Dengan nafas yang masih memburu Indira berjalan masuk melewati gerbang kampus Arkana University. Di kampus inilah Indira akan melanjutkan pendidikannya, berbekal beasiswa yang diberikan oleh pemilik kampus.
"Akhirnya sampai juga", ucapnya bergumam sambil mengusap peluh yang sudah bercucuran. Diedarkannya pandangannya mencari arah yang tepat. "Sepertinya arah kesana", tunjuknya pada satu arah masih dengan bergumam.
Indira melangkahkan kakinya dengan cepat menyusuri lorong kampus yang ramai dipadati oleh mahasiswa yang berlalu lalang. Kenapa semua mata menatapku? Atau itu cuma perasaanku saja? Batin Indira.
"Habis mandi dimana neng?" tanya seorang mahasiswa berambut cepak saat berjalan berlawanan arah dengannya.
Indira terkesiap saat mendengar penuturan pria itu, entah kenapa dia tidak menyadari baju basah kuyupnya telah bercampur dengan keringat. Pantes semua mata menatapku, batin Indira. Namun Indira mengabaikan tatapan penuh ejekan itu. Dia terus melangkah mencari tempat teman seangkatannya berkumpul.
"Itu mereka." Indira tersenyum saat sudah menemukannya, dia langsung menggantung papan identitasnya di leher, lalu bergabung dengan barisan paling belakang.
"Hei, kamu yang baru datang!" teriak seorang kakak kelas pria yang sedang memegang toa, hingga semua mata tertuju padanya. "Kemari!" pintanya dengan wajah garang.
Nyali Indira seakan ciut, saat dirinya menjadi tontonan mahasiswa baru lainnya. Dengan rasa gugup dia melangkahkan kakinya menuju tempat kakak kelasnya itu berdiri.
"Gabung dengan temanmu itu", tunjuknya pada seorang pria yang sudah lebih dulu berdiri di sisi kirinya.
Indira menghampiri pria yang ditunjuk tadi tanpa bantahan, lalu dia berdiri disampingnya.
"Perkenalkan dirimu!"
Indira menunjuk tepat diwajahnya. "Saya kak?"
"Iya siapa lagi." Kakak kelas itu berbicara ketus hingga membuat wanita yang sedari tadi berdiri disebelahnya menahan tawa.
Baru saja Indira akan mengatakan identitas dirinya, kakak kelas itu sudah lebih dulu memotong ucapannya dengan meminta semua orang bersorak.
Huu. Suara teriakan itu mematahkan semangat Indira.
"Kami sudah tahu siapa kamu." Kakak kelas itu menunjuk pada papan yang menggantung dilehernya.
"Tapi kakak yang memintaku memperkenalkan diri!" suara lantang Indira membuat kakak kelas pria itu menatap tajam kearahnya.
"Masih mahasiswa baru, tapi sudah berani melawan", ujarnya. Lalu dia berbisik pada wanita disebelahnya.
"Kamu ikut saya!" Wanita itu menunjuk pada Indira, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
Seorang wanita cantik bertubuh proporsional yang sedang berdiri dibarisan tengah mahasiswa baru menatap tidak suka akan perlakuan kakak kelasnya itu.
"Ayo, semua bentuk kelompok. Satu kelompok terdiri dari 5 orang, boleh campur cowok dan cewek!" teriak sang kakak kelas.
Semua mahasiswa baru itu berlarian mencari teman untuk dijadikan satu kelompok.
"Jangan berisik!" teriak sang kakak kelas kembali.
Setelah semua mahasiswa mendapatkan kelompoknya masing-masing. Sang kakak kelas meminta pria berkacamata yang sedari tadi berdiri di sampingnya untuk menjalankan hukuman menjadi pesuruhnya selama ospek berlangsung. Tugas pertamanya adalah membagikan semua alat peraga yang akan digunakan.
Kakak kelas wanita yang sedang menuntun Indira, menghentikan langkahnya di sebuah tempat yakni diruang kolam renang.
Dengan berani Indira berbicara dengan kakak kelasnya itu. "Apa saya disuruh berenang lagi kak? Masalahnya baju saya ini saja belum kering", ucapnya sambil menyentuh pakaiannya.
Kakak kelasnya itu membalikkan badannya menatap tubuh lusuh Indira. "Cih, siapa yang memintamu berenang. Yang ada air di kolam renang ini akan tercemar", ucapnya dengan tidak ramah. "Cepat bersihkan tempat ini! Semua peralatan ada di sana!" tunjuknya pada sudut ruangan.
Indira menatap kakak kelasnya itu dengan wajah bingung. "Semua ruangan ini kak?" tanyanya dengan mulut menganga.
"Iya... Apa masih kurang?" tantang sang kakak kelas.
Indira mengedarkan pandangannya ke semua sudut ruangan kolam renang. "Yang ini saja kak", sahutnya dengan wajah memelas.
"Oke, kerjakan sekarang!" serunya sambil berjalan melewati Indira dan meninggalkannya seorang diri.
Indira melepaskan kasut basahnya. Lalu duduk di tepi kolam renang. "Kenapa hari pertamaku kuliah sesial ini, ya", ucapnya sambil menatap air jermih kolam renang.
"Ngapain di situ neng?" tanya seorang pria seumuran pamannya yang sedang berjalan menghampiri Indira.
Indira langsung bangkit berdiri. "Maaf, bapak ini siapa?" tanya Indira dengan was-was, karena hanya mereka berdua di dalam ruangan itu.
"Saya petugas kebersihan disini", sahutnya. "Trus neng disini ngapain?" tanyanya dengan ramah.
Indira bernafas lega, karena dia tidak sendirian melalukan tugas yang telah diberikan kakak kelasnya itu. "Saya mau membantu bapak", ucap Indira sambil tersenyum.
"Wah, terimakasih sudah mau membantu bapak. Neng namanya siapa?" tanyanya.
"Indira, pak. Bisa di panggil Dira", sahut Indira.
"Nama yang bagus, sesuai dengan wajah neng yang cantik", puji petugas kebersihan sambil mengambil salah satu alat yang dibutuhkannya.
"Bapak terlalu memuji! Nanti saya jadi gak fokus kerja pak", ujar Indira.
"Lha, kenapa gitu? Emang kenyataannya Neng Dira itu cantik kok."
Indira tertawa saat mendengar penuturan petugas kebersihan itu. "Terimakasih, pak", ucapnya yang tak ingin memperpanjang masalah. Dia ingin segera menyelesaikan tugas itu, agar bisa kembali bergabung dengan temannya yang lain.
Setelah dua jam berlalu, Indira berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan sang kakak kelas, namun perutnya mulai berdemo seakan menuntut haknya.
"Pak, maaf Dira duluan ya. Bapak saya tinggal sendiri gak apa-apa kan?" tanya Indira dengan sopan.
"Gak apa-apa atu neng. Justru bapak harusnya berterima kasih, karena neng Dira sudah membantu tugasnya bapak", sahut petugas kebersihan dengan tersenyum ramah.
Indira langsung meraih tas ranselnya yang sedari tadi di letakkan di kursi. "Sampai ketemu lagi, pak", ucap Indira sambil berjalan keluar.
"Iya, neng. Semangat belajarnya!" seru petugas kebersihan sambil merapikan peralatannya.
Tak butuh waktu yang lama Indira tiba di kantin kampus. Matanya melotot tatkala melihat antrian panjang mahasiswa yang akan membeli makanan. "Sabar ya", ucapnya bergumam sambil mengelus perutnya. Indira terpaksa mengantri demi membuat tenang isi perutnya.
"Hei, ini kantin khusus mahasiswa", ujar seorang pria tepat dibelakang Indira. Namun indira tetap diam, karena dia tidak merasa pria itu sedang berbicara dengannya.
"Hei, cewek dekil berkacamata. Aku sedang bicara denganmu!" teriak pria itu, hingga mahasiswa lainnya menjadikan mereka tontonan.
Indira tetap mengikuti antrian tanpa menoleh sekalipun. Dengan emosi yang tertahan pria itu melangkahkan kakinya dan berdiri tepat disamping Indira. "Apa kau tuli?" teriaknya hingga memekakkan telinga Indira.
"Kenapa kau berteriak?" Indira menutup telinganya dengan berdecak kesal.
"Aku sudah memanggilmu berulang kali, tapi kau tak mendengar! Ternyata bukan hanya matamu saja yang bermasalah, pendengaranmu juga", ucapnya sambil tertawa.
Indira menahan emosinya dengan menghela nafas. "Pendengaranku baik-baik saja. Aku rasa mulutmu tuh yang bau, makanya gak punya etika saat berbicara dengan orang lain!" sergah Indira.
Pria itu menatap tajam ke arah Indira. "Kau tidak tahu aku siapa?"
Indira pun membalas tatapannya. "Cowok kurang gizi, siapa namamu?" tanya Indira dengan mengejek.
Pria itu tak terima dengan perkataan Indira. "Kita lihat saja, apakah besok kau masih bisa datang ke kampus!" ancamnya. Lalu dia beranjak dari tempatnya berdiri, karena nafsu makannya sudah hilang saat melihat muka kucel Indira.
Indira menganggap ucapan pria itu hanya sebagai gertakan semata. Dia kembali mengantri dengan sabar untuk membeli makanan. Tak lama kemudian gilirannya pun tiba. Indira langsung menyebutkan pesanannya.
Saat ini Indira membawa makanan pesanannya di atas nampan sambil mencari tempat duduk yang kosong. "Di sana", ucapnya bergumam. Lalu dia melangkah menuju meja yang baru dilihatnya, namun tiba-tiba kakinya dicekal seseorang yang membuat Indira hampir jatuh terjerembap, namun dapat dia tahan karena memiliki ilmu bela diri muay thai.
"Makanya kalau jalan hati-hati, percuma punya mata empat", ledek seorang wanita dengan tertawa terbahak-bahak, hingga teman yang duduk disebelahnya pun ikut tertawa.
Indira menatap ke arah mereka. "Sebenarnya aku sudah hati-hati. Tapi ada tuh orang yang tak punya otak mencekal kakiku!" seru Indira yang membuat mereka semua terdiam. "Lain kali kalau mau adu kekuatan kaki, beritahu aku dulu ya", ujarnya sambil berjalan menuju meja dihadapannya. Lalu dia duduk di salah satu kursi yang kosong, menikmati makanan pesanannya, dan mengabaikan tatapan sinis dari mahasiswa lainnya. Toh aku tak akan mati, jika ditatap seperti itu, batin Indira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
😍😍😍😍😍
2023-06-02
0
FT. Zira
ngak lah..kan belum kenalan🤣🫢
2023-05-01
0
FT. Zira
good point🤣🤣
2023-05-01
0