memundurkan kepala saat Sergey mendekat. Dia membeku saat jari panjang yang kasar mengusap pipinya, lalu turun ke dagu. Seolah mata biru itu memindai matanya, membuat Nita terus mundur karena nafas berbau harum itu membuat Nita ketakutan.
Gadis itu tak percaya bila teman papa, yang dulu sering datang kerumah, justru sekarang terlalu dekat. Terlebih tatapan dalam itu, ini adalah hal paling mengerikan dalam hidupnya. Saat di luar rumah, Nita juga harus menutup telinga dan mata saat menghadapi cemohan dari para awak media dan teman-temannya.
"Pintar," kata Sergey dengan nada menggantung di udara. Mata biru itu melebar dan mencari tahu tatapan putri dari sahabatnya.
Kenapa aku gugup ! Nita menghela nafas berat. Dia pikir Sergey akan mengatakan apa. "Aku ingin menjadi-"
"Rama akan menjadi wakil direktur utama dan kamu bisa menjadi penanggung jawab keuangan perusahaan. Bagaimana, bukankah penawaran ku lebih bagus, Istriku?" Sergey tersenyum hangat sembari mengusap jemari mungil di atas meja.
Jari-jari kaki Nita saling merem4s, dengan tidak terima. Harusnya dia yang jadi wakil direktur utama. Akan tetapi jika dia menentang Sergey, justru akan menghambat jalannya. Nita berusaha menunjukkan ketulusan hatinya. "Itu bagus, saya suka, Suamiku. Terimakasih untuk hadiah luar biasa ini."
"Sama-sama." Sergey tersenyum tipis. Dia tak mempercayai istrinya. Terlebih setelah beberapa bulan ini dia mendapati gerak-gerik Nita yang mencurigakan.
⚓
Nita turun dari taksi di depan rumah besar dan menekan bel. Nita masuk gerbang dan memberi salam pada security, lalu masuk dan melewati halaman rumah besar dua lantai. Dari rumah itu, Nita berjalan ke halaman belakang, lalu keluar dari pintu besi. Dia melewati jalan setapak yang ramai para pemotor dan masuk ke sebuah rumah kecil yang tak terkunci.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Nita dengan cemas, pada paman. Nita memasuki kamar khusus yang lumayan membuat kulinya merinding karena dingin.
"Masih sama. Apa kau tak sebaiknya merelakan Papahmu saja?"
"Melepas?" Mata Nita melotot dan rahangnya bagai jatuh ke bumi.
"Dia papahku dan aku membayarmu bukan sedikit untuk menjaganya, Paman!" sentak Nita dengan nafas tersengal. Dia menahan amarah sekuat tenaga karena sudah berapa kali Paman Pedro tega mengatakan ini.
"Sudah satu tahun. Dokter pun bilang hanya kemungkinan 10 persen untuk Papahmu bisa bangun lagi." Pedro menatap tak tega pada mata Nita yang memerah.
"Aku tidak akan menyerah, Paman. Papah yang satu-satunya kumiliki, di dunia ini." Nita berpaling dan berjalan ke nakas, lalu menaruh hati-hati tas Hermes. Dia menatap buku dongeng masa kecilnya dengan nanar.
Jari-jari bercat kuku merah itu menghapus embun bening yang meleleh tanpa permisi. Nita menahan sesenggukan, dia tak mau tangisannya diketahui oleh Paman Pedro. "Aku akan menambah bayaranmu, Paman."
Pedro mengepalkan tangan. "Ini bukan soal uang, Nita. Ini bisa membahayakan nyawamu sendiri."
"Aku tak peduli," ucap Nita penuh penekanan dan tubuh bergetar. "Karena itu aku mempercayakan papah pada Paman, yang pandai beladiri. Bukan pada orang lain yang sewaktu-waktu mungkin tak peduli akan menjaga papah."
"Nak, ingat baik-baik, Devan tak menginginkan ini. Selama hidupnya dia selalu berusaha melindungi mu."
"Karena itu sekarang aku akan melindunginya. Em, Paman tidak sedang menyuruhku untuk membunuh ... papaku sendiri, kan ? Bagaimana jika Paman di posisi saya, lalu Paman membunuh ayah Paman sendiri? apa Paman berani ... seperti saat Paman menghabisi para musuh Paman?" Nita tertawa getir dengan amarah tertahan.
"Terserah kamu lah! Aku sudah memperingatkan kamu. Sergey bukan tandinganmu. Dia memiliki banyak kekuatan mafia dibelakangnya."
Nita menelan saliva dengan kasar dan bulu kuduknya meremang, lalu Paman Pedro keluar dari ruangan. Hati Nita begitu sakit, setiap memikirkan anak buah Sergey yang sering dijumpainya. Satu anak buah Sergey itu pernah terekam cctv di area kejadian saat ayahnya mengalami kecelakaan yang disabotase. Karena alasan itu dia menjadi istri Sergey.
Nita meraih buku dongeng sambil mengusap air mata dengan baju di lengannya. Tak mau papa tahu bahwa dia cengeng. Kakinya melangkah dengan ragu, lalu duduk di samping papah yang terbaring dengan badan kurus. "Papah bangun dong! Kenapa Papah selemah ini ... sekarang? Benarkah ... Anda itu Papahku, yang dulu begitu kuat?"
Nita melihat ke arah lain dan lagi air matanya jatuh. Dia terdiam sejenak, menatap ke langit-langit kamar, dan mengusap air mata yang kembali meleleh. Mulutnya ternganga membuang napas yang yang sesak.
Dia bernapas dari mulut karena hidungya tertutupi ingus. Ingusnya bahkan terus meleleh dan melewati bibirnya, membawa rasa sangat asin. Nita kembali menatap kelopak mata sang papah yang terpejam, papah seperti mayat hidup.
Suara 'nit nit' monitor membuatnya tetap waras dan kembali bersyukur karena sang papa masih hidup. Sudah satu tahun papah belum siuman sejak kepala papah itu mengalami cedera parah.
Paman Pedro menolong papah pada saat kecelakaan mobil, tetapi lebam-lebam di kepala papah, setelah dicari tahu, bukanlah karena kecelakaan. Seseorang telah berniat mencelakai papah dan berusaha menghilangkan barang bukti.
Papah operasi kepala ditempat seperti ini. Nita sampai membeli rumah di depan, karena akses ke rumah ini sebenarnya hanya jalan setapak yang pas untuk kendaraan motor gerobak. Nita sampai membugar rumah di depan, lalu membuat jalan untuk bisa dilewati mobil, lalu mobil bisa berhenti di depan rumah ini untuk sekadar menurunkan peralatan medis. Itupun dilakukan saat tidak ada orang di sekitar.
Nita juga memperbarui ruangan ini hingga sesuai standar rumah sakit internasional, dengan modal menjual berlian yang satu berlian peninggalan sang mamah bisa mencapai satu milyar. Beruntung sang mamah dulu gemar menabung dan mengumpulkan berlian.
Nita juga mengatur arus keuntungan yang adalah hak papah, dari NASA, tetapi dia tak bisa menggunakan uang itu lagi. Dia pernah mengambil uang 250 juta cash, lalu Sergey bertanya untuk apa cash sebanyak itu. Ternyata diam-diam Sergey mengawasinya.
"Pah, bangun. Nita capek," suara Nita penuh keputusaan. Kening menempel di dinginnya telapak tangan papah.
Setengah jam berlalu, Nita baru membacakan cerita legenda Sangkuriang di dekat papah. Dia menaruh buku dongeng itu di tangan papah, lalu melihat layar ponsel dan mengangkat panggilan telepon.
"Aku tahu kau mengetahui keberadaan Papahmu, Athalia," suara tawa berat dan menyeramkan terdengar dari balik telepon.
"Siapa kamu?" suara Nita bergetar dan berjalan ke luar ruangan, lalu duduk berhadapan dengan Paman Pedro dengan telepon yang sudah dispeaker. "Apa maksudmu? Papaku sudah tidak ada. Siapa ini dan dari mana Anda tahu nama dan nomerku?"
Nita menatap Paman Pedro dengan jantung berdebar. Paman Pedro ikut mendengar suara tawa berat yang kian menjadi di balik telepon. Paman Pedro terus mengayunkan jari telunjuk agar Nita terus memancing dan Nita mengangguk.
"Katakan siapa kamu dan apa maumu?" Nita berusaha tenang. "Papahku sudah meninggal. Jangan main-main denganku."
"Meninggal? kau yakin?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments