"Mainannya, Ma?" Elea hendak memunguti mainanya yang tercecer, dan membawanya pulang.
"Tinggalkan disini saja. Di rumah juga banyak mainan, Sayang." Luna hanya membantu menepikan mainan-mainan itu.
"Tapi, Ma. El mau mainan itu," tunjuknya pada beberapa mainan yang masih di dalam tempatnya. "Yang itu, itu dan itu juga," ibanya pada sang ibu.
"Sayang...." belum juga Luna melanjutkan ucapannya, Elea langsung duduk terpekur dengan mata berkaca di depan mainan- mainannya itu.
"Baiklah ... Kita bawa beberapa saja, ya." Luna mengalah, ia tidak ingin melihat anaknya sedih dan kecewa.
Dengan cepat gadis kecil itu memunguti mainan yang sudah ia buka, dan meletakkan pada tempatnya. Kemudian mengambil beberapa paper bag yang akan ia bawa pulang.
"Sayang, itu banyak sekali." Luna mencicit ketika melihat Elea hanya menyisakan 3 paper bag yang tidak disentuhnya.
"Tapi ini semua pemberian Paman Tampan, Ma. Dan semuanya bagus-bagus serta mainan model terbaru. Yang dibelikan Paman Aglen buat mainan disini saja," bela Elea pada dirinya sendiri.
Luna hanya mengangguk pasrah. Ia tidak bisa lagi membuat alasan untuk meninggalkan mainan pemberian Stefan itu di rumah sang ayah.
Wanita itu menggandeng putrinya menuju taman. Menghampiri sang ayah untuk pamitan.
Ellard tengah duduk di taman, membaca sebuah buku. Kegiatannya sehari- hari jika ia sedang santai.
Dari kejauhan, Stefan sampai tak berkedip menatap seorang wanita dan gadis kecil yang tengah tertawa riang berjalan meninggalkan taman.
Semoga Tuhan memberinya kesempatan, meski itu sangat terlambat.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Sayang, paman temannya paman Aglen tadi bertanya apa saja pada El?" Di dalam mobil dalam perjalanan pulang, Luna menginterogasi gadis kecilnya itu.
"Paman Tampan maksud Mama?" Gadis kecil itu hanya mendongak sejenak kemudian kembali melakukan aktivitasnya, menyisir boneka Barbie keluaran terbaru yang dibelikan Stefan.
"Hemm...."
"Tidak ada. Paman hanya diam dan terus menatap El. Katanya El cantik seperti Mama," ungkap putrinya polos.
"Kenapa El memanggil paman tampan? Kenapa tidak panggil nama saja seperti paman Aglen?"
"Karena paman tampan memang benar-benar tampan, Ma. Bahkan lebih tampan dari paman Ag," bisik Elea dengan gaya kocaknya. Kemudian gadis kecil itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. "Sssttt ... Jangan bilang Paman Ag ya, Ma. El sayang Paman Ag."
Luna mengerjap pelan, mendengar pengakuan lugu dari gadis kecilnya.
Andai El tahu, Stefan adalah ayah kandungnya. Tidak, tidak! Hal itu tidak akan dia lakukan. Dia bisa membesarkan Elea sendiri, tanpa campur tangan Stefan. Lagipula Adam dan keluarganya juga bisa menerima kehadiran Elea. Banyak orang yang menyayangi gadis kecilnya itu.
"El ... Apa kau menyukai paman tampan itu? Maksud Mama paman Ste-fan?"
"Tentu saja, Ma. Semua orang pasti akan menyukainya. Paman tampan sangat baik. Dia menggendong El saat di Mall tadi karena El mengeluh capek. Paman tampan juga yang membelikan El makanan dan menyuapi El hingga habis. Emm ... juga menjaga El, karena paman Aglen sempat pergi ada urusan sebentar tadi."
Mengejutkan! Ayah dan anak itu baru saja bertemu hari ini. Namun Stefan sudah mencuri perhatian gadis kecilnya. Apa Stefan menyadari jika Elea darah dagingnya? Atau ini hanya rasa bersalah Stefan saja karena telah membuat kenangan buruk pada masa lalu Luna?
Luna pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. Wanita itu berkali-kali memukul kemudinya dengan raut wajah gusar.
"Mama. Are you, ok?"
Luna tercekat mendengarnya. "I am okay little girl." Wanita itu cepat menguasai diri, dibelainya lembut puncak kepala Elea, kemudian ia mengacungkan ibu jarinya sebagai kode jika ia baik-baik saja. Dan mereka melanjutkan perjalanan pulangnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Daddy mana, Ma?"
"Belum pulang, Sayang." Luna meringis mengingat alasannya agar diperbolehkan pulang oleh sang ayah.
"Kata Mama, Daddy sudah di rumah tadi?" Padahal Elea berencana akan memperlihatkan mainannya pada sang ayah. Namun rupanya harus gagal lagi.
"Mama pikir, Daddy sudah pulang. Rupanya belum." Luna menyadari kesalahannya, berbohong di depan sang anak. "El, mau main lagi?"
Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya. Sorot kecewa sangat terlihat dimatanya. Setiap kali Adam pulang dari kantor, ia selalu tidak bisa mengganggu waktu ayahnya itu.
Elea hanya mempunyai waktu bersama Adam saat pagi hari. Dan, Elea tentu tidak berharap banyak untuk hari ini.
Gadis kecil itu sudah memasang senyumnya karena mendengar sang ayah pulang cepat. Kenyataannya tidak demikian.
Sang ayah tetap saja pulang malam.
"Biar Mama temani, ya Sayang. Ayo, El mau main apa?"
"Mama ... El main sendiri saja."
"Tidak apa-apa. Biar Mama temani sebentar sebelum mama mandi. Ok." Luna sungguh tidak tega melihat kekecewaan putri kecilnya itu.
Luna segera mengeluarkan beberapa mainan dari paper bag yang teronggok di ranjang Elea.
Rupanya benar kata El, Stefan membelikan banyak sekali mainan dan semuanya model terbaru. Bahkan semua jenis mainan itu diketahui oleh Elea. Bukti jika Stefan tidak asal beli, tapi dia mendengarkan apa kata Elea.
"El kangen main dengan Daddy, Ma," celetuk putri kecilnya itu. Matanya menatap kosong boneka barbie yang ada ditangannya.
Luna menoleh, Adam memang jarang sekali main dengan Elea. Bahkan dalam sebulan bisa dihitung dengan jari.
Adam sibuk dengan perusahaan Luna yang semakin berkembang. Bahkan hari libur pun, lelaki itu sering keluar kota untuk pertemuan-pertemuan penting.
Namun semua masih dalam kendali Luna. Dia yang selalu menghibur Elea, gadis kecilnya yang seperti kekurangan kasih sayang dari sang ayah.
Luna yakin Adam juga sayang dengan Elea, meski gadis kecil itu bukan anaknya. Karena Luna pun telah berterus terang dengan mengajukan syarat sebelum hubungan mereka berlanjut ke jenjang yang lebih serius dulu. Menerima Luna berarti harus satu paket dengan bayi dalam kandungannya, Elea.
"Nanti kalau Daddy libur, pasti Daddy mau main dengan El," bujuk Luna.
"Tapi hari Minggu pun, Daddy tetap kerja, Ma. Daddy tidak libur." Agaknya kekecewaan Elea yang kemarin-kemarin ia keluarkan semuanya hari ini.
"Tidak selalu, Sayang. Daddy libur di hari Minggu awal setiap bulan."
"Tapi tetap saja tidak bisa bermain dengan El." Gadis kecil itu menunduk. "Paman tampan tadi mengatakan, jika El tidak ada teman main, El boleh menghubunginya. Paman tampan akan datang dengan cepat."
"Paman banyak pekerjaan, Sayang," ucap Luna. "Paman kesini bukan untuk liburan, tapi_"
"Kata paman tampan tidak apa-apa, Ma."
Entah apa yang dikatakan Stefan pada Elea. Namun semua ini membuat Luna muak.
Enak saja Stefan berbicara banyak hal dengan gadis kecilnya ini, dan menjanjikannya sesuatu.
Suasana kamar Elea pun mendadak suram seperti penghuninya, membuat Luna serba salah menanggapi keinginan sang anak.
💞
Hai readers tercinta, Terima kasih banyak perhatiannya. Jangan lupa dukungannya ya... 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
sepertinya Stefan uda bis menarik perhatian putrinya sendidi
2024-04-23
0