Mengapa Luna tidak bisa melakukan hal itu? Salah satu alasannya karena hubungan sang ayah dengan pamannya itu sangat dekat. Dia akan menghancurkan keluarganya sendiri, jika semua terkuak.
"Sayang, ada Papa disini. Mulai dari detik ini, Papa akan menjagamu dengan tangan Papa sendiri. Apapun maumu, jika kamu merasa nyaman pindah keluar negeri, Papa akan bersamamu," ucap Ellard sedikit melunak. Ia melihat ketakutan pada mata Luna. Ellard tidak ingin Luna merasa sendiri setelah kejadian ini.
"Pa, bagaimana jika di masa depan, tidak ada lelaki yang mau menikahi Luna. Apakah Papa kecewa dan akan membuang Luna?" Gadis yang kini berada di dada sang ayah itu mencoba menyiapkan hatinya.
Itu adalah sebuah resiko yang akan ia terima dengan kuat jika memang sang ayah memutuskan demikian.
"Kamu bicara apa!? Akan ada lelaki yang menerimamu apa adanya, Sayang. Jika memang itu tidak terjadi, Papa yang akan menjagamu dengan nyawa Papa." Ellard menghela napas panjangnya.
Terasa sangat pedih.
Hannah dan Luna. Dia tidak akan mengulangi kepedihan itu untuk kedua kalinya.
Sebagai orang tua yang tidak utuh untuk gadisnya yang baru ia ketahui itu, ia merasa telah gagal menjaga sang putri dari jahatnya dunia luar.
"Papa jangan khawatir. Jika tidak ada yang menikahi Luna, biarkan Luna mengabdikan hidup Luna untuk Papa. Selamanya." Ucapan Luna terdengar begitu ringan, seperti seseorang yang tengah berserah dan pasrah.
"Papa akan senang sekali. Tapi Papa akan memastikan hidupmu bahagia, dengan lelaki yang mencintaimu. Papa bersumpah tidak akan pergi dengan tenang jika kau belum bahagia."
Luna memukul pelan dada sang ayah, hingga membuat Ellard mengulas senyum bulan sabitnya ditengah kegetiran yang menimpa.
"Papa disini saja. Aku tidak apa-apa sendiri. Aku hanya ingin pergi dari negara ini. Melupakan semuanya, kecuali Papa dan Kakak."
Bagaimana mungkin ia mengizinkan sang ayah untuk bersamanya, sedangkan Ellard masih sangat dibutuhkan perusahaannya.
"Tidak! Keputusan Papa sudah bulat. Papa sudah melewatkan masa kecilmu karena ketidaktahuan. Dan papa tidak akan membiarkannya kali ini."
Luna sangat mengerti perasaan sang ayah. Gadis itu menangis kembali mendengar ucapan Ellard. Lelaki yang ia sebut ayah itu benar-benar membuktikan ucapannya.
Setelah cukup lama berada di luar, Ellard membawa Luna masuk ke dalam rumah. Meskipun Luna menolak pada awalnya, namun akhirnya gadis itu menurut pada sang ayah.
Angin begitu dingin di malam menjelang pagi hari itu. Membekukan hati Luna yang teramat sakit atas perlakuan Stefan padanya.
Ayah, selalu menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya. Melindungi dan menjaga sepenuh hati.
\=\=\=\=\=\=\=\=≠\=\=
"Iya, Pa."
"Duduklah, Ag." Ellard menatap dingin putra satu-satunya dengan dengan Rosalie, istrinya.
Meski sebenarnya tatapan itu bukan untuk anak laki- lakinya itu, tetapi untuk lelaki yang telah menyakiti Luna.
Sisa-sisa kekecewaan dan kemarahan semalam masih berbekas jelas di wajah Ellard. Dan Aglen menyadarinya.
"Apa kau mengetahui siapa saja teman dekat Luna selama disini? Lelaki bukan wanita."
Dengan tatapan yang masih sama, Ellard yang menyesap kopi sebagai sarapan paginya bertanya pada Aglen.
"Setahuku tidak ada yang benar-benar dekat, Pa. Kecuali, anak teman Papa, Bhara."
Aglen yang sebenarnya tidak tahu arah pertanyaan sang ayah hanya menjawab seadanya. Karena sejujurnya ia tidak mengetahui apapun tentang adik tirinya itu.
Dia hanya beberapa kali melihat gadis itu bersama Bhara. Lagipula ia tidak perduli dengan apa yang dilakukan Luna, selama tidak merugikannya dan nama baik keluarganya.
"Bhara? Anak Jeff?" tanya Ellard melirik tajam.
Aglen mengangguk. Jeff adalah rekan kerja Ellard meskipun mereka tidak dekat. Dan Bhara memang satu kampus dengan Luna.
"Bagaimana menurutmu anak itu?"
"Siapa, Pa? Bhara?"
"Hemm...." Meski sedang diliputi kemarahan saat ini, Ellard masih bisa mengendalikan nada bicaranya.
"Kukira, dia anak yang tidak banyak tingkah. Dia tidak pernah terlibat masalah dengan siapapun." Aglen tidak salah berpendapat seperti itu, karena memang profil Bhara tidak terlalu mencolok meski ia lahir dari keluarga kaya raya.
Ellard berpikir cepat. Luna saja sampai tidak mau mengatakan identitas lelaki itu, apa karena mereka dekat? Dan anak gadisnya itu merasa takut untuk membuka fakta.
Lelaki paruh baya dengan rambut beruban hampir sempurna itu nampak mengetuk-ketuk mejanya dengan pena. "Urus kepindahan Papa dan Luna sekarang juga, Ag. Sekalian kuliahnya, ke Kanada."
"Apa!? Papa dan Luna ke Kanada?"
"Iya. Ada sesuatu yang terjadi. Papa belum bisa memberitahumu sekarang. Papa harus bersama Luna. Perusahaan disini papa serahkan padamu dan Stefan."
"Tapi kenapa? Luna bukan anak kecil, Pa. Kenapa Papa harus menemaninya? Papa lebih dibutuhkan disini. Se_"
"Itu keputusan final papa, Ag. Jangan mendebat! Jika sudah waktunya, Papa akan menceritakan alasannya. Untuk sekarang kerjakan saja yang Papa perintahkan."
"Papa serius?"
"Apa Papa kelihatan bercanda? Selesaikan secepatnya!" titah Ellard pada anak lelakinya itu.
Aglen tidak bisa berkata apa-apa lagi. Keputusan sang ayah memang selalu tidak bisa ditolaknya.
Lelaki tampan yang masih lajang itu bergegas keluar dari ruang kerja sang ayah. Dengan membawa kemarahan yang tertuju pada sang adik, Luna.
Ya, Luna seperti mengambil alih perhatian sang ayah sejak kedatangannya. Dan itu membuatnya semakin tidak suka dengan gadis yang terpaksa harus ia terima dengan status adik itu.
Padahal hanya kuliah, kenapa harus ditemani papanya?
Aglen tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Entahlah apa yang terjadi jika lelaki tampan dengan rambut dikuncir itu mengetahuinya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Brakkkk!
Seorang lelaki tampan tengah berada diantara beberapa lelaki berjas hitam yang membuatnya terjepit di dalam mobil.
Dia adalah Bhara. Baru saja pemuda itu hendak masuk ke dalam mobil namun ia malah di dorong kedalam mobilnya sendiri oleh orang-orang yang tidak dikenalnya.
"Siapa kalian!?" teriak Bhara.
"Apa kau yang bernama Sabhara Anderson?" tanya salah satu dari mereka.
"Cari tahu saja sendiri," ketus Bhara.
Bum!
Satu tinjuan sekepal tangan mendarat di pipi pemuda tampan keturunan Indonesia itu.
"Aku rasa bukan dia pelakunya," ucap yang lain menanggapi. Meski baru saja temannya menghadiahkan bogem mentah pada targetnya itu.
Bhara tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh orang-orang itu.
Bukan dia pelakunya!
Sepertinya mereka tengah disuruh seseorang untuk mencari tahu sesuatu.
Namun yang tidak ia mengerti mengapa pencarian orang-orang itu langsung mengarah padanya.
Bhara pemuda bersih. Dia merasa tidak pernah terlibat kejahatan apapun.
"Kita pergi!" Salah satu dari mereka bersuara.
"Bos sudah mendapatkan aktivitasnya hari itu. Dia tidak datang di perayaan karena pergi keluar kota. Ada foto- fotonya," bisik seseorang pada temannya.
"Oke. Bersih."
💕sayang jangan lupa vote, like dan komennya ya, gomawo😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
waduh Luna jadi sasaran kemarahan kakak tirinya ga yah
2024-04-23
0