Pemilik mata elang itu mengerjap. Ia sendiri di dalam sebuah apartemen mewah miliknya sendiri dengan fasilitas yang fantastis juga tentunya.
Saat ini, Stefan sedang mendinginkan otaknya dengan berendam di dalam jacuzzi.
Di dalam sana ada jet bawah air yang meliuk-liuk dengan gerakan memutar, sehingga dapat menimbulkan efek seperti memijat. Dimana hal itu dapat membantu merilekskan otot- otot yang tegang.
Sesekali lelaki itu mendongak dengan memejamkan mata menikmatinya. Dan ketika ia kembali menegakkan tubuhnya, Stefan mencoba menghapus bayangan kejadian di malam itu.
Tidak bisa! Dan yang jelas bukan tidak bisa. Tapi hatinya lah yang tidak mengizinkannya.
Sejak kapan perasaan itu ada di dalam hatinya, lelaki itu tidak tahu. Yang jelas saat ini, ia ingin memiliki sepupunya itu seutuhnya dan tidak ingin kehilangannya.
Stefan meneguk cairan merah yang ada di gelasnya. Rasanya getir, namun sedikit banyak mampu menenangkan kegelisahannya saat ini.
Untuk mewujudkan keinginanya itu, tentu banyak rintangan yang harus dilewatinya. Luna, paman Ellard juga papanya sendiri.
Dia juga heran dengan dirinya sendiri. Dari sekian banyak gadis yang dia tiduri, mengapa harus Luna yang mampu menggoreskan rasa dalam hatinya. Kenapa tidak si itu dan si dia yang begitu mudah ia dapatkan.
Stefan menenggelamkan diri dalam jacuzzi miliknya itu.
Berharap semua bisa ia selesaikan dengan tenang dan tanpa rintangan yang berarti.
Bahkan karena peristiwa ini, Stefan sama sekali belum menjejakkan kaki dirumah orang tuanya.
Sang ibu beberapa kali terlihat melakukan panggilan namun tak digubrisnya. Paling nanti ia akan dimarahi habis-habisan oleh wanita pertama dalam hidupnya yang sangat ia cintai itu, saat ia datang kesana.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Bi, tanyakan pada Luna apa ada barang yang ingin dia beli sebelum berangkat. Kalau ada, temani dia keluar, biar diantar sopirku," titah Ellard.
Bukan sembarang sopir yang dimiliki Ellard. Semua yang menjadi sopirnya adalah juga bodyguard. Mulai sekarang kemanapun Luna pergi ia harus diantar. Tidak akan Ellard membiarkan anak gadisnya itu keluar tanpa pengawalan.
Baru saja bibi Ofelia hendak naik, Luna nampak akan turun dengan wajahnya yang lebih segar.
"Pa, bolehkah aku keluar sebentar. Aku memerlukan beberapa obat."
"Bibi baru saja hendak naik untuk menanyakannya. Tuan memberi izin, asalkan Bibi boleh menemani dan diantar sopir Tuan."
"Benar, Pa?" Gadis itu bahkan sudah siap dengan tas kecil ditangannya. Namun ia masih mengenakan hoodie yang sama beberapa hari ini, bekas-bekas itu masih terlihat meski tipis, itulah sebabnya Luna masih enggan menggunakan pakaian yang menunjukkan leher jenjangnya.
Ellard mengangguk. "Pergilah, asal jangan sampai lepas dari pengawasan Alex. Kau harus menurut padanya."
Luna tersenyum masam. Dia pikir dengan bibi Ofelia saja cukup. Mungkin ia lupa jika dirinya gadis satu-satunya di keluarga Efrain saat ini. Segala fasilitas sampai pengawal tentu harus selalu bersamanya.
Namun apa mau dikata, karena kebebasan yang diberikan sang ayah dengan maksud baik malah mencelakainya. Peristiwa kemarin sudah cukup membuat Luna trauma. Dia tidak akan bisa pergi sendirian lagi sekarang.
"Baiklah, katakan pada Paman Alex, jangan mengawasi terlalu dekat. Aku belum terbiasa, Pa." Sejujurnya Luna masih tidak nyaman dengan pengawal-pengawal sang ayah. Namun keselamatannya tentu tidak bisa dipertaruhkan lagi kini.
"Kau kan bisa mengatakannya sendiri, Sayang." Ellard yang duduk dengan surat kabar paginya mengernyit melihat anak gadisnya.
"Paman Alex hanya menurut pada Papa."
"Ok! Sudah sana berangkat, nanti biar Papa yang memberitahunya," ucap Ellard, padahal ia tidak berniat menghubungi pengawal senior yang sudah belasan tahun ikut dengannya itu.
Alex sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Dan Ellard mempercayainya. Semua tentu demi keselamatan sang majikan yang menjadi prioritas utamanya.
Cup!
Kecupan singkat diberikan Luna pada pipi sang ayah. Gadis itu mencurinya dengan berdiri dibelakangnya.
Sungguh, hal itu membuat Ellard kaget. Lelaki itu sampai terpana beberapa detik menatap anak gadisnya yang berdiri membungkuk disebelahnya.
Luna tidak pernah melakukannya dan Ellard tidak pernah memintanya. Karena dia menghargai Luna, pertemuan mereka yang terjadi saat anak gadisnya itu beranjak dewasa tentu membuat dinding jarak yang cukup tinggi antara mereka.
Bayangkan saja seorang asing yang tidak pernah dikenal atau ditemui sekalipun, tiba-tiba harus dipanggil ayah olehnya. Dan juga mengharuskan mereka tinggal bersama.
"Berbahagialah. Papa akan selalu bersamamu mulai sekarang. Kita akan membuka lembaran baru disana. Dan papa hanya ingin selalu membuatmu tersenyum, karena papa akan membunuh siapapun yang membuatmu menangis, Sayang." Ellard berucap sangat lirih, hampir seperti berbisik.
Bisikan yang merupakan sebuah janji seorang ayah untuk anak gadisnya.
"Terima kasih, Pa. Luna juga berjanji akan sekuat tenaga menjaga diri Luna dari semua hal buruk." Luna mengerjap, mengalirkan cairan bening yang tertahan saat Ellard mengucapkan kata-katanya.
"Ya, kamu harus kuat. Kamu punya Papa disisimu." Ellard menepuk bahu Luna kemudian mendorong pergi anak gadisnya itu. Suasana akan berubah sedih jika Luna tidak segera pergi.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Non, beli ini?"
"Apa, Bi?" Luna menjawab tanpa melihat apa yang ditunjukkan bibi Ofelia.
"Ini. Lihat dulu. Gambarnya lucu." Wanita paruh baya itu memegang sebuah bungkusan kecil dengan warna dan gambar yang menarik.
"Apa?" Luna melirik sejenak, kemudian malah membuat gadis itu tertawa. Sesuatu hal yang tidak bisa ia lakukan akhir-akhir ini. "Kalau itu dimana saja ada, Bi. Tidak perlu membawa dari sini."
"Tapi lucu, Non." Bibi Ofelia bersikeras bahwa Luna harus membelinya. Bisa untuk stok bukan.
"Ya sudah, ambil satu untuk Bibi." Luna berakhir mengalah.
"Bibi sudah menopause, Non. Tidak perlu memakai ini lagi," tolaknya.
"Hadiah buat Bibi. Tadi katanya lucu."
Bibi Ofelia tersenyum malu. "Baiklah, dibeliin kan sama Nona, buat kenang-kenangan nanti disana," seloroh wanita paruh baya itu.
Luna sampai tertegun mendengarnya. Kenang- kenangan? Itu hanya pembalut. Tapi sedetik kemudian ia tidak bisa menahan tawanya.
Hanya bibi Ofelia wanita paling unik yang pernah ia temui. Mana ada beli pembalut disini, untuk kenang-kenangan selama tinggal di Kanada nanti.
"Luna."
Luna yang mendengar namanya disebut langsung menoleh ke asal suara. Tanpa menunggu lama, gadis itu segera menarik tangan bibi Ofelia untuk pergi.
"Ini alamatnya. Kirim saja barangnya kesini." Setelah meletakkan keranjang di depan kasir, Luna buru- buru memberikan kartu kreditnya untuk digesek.
Dan begitu pemuda yang memanggilnya itu hampir dekat denganya, transaksi pun selesai. Secepat kilat, Luna pergi setelah memberi tahu bibi Ofelia untuk masuk lebih dulu kedalam mobil.
"Lun, tunggu! Luna! Kita harus bicara."
Seorang pemuda tampan yang pipinya nampak ada bekas memar tengah mengejar Luna saat ini.
Ragazzi💓
Terima kasih untuk semua perhatiannya. Ramaikan ya.. 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
apa itu teman Luna yang tadinya jadi sasaran pengawal papanya
2024-04-23
0