Mentari pagi belum muncul, namun Indira sudah sibuk menyiapkan sarapan pagi buat seluruh keluarga sang suami. Dengan hati riang Indira terus mengaduk nasi goreng spesial buatannya.
Sang bibi tersentak kaget tatkala melihat Indira lebih dulu bangun dari dirinya, bahkan sudah menyiapkan sarapan.
"Dira.. " panggil sang bibi memastikan bahwa sosok yang sedang memunggunginya saat ini adalah Indira.
Indira menoleh ke sumber suara. "Ya, bi", sahut Indira seraya tersenyum ke arah sang bibi.
"Ternyata benar itu kau", ucap sang bibi sambil melangkahkan kakinya menghampiri Indira. "Emm, baunya enak sekali, bibi jadi pengen nyicip", ujarnya seraya mengambil piring dan sendok.
"Cobalah, bi. Dira masaknya banyak kok", sahut Indira sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring sang bibi.
"Em, enak", ujar sang bibi saat baru saja menyuap sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Dira tinggal ya, bi. Mau siap-siap kuliah", ujarnya seraya melangkahkan kakinya menuju kamar.
Seluruh keluarga sudah berkumpul di ruang makan. Indira buru-buru menghampiri mereka hendak mempersiapkan nasi goreng buatannya, namun matanya terbelalak tatkala melihat hanya ada mie goreng dan roti yang tersaji di meja makan.
"Nasi gorengnya mana bi?" tanya Indira.
"Makanan yang hampir membunuhku itu!" seru Ratu.
Indira mengernyitkan keningnya. "Sejak kapan nasi goreng bisa membunuh orang, bu?" tanya Indira dengan polos, namun berhasil membuat Theo tersedak.
"Bukan nasi gorengnya yang membunuh, tapi garam yang kau taruh di nasi goreng, sudah melebihi asinnya lautan!" celetuk Tamara. "Apa kau ingin membuat mommy hipertensi?"
Indira terdiam sesaat. "Tapi tadi garamnya pas kok. Bi Iyem juga sudah mencobanya", ujar Indira dengan wajah bingung.
"Kapan bibi mencobanya?" tanya bi Iyem.
"Lha, tadi pagi setelah Dira selesai masak. Kenapa bibi bisa lupa?"
Raja pun berdehem. "Sudah jangan di bahas lagi. Yang penting pagi ini ada sarapan di meja makan."
Indira terdiam seraya menatap ke arah sang bibi. Ada apa dengan bi Iyem, kenapa dia berbohong. Batin Indira.
Kemudian Indira menatap ke arah Theo yang sedari tadi diam bahkan sama sekali tidak menatapnya, padahal dia mengira pagi ini akan berbeda dengan pagi sebelumnya saat dia mengingat perlakuan manis Theo kemarin malam.
"Theo berangkat duluan ya, dad", ucap Theo sambil bangkit dari tempat duduknya.
"Kita bareng saja, daddy juga sudah selesai." Raja langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Theo. "Daddy dan Theo ke kantor dulu ya, mom." Raja berpamitan pada sang istri.
"Ya, hati-hati di jalan", sahut Ratu.
"Bi, saya juga sudah selesai makan. Tolong diberesin ya", ujarnya sambil bangkit dari tempat duduknya mengabaikan Indira yang berdiri di sisi kirinya.
Di kampus Arkana University.
Indira melangkahkan kakinya dengan gontai di lorong kampus. Pagi yang indah seakan hanya angan belaka.
Bruk.
"Aww..." ringis Indira saat seseorang menabraknya dari arah belakang. "Bagaimana bisa ..."
"Maaf... Aku tidak sengaja", ujar pria berkacamata memotong ucapan Indira.
"Kau...", tunjuk Indira pada pria yang tak asing baginya. "Sa... Saka!" teriak Indira saat mengingat nama pria yang pernah berdiri bersamanya saat ospek.
"Kau masih mengingatku", ucap Saka sembari memungut bukunya yang jatuh.
"Momen itu aku tidak akan pernah lupa. Jadi aku juga tidak akan lupa denganmu", ujar Indira sambil tersenyum ke arah Saka.
Saka menatap Indira dengan arti yang berbeda. "Terimakasih, karena masih mengingatku", ucap Saka dengan mengulam senyum.
Mereka pun berjalan bersama menuju kelas masing-masing.
Pagi ini kelas Indira seharusnya di ajar oleh Theo. Namun karena Theo berhalangan hadir. Mereka pun mendapat tambahan tugas.
"Ini masih ada yang belum mengumpulkan!" ujar Tamara saat mengumpulkan tugas yang diberikan sang kakak minggu lalu.
"Aku belum", ucap Daven dengan santai.
"Kenapa?" tanya Tamara yang mulai kesal bila berhadapan dengan Daven.
"Ya, belum buat aja", sahutnya, seolah tak peduli dengan konsekuensi yang akan dia terima.
Tamara mulai jengah melihat sikap Daven. Dia langsung membawa tugas teman-temannya yang sudah terkumpul ke ruangan Theo, tanpa .menunggu Daven menyerahkan tugasnya.
Di kantor Theo.
Beberapa karyawan wanita single maupun yang sudah menikah sangat senang jika melihat Theo berlama-lama di kantor. Cuci mata kata mereka. Wajah tampan Theo bak artis dalam drama Korea kesukaan mereka.
"Pak Theo, boleh foto bareng gak?" tanya Lita dengan memberanikan diri walau dia hanya sebagai admin di perusahaan itu.
"Apa kau di gaji di sini hanya untuk berfoto ria?" Raja menatap Lita dengan serius, hingga menciutkan nyalinya.
"Maaf, pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi", ujar Lita dengan rasa bersalah.
"Lanjutkan pekerjaanmu", ucap Raja kemudian.
"Baik, Pak", sahut Lita sembari membalikkan badannya, lalu dia melangkahkan kakinya berjalan menjauhi Raja dan Theo dengan buru-buru.
Para pekerja wanita lainnya yang menyaksikan hal itu pun mengurungkan niat mereka untuk berselfie bersama Theo.
"Daddy kejam amat. Mereka kan hanya minta foto , bukan hal lain."
Raja menoleh ke arah Theo. "Apa kau melupakan statusmu?" tanya Raja dengsn serius. Meskipun dia tidak menyukai Indira, tapi dia ingin Theo tetap menjaga keutuhan rumah tangganya seperti yang sudah dilakukan keluarganya turun temurun.
Theo mendelik. "Tapi, dad. Dia itu ..."
"Ingat pesan dari kakekmu!" Raja menegaskan seraya memotong ucapan Theo.
"Oke, dad", sahut Theo dengan terpaksa, karena dia tidak ingin sang kakek menegurnya. Bisa-bisa ceramahnya selesai setelah ayam berkokok.
"Apa kau ke kampus setelah ini?" tanya Raja sembari melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.
"Tidak, dad. Sudah nanggung", sahut Theo yang mulai lelah harus mengerjakan dua pekerjaan hampir setiap hari.
"Oke, daddy tinggal, ya." Raja menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruang kerjanya.
"Oke, dad", sahut Theo. Lalu dia berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan sang daddy yang sudsh melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Sebuah notifasi masuk ke dalam ponselnya. Theo melirik sekilas saat menyalakan layar ponselnya. Sebuah nama yang tidak asing baginya telah mengirimnya pesan. "Kenapa dia tiba-tiba mengirimkan pesan", ucapnya bergumam.
---
Di kampus.
Tamara kembali membaca sebuah surat yang berisi pernyataan cinta dari seseorang. Indira memberanikan diri menanyakannya.
"Apa itu surat cinta?" tanya Indira saat akan memasukkan bukunya ke dalam tas, karena mata kuliah untuk hari ini sudah selesai.
"Bukan urusanmu!" ucap Tamara ketus.
Indira tertunduk lesu. Entah sampai kapan Tamara akan membencinya.
"Kau pernah mengatakan aku tidak mengerti arti sahabat." Tiba-tiba Daven berbicara hingga membuat Indira sedikit kaget.
"Kalau mau ngomong dengan seseorang, panggil namanya dulu", ucap. Entah kenapa saat ini Daven selalu ikut campur dalam hubungannya dengan Tamara.
Daven menatap ke arah Indira. "Aku balik dulu", ujarnya dengan kesal seraya meninggalkan Indira.
"Tunggu dulu, kau belum menyelesaikan ucapanmu!" teriak Indira.
Daven hanya membalas dengan memberi isyarat menggunakan tangannya, yang menyatakan dia sudah malas melanjutkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
triana 13
semoga cepat selesai semua masalahnya
2023-05-14
0
mom mimu
dua like dan satu iklan mendarat, semangat terus kak 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-05-10
0
Vincar
mungkin bi Iyem iri sama Indira🤨
2023-04-11
1