Gadis yang berpikir sudah tidak memiliki keluarga ini, sangat bahagia pada akhirnya telah menemukan seseorang yang berhubungan darah dengannya.
Hati Ellard terharu akan ucapan Luna. Matanya sendu dan basah.
Dulu, sang ayah Thomas Efrain sangat terobsesi memiliki anak perempuan hanya karena satu alasan. Ia ingin pada masa pensiunnya, anak perempuannya lah yang akan mengurusnya.
Bertahun-tahun lamanya berusaha pada akhirnya ia hanya bisa memiliki dua anak laki-laki, Ellard dan kakaknya, William.
Bukan tanpa sebab, kecelakaan hebat yang tidak merenggut nyawanya dan sang istri, justru berakibat pada rusaknya rahim sang istri, Frederica.
Hal itu pulalah yang mendasari baik Thomas maupun sang istri sangat menyayangi menantu -menantu mereka. Bagi mereka tidak ada kata menantu, tetapi anak perempuan.
Dan menjadi alasan mengapa wanita di keluarga Efrain sangat disayang. Meskipun pada akhirnya cucu dari Thomas dan Frederica tetaplah laki-laki. Aglen dan Stefan.
Jika Thomas masih ada, tentu Luna akan menjadi kesayangan kakeknya saat ini. Penerus wanita pertama keluarga Efrain.
"Papa akan menunggu waktu itu tiba, Sayang. Jujur, Papa sangat terkejut saat Keiko menghubungi dan mengatakan jika Papa memiliki anak perempuan dari Hannah. Selepas pertemuan terakhir kami, ibumu sama sekali tak mengatakan tentangmu."
Ellard menerawang, mengingat saat pertama kali pertemuan mereka yang canggung. Namun Ellard yang penyayang tentu bisa mengambil hati Luna.
"Mama Hannah. Seperti apa sosoknya, Pa? Aku bahkan belum pernah sekalipun melihatnya apalagi merasakan pelukannya." Luna mendongak berharap airmata yang hampir jatuh tetap berada ditempatnya.
"Hannah gadis yang sangat baik. Kami terlibat hubungan singkat setelah kami bertemu kembali sekian lama. Andai aku tahu ada dirimu, aku pasti kembali ke kota itu untuk mencarinya."
"Apa Papa ... menyayangi Mama?"
Luna mengerjap kemudian mengembalikan posisinya menatap sang ayah. Air mata itu berderai, membasahi pipi selembut squishy yang nampak memerah karena dingin.
"Papa mencintainya, Nak. Ibumu adalah cinta pertamaku. Kami bertahun-tahun lost contact hingga akhirnya aku menikahi gadis lain, ibu dari Aglen. Dan saat waktu lama berlalu, suatu hari aku ada pekerjaan di kota itu. Aku bertemu kembali dengan ibumu. Semua salahku, Luna."
Ellard menunduk dalam, kedua tangannya bertaut tidak tenang. Andai bisa memutar waktu, tentu Luna akan menjalani kehidupan yang lebih baik selama tujuh belas tahun ketidakbersamaan mereka.
"Mungkin ini yang dinamakan takdir, Pa. Apapun yang terjadi di masa lalu, aku bahagia saat ini karena masih memiliki Papa." Tangan Luna menelusup menggenggam jemari sang ayah.
"Papa juga bahagia memilikimu, Sayang. Terkadang Papa masih sulit percaya, ibumu meninggalkan kenangan yang begitu indah, yaitu dirimu Luna."
Luna merasa tersanjung. Ditengah ia yang belum bisa diterima seutuhnya oleh sang kakak, ayahnya sangat menyayanginya dengan tulus.
"Katakan pada Papa, kenapa selarut ini kau belum tidur?"
"Aku?" Luna bingung mencari alasan. "Aku, belum mengantuk saja, Pa. Emm ... Bolehkah aku mengambil cuti kuliah satu minggu ini?" Luna menatap sang ayah, irama napas tidak tenang terdengar disana. Semoga saja lelaki didepannya ini tidak menanyakan alasannya.
"Cuti? Memangnya kamu mau kemana, Sayang?"
"Tidak kemana -mana, Pa. Aku hanya sedikit bosan dan ingin istirahat sebentar di rumah." Luna sampai membuang wajahnya. Sungguh beberapa hari ini ia berkali-kali berbohong pada ayahnya.
Ellard mengernyit tajam. Bosan? Sepertinya itu alasan yang buruk yang diucapkan oleh anak gadisnya itu.
"Ada apa, Sayang? Kau tidak suka kampusmu? Atau kau ingin pindah?" tanya Ellard mencoba memahami apa maksud yang tersimpan dari ucapan Luna.
"Tidak, Pa. Bukan begitu." Sepertinya prasangka sang ayah sangat menyakitkan. Jika ia mengiyakan salah satu dari apa yang diucapkan sang ayah tentu itu sudah sangat terlambat. Karena saat ini Luna sudah memasuki semester ketiga dari kuliahnya.
"Lalu? Tidak apa-apa, Sayang. Apakah kau keberatan belajar Ekonomi dan Bisnis seperti yang Papa mau? Sungguh Papa tidak ingin memaksamu." Ellard mengerjap sendu.
Lelaki itu hanya ingin Luna mengerti tentang dunianya. Seandainya anak gadisnya itu tidak ingin bekerja di perusahaan yang juga menjadi hak warisnya. Paling tidak, Luna tidak nol sama sekali tentang apa yang digeluti sang ayah dan menjadi hal warisnya kelak.
"Bukan itu, Pa." Luna menggenggam erat lengan sang ayah kemudian merangsek memeluk lelaki yang menjadi pelindungnya itu. "Maafkan aku ... Luna sudah membuat malu Papa. Luna mencoreng nama keluarga Papa."
Ellard memeluk anak gadisnya itu. Entah apa yang terjadi, itu pasti sesuatu hal yang fatal, hingga Luna meminta maaf berkali- kali. "Sungguh, Papa tidak apa-apa, Sayang. Maafkan Papa yang memaksamu."
"Tidak. Aku ... Bolehkah aku pindah kuliah ke luar negeri, Pa?" Air mata Luna sudah menganak sungai. Isak tangisnya terasa begitu memilukan bagi Ellard meski tanpa suara. "Aku tidak bisa lagi tinggal disini, di negara ini."
"Katakan pada Papa, ada yang mengancammu? Atau jahat padamu? Papa akan selalu melindungimu, jangan takut!"
Dengan tubuh bergetar, napas yang menderu dan hati yang hancur, Luna mulai bercerita. Tidak ada yang ia tutupi mulai dari kejadian awal hingga akhir.
Namun satu hal yang ia tidak sanggup ceritakan. Gadis itu memutuskan untuk menyembunyikan identitas seseorang yang memperkosanya, yang tidak lain adalah Stefan. Sepupunya sendiri.
Ellard mengepalkan tangannya. Beberapa kali lelaki paruh baya itu nampak memukul bangku taman yang ia duduki bersama putrinya.
Keputusannya tidak menempatkan pengawal untuk sang putri adalah agar gadis itu beradaptasi dengan kehidupan barunya. Namun ternyata malah membawa petaka.
"Siapa dia Luna!?" Suara Ellard terdengar geram. Urat-urat rahang Ellard pun menegang. Lelaki itu nampak berbeda dengan yang biasa ia lihat selama ini.
Seketika Luna tercekat, ayahnya pasti sangat kecewa dengan kejadian yang menimpanya ini.
"Maafkan Luna, Pa. Luna tidak bisa menjaga diri." Tubuh gadis itu merosot ke tanah. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia terduduk di depan sang ayah.
"Ini bukan salahmu, Nak. Tapi Papa yang terlalu menganggap enteng kehadiranmu. Katakan. Jangan takut, Papa akan membuat perhitungan dengannya."
Mata ellard memerah karena marah. Bagaimana mungkin ada orang yang masih berani mengganggu bahkan merusak masa depan putrinya yang jelas-jelas dibawah perlindungannya.
"Tidak ... tidak. Aku tidak ingin mengingatnya! Biarkan aku menguburnya dalam- dalam." Luna menggeleng, menolak membicarakan lagi kejadian ini lebih lanjut.
Lelaki paruh baya itu mendekati anak gadisnya. Membawa tubuh dan hati yang telah rapuh itu ke dalam pelukan. Dengkusan kasar dan gusar Ellard masih terdengar. Sudah bisa dibayangkan kemurkaannya, jika ia tahu identitas lelaki itu.
Stefan sudah pasti tidak akan selamat!
Dan Luna yang berhati lembut lebih memilih tidak mengungkapnya. Ada banyak hal yang ingin ia jaga, meski hal itu merugikan dirinya sendiri.
Baginya, kehadiran sang ayah lebih dari cukup membuatnya bahagia dan berbangga masih memiliki keluarga. Selain itu, ia tidak perduli.
❤❤love u semua
maafkan saya ya, revisi sana-sini🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
ko jadi nyesek yah bacanya
2024-04-23
0