Love Me Tender
Sinar mentari pagi menyeruak masuk melalui celah jendela kamar seorang gadis. Indira gadis yang sedikit pemalu itu mengerjap untuk menetralkan matanya dengan cahaya di dalam kamarnya.
"Cepat sekali pagi", ucap suara paraunya.
"Dira... Bangun!" sergah sang bibi dari balik pintu kamar Indira. Tangan kuatnya tak berhenti mengetuk pintu yang selalu di kunci rapat oleh Indira, sejak kejadian malam yang menakutkan itu terjadi padanya.
Ceklek.
"Dasar anak gadis pemalas!" ucap sang bibi sambil menjewer telinga Indira. "Sudah jam berapa ini? Kenapa kau baru bangun?" Celoteh sang bibi yang membuat paginya terasa berat.
Tak ingin semakin menambah kemarahan sang bibi, Indira langsung menundukkan kepalanya. "Iya, maaf Bi. Indira bangun kesiangan", sahutnya dengan rasa bersalah.
"Cucian di belakang sudah menumpuk, cepat bersihkan!" desaknya pada Indira. Mencuci pakaian sudah menjadi tugas utama bagi Indira, sejak kedatangannya ke rumah sang bibi 3 tahun yang lalu, setelah dia kehilangan kedua orangtuanya.
"Tapi bi..."
"Sudah mulai membantah?" ujar sang bibi dengan tatapan tajam yang menciutkan nyali Indira.
Dengan terburu-buru Indira berlari ke tempat pencucian. "Aww", pekiknya saat sudut bahunya tidak sengaja menabrak sang paman. "Ma- maaf paman", ucapnya sedikit gugup sambil menunduk.
"Tidak apa-apa", sahut sang paman sambil melangkah mendekati Dira. Lalu dia mengangkat dagu Dira dan menyunggingkan senyum penuh arti. "Apa kau..."
"Kenapa masih berdiri disitu!" ucap suara cempreng sang bibi yang telah memotong ucapan pamannya itu.
Indira langsung melewati sang paman. Syukurlah bibi datang, batin Indira.
Dalam waktu 30 menit Indira menyelesaikan pekerjaan mencuci pakaian dan sekaligus menjemurnya. Kemudian dia berlari dengan cepat menuju kamarnya. Tak butuh waktu yang lama Indira sudah siap untuk berangkat ke kampus.
Ini adalah hari pertamanya berkuliah. Dan seperti kebiasaan yang dilakukan pihak kampus setiap tahunnya saat penerimaan mahasiswa baru, maka akan dilakukan ospek bagi mahasiswa baru. Indira kembali mengecek kelengkapannya saat baru saja selesai memakai kasut. Baju putih, rambut di kepang dan papan nama yang menggantung di leher. Semua sudah lengkap, batinnya.
Indira berjalan dengan penuh semangat menuju pintu rumah, saat sudah berpamitan pada sang bibi. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di teras rumah, bahkan jantungnya pun mulai berdegup kencang tatkala melihat sang paman duduk di atas motornya seolah sedang menunggu seseorang.
Dengan ragu Indira melanjutkan langkahnya. "Ayo, berangkat sama paman", ajak sang paman dengan tersenyum padanya.
"Maaf paman, Dira naik angkutan umum saja", sahutnya sambil berlari menjauhi sang paman.
"Dira", panggil sang paman dengan sedikit berteriak, lalu dia menyalakan kendaraannya untuk mengejar Indira. Semua tindakannya itu telah disaksikan oleh sang istri lewat kaca jendela rumahnya.
Huft... Huft.
Indira mengatur nafasnya yang masih memburu, setelah lelah berlari di sepanjang jalan untuk menghindari kejaran sang paman.
"Gimana ini sisa 30 menit lagi", ucapnya bergumam saat baru saja melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Dia terus berfikir sambil memandang disekitarnya, tujuannya hanya satu, bisa tiba di kampus kurang dari 30 menit.
Sorot mata Indira berhenti pada satu angkutan umum berwarna biru muda. "Ada angkot tu", ucapnya sambil berlari menghampiri angkutan umum yang masih berhenti.
Indira melangkah masuk ke dalam angkutan umum itu. "Ayo, cepat bang", pintanya pada sang supir yang masih berdiri di luar mobil.
"Kalau mau cepat naik mobil pribadi atu neng", sahut sang supir dengan berdecak kesal. Lalu dia kembali berteriak menyebutkan nama tempat yang ingin dituju. "Pasar senen... Pasar senen", ucapnya sambil mempersilakan masuk penumpang lainnya. "Ayo... Ayo... digeser", ucap sang supir saat sedang menjulurkan kepalanya ke dalam mobil.
"Aduh gimana ini?" ucapnya bergumam.
Tanpa diduga, mobil angkutan umum itu sudah penuh sesak dengan penumpang. "Syukurlah", ucapnya sambil menghela nafas lega.
Setelah 15 menit diperjalanan Indira melihat persimpangan yang tidak jauh dari kanpusnya. "Pinggir bang!" teriak Indira, hingga semua mata tertuju padanya. Sang supir pun tersentak kaget sambil menginjak pedal rem dengan mendadak. "Permisi... Permisi... " ucap Indira mengabaikan tatapan sinis penumpang lainnya.
Setelah membayar ongkos, Indira kembali berlari melalui jalan pintas melewati danau yang tak jauh dari kampusnya
Byur.
Sesuatu yang jatuh ke dalam danau mengusik perhatian Indira. Rasa kemanusiaannya mendorong Indira untuk melihat apa yang baru saja terjatuh ke dalam danau. Dia khawatir seseorang terjatuh saat terpleset.
Indira menatap dengan mulut ternganga seseorang yang terus melambaikan tangannya.
"Sepertinya dia akan tenggelam", ucap Indira bergumam. Tanpa berfikir panjang, Indira langsung menghempaskan tas ranselnya dan melepas kacamatanya, lalu melompat ke dalam danau.
"To..." suara lemah wanita paruh baya itu terdengar oleh Indira. Dengan sigap Indira meraih tangan wanita itu dan membawanya ke tepi danau.
Indira memberi pertolongan pertama dengan melakukan CPR. Meskipun dia bukanlah mahasiswa kedokteran, namun saat di desa dia sering melihat ayahnya melakukan CPR pada warga yang hampir tenggelam di sungai.
Khuk. Khuk.
Wanita paruh baya itupun memuntahkan air yang sempat dia telan.
"Syukurlah ibu sadar", ucap Indira sambil membantu wanita itu untuk duduk. "Ibu punya saudara atau seseorang yang bisa dihubungi?" tanyanya saat melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya, tersisa 5 menit lagi waktu untuk dia sampai ke kampus.
Sang ibu yang terlihat kebingungan mencoba meraba-raba saku celananya. "Ponselku hilang", ucapnya.
"Mungkin terjatuh di danau, bu", tebaknya. "Apa ibu mengingat nomor bapak atau kerabat ibu yang lainnya?" tanya Indira dengan terburu-buru.
Indira bersiap dengan ponsel ditangannya. Barangkali si ibu mengingat nomor seseorang.
"Oh, iya coba ke nomor ini!" seru sang ibu dengan menyebutkan nomor telepon seseorang. Dengan cepat Indira mengetiknya, lalu menghubunginya.
"Halo... Halo... Tolong jemput ibu di dekat danau kampus Arkana University!" ucap Indira dengan cepat, tanpa menyebutkan nama. Lalu dia menutup sambungan telepon dan menyandang ranselnya, bersiap untuk pergi saat orang yang akan menjemput ibu yang baru saja ditolongnya itu datang.
Tak butuh waktu yang lama, sebuah mobil bmw seri X6 berhenti di pinggir jalan. Seorang pria bertubuh atletis yang sedang mengenakan kemeja slim fit berlengan panjang keluar dari dalam mobil. Lalu dia berlari menghampiri sang ibu. "Mommy", panggilnya sambil menghampiri ibunya itu dan membantunya berdiri.
"Kenapa mommy bisa berada disini?" tanya Theo saat melihat keadaan ibunya yang duduk seorang diri dalam keadaan basah kuyup. Lalu dia menuntun ibunya masuk ke dalam mobil.
Ratu, mommynya Theo itu menghela nafas, saat kembali mengingat kejadian yang menyebabkan dirinya terjatuh ke danau.
"Tadi mommy mengantar adikmu ke kampus, karena hari ini adalah hari pertama dia kuliah."
"Ya, Theo tahu itu mom... " ucap Theo sambil menganggukkan kepalanya. "Aww..." ringisnya kemudian saat Ratu menjewer telinganya.
"Dengarkan mommy dulu!" pinta Ratu.
"Iya, maaf mom", sahut Theo, lalu dia melajukan kendaraannya.
Ratu pun melanjutkan. "Mommy tidak langsung pulang saat melihat taman kampus yang sangat indah itu. Jadi mommy pengen mengenang masa-masa mommy kuliah dulu." Ratu tersenyum mengingat pertemuannya dengan sang suami.
"Sewaktu mommy berjalan di sisi sebuah pohon, mommy melihat sekawanan lebah yang berterbangan. Mommy panik, jadi mommy lari sekencangnya sampai ke danau ini, tapi tiba-tiba mommy kehilangan keseimbangan dan... akhirnya jatuh", ucap Ratu saat mengingat kejadian yang baru saja dialaminya.
"Tunggu dulu!" seru Ratu saat mengingat sesuatu yang membuat Theo menginjak pedal rem dengan mendadak.
"Kenapa, mom?" tanya Theo panik.
"Gadis yang menolong mommy tadi. Kenapa mommy bisa lupa", ujarnya. Lalu dia meminta Theo putar balik.
Saat mereka tiba ditempat semula, Theo berdecak kesal karena tidak menemukan siapa pun di sana. "Mungkin mommy lagi ngigau tadi, atau mommy diselamatkan malaikat", tebaknya ngasal yang membuat Ratu kembali menjewer Theo.
"Aww..." pekiknya sambil memegang telinga.
"Tapi tadi dia kan menelponmu", ujarnya sambil mengedarkan pandangannya disekitar danau.
"Iya, tapi kata-katanya aneh", sahut Theo saat mengingat ucapan Indira ditelepon.
"Sepertinya dia sudah pergi. Ayo, kita pulang!" ajak Ratu saat tidak melihat siapa pun di sekitar danau.
Theo pun berjalan mengikuti langkah sang mommy dengan menggerutu. Namun seketika bulu kuduknya berdiri, saat di dalam benaknya dia menduga bahwa makhluk tak kasat matalah yang telah menolong sang mommy. Theo pun mempercepat langkahnya, lalu buru-buru masuk ke dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Nenieedesu
bagus ceritanya
2023-06-12
0
Zey ✨️
Queen mampir, semangat kak 💪
2023-06-06
0
Elisabeth Ratna Susanti
seru banget langsung like and favorit ❤️ plus 🌹
2023-05-30
0