Kuliah hari ini sangat santai, karena hanya perkenalan dan pengulangan beberapa mata pelajaran sewaktu SMA, kecuali mata kuliah yang di ajar oleh Theo. Baru di awal tapi sudah diberi tugas.
"Jadi kau sekarang mau pulang kemana?" tanya Tamara saat mengemasi bukunya yang masih menumpuk di atas meja.
Tangan indira baru saja selesai menutup tas ransel miliknya. "Untuk sementara ke rumah tetangga", sahutnya.
"Kalau begitu aku akan mengantarmu", ujar Tamara menawarkan diri.
"Jangan!" sahut Indira. "Nanti tante di tempat aku tinggal, datang menjemputku. Lagian kita juga gak searah."
Tamara seakan kehabisan cara untuk mengajak sahabatnya itu untuk pulang bareng. "Jam berapa tantemu datang menjemput?" tanya Tamara.
"Jam 5. Makanya sembari menunggu, aku mau ke perpus dulu. Lumayan mengisi waktu luang", ujar Indira dengan tersenyum.
"Kenapa aku bisa lupa sedang bicara dengan murid terpintar." ledek Tamara. "Kalau aku sih boro-boro ke perpus, di rumah saja bisa pegang buku itu hal yang ajaib", ucap Tamara pencinta drakor itu. Buku pelajaran adalah pengantar tidur terbaik baginya.
Indira tersenyum mendengar penuturan Tamara. "Masing-masing orang punya kesukaan yang berbeda." Indira melangkahkan kakinya berjalan keluar kelas, Tamara pun mengikutinya.
"Aku ikut denganmu!" seru Tamara seraya menggandeng tangan Indira.
"Apa kau yakin?"
Tamara menaikkan tangannya hingga merangkul bahu Indira layaknya sahabat yang sangat akrab. "Aku yakin akan ada buku selain buku pelajaran di sana", ujarnya dengan sangat yakin.
Mereka pun saling menceritakan pengalaman selama bersekolah di SMA. Tamara lebih bersemangat saat menceritakan pengalamannya, karena selain populer, dia juga seakan menjadi role model dalam hal berpakaian. Sekolah SMA Tamara yang terdiri dari kumpulan anak-anak orang berada itu seakan bersaing menunjukkan kekayaan masing-masing. Namun tidak ada yang bisa mengalahkan Tamara dalam hal itu.
Tanpa terasa mereka sudah berada di depan pintu perpus.
"Aku mau ke arah sana. Nanti kita ketemu di meja yang itu ya", tunjuk Indira pada sebuah meja yang dekat dengan jendela. Tamara pun mengangguk tanda setuju dengan ucapan Indira.
Indira sudah lebih dulu menemukan buku bacaannya, sedangkan Tamara masih bingung memilih di antara 3 buku ditangannya. Setelah berpikir agak lama, akhirnya dia memutuskan untuk membawa ketiganya.
"Ternyata minat membacamu seketika jadi lebih baik. Kalau gitu kita harus sering-sering datang ke perpus, nih."
Tamara meletakkan buku di atas meja. "Aku bingung harus membaca buku yang mana", ujarnya seraya menempekan bokongnya di kursi.
"Kenapa bingung? Baca aja semua, kan bagus bisa nambah wawasan."
"Wawasan apa? Lihat dulu nih, aku bawa buku apa!" tunjuk Tamara pada ketiga buku yang sudah dijejerkan.
Indira membulatkan matanya saat melihat judul buku yang dibawa oleh Tamara. "Mungkin bisa memambah wawasanmu dalam memecahkan sebuah kasus", ujar Indira saat melihat buku komik Detektif Conan di atas meja. Lalu pun tertawa.
"Berisik! Ini perpustakaan!" sergah seorang pria yang sedari tadi menangkupkan mukanya di atas meja.
"Kau...!
"Kalian...! Ucap mereka hampir bersamaan.
"Kau benar ini perpustakaan, bukan tempat tidur!" ledek Tamara yang sangat membenci Daven sejak kejadian sang kakak mengajar kelas mereka.
"Kenapa kalian ada di mana-mana?" tanya Daven seraya mengusap wajah kusamnya.
"Justru kami yang harus mengatakan itu padamu!" Tamara sedikit berteriak.
"Shhhtt..." Mahasiswa lainnya menatap mereka dengan berdesis.
"Cih, apa kalian sadar, kalianlah yang sudah mengikutiku ke mana-mana. Aku lebih dulu berada di taman dan sekarang aku lebih dulu berada di perpustakaan!"
"Hei, yang di sana bisa diam gak!"
"Santailah, sis", sahut Daven.
Tamara terdiam, dia seakan kehabisan kata-kata untuk menyerang balik Daven. Indira pun membantunya, agar sahabatnya itu tidak mendapat malu.
"Mungkin kau benar dalam hal itu. Tapi kau harus ingat ucapanmu yang mengatakan kau akan keluar dari kampus ini. Tapi nyatanya kau masih berkeliaran di kampus ini." Indira mendorong tubuhnya kedepan agar Daven mendengar ucapannya. "Kau sama dengan pecundang!" ucapan menohok Indira membuat Daven terkesiap, karena tidak ada yang pernah menghinanya seperti ini.
Tamara pun tertawa puas atas kata-kata Indira.
"Kalian keluarlah!" Kali ini penjaga perpustakaan yang langsung mengusir mereka.
Tamara langsung menarik tangan Indira, mereka pun meninggalkan Daven yang masih menatap kepergian mereka dengan muka memerah dan tangan mengepal.
"Aku akan membuat kalian menyesal telah melakukan ini padaku", seringai Daven.
Tamara menghela nafas lega saat bokongnya berhasil menempel di bangku kantin.
Setelah beberapa saat duduk di bangku kantin, Tamara pun kembali berdiri seraya meletakkan tas yang sedari tadi di pangku. "Aku mau pesan bakso, kau mau gak?"
"Teh es saja, haus banget nih", sahut Indira.
"Yakin?" tanya Tamara yang curiga melihat wajah lesu Indira.
Sebenarnya dia juga lapar, tapi karena tekadnya untuk berhemat, maka dia hanya memesan teh es yang menurutnya tidak akan merobek isi dompetnya.
Indira mengangguk. "Iya, itu saja sudah cukup", ujar Indira seraya mengibas-ngibaskan tangannya.
"Oke, ditunggu ya." Tamara melangkahkan kakinya meninggalkan Indira, lalu berjalan menuju kasir dengan riang. Entah kenapa sejak ucapan menohok Indira pada Daven membuat Tamara sangat bahagia. "Aku pesankan saja dia makanan", ucap Tamara bergumam.
"Mau pesankan buat kakak ya?" suara Dion tiba-tiba dari belakang Tamara.
"Kakak bikin kaget aja", ucap Tamara berdecak kesal sambil mengelus dadanya.
"Habisnya adik cantik ini dari tadi kakak lihat senyum-senyum sendiri." ucap Dion seraya melangkahkan kakinya hingga berdiri sejajar dengan Tamara.
Wanita yang datang bersama Dion menatap Tamara dengan penuh kebencian. Karena dia menganggap Tamara sebagai penghalang kebersamaannya dengan Dion.
Kau tak akan bisa merebut Dion dariku, batin Karin.
"Aku duluan ya, kak", ujar Tamara seraya membalikkan badannya. Tanpa disengaja netranya bertemu dengan netra Karin. Mereka pun saling menatap dalam diam. Tamara pun langsung memutus tatapannya, karena dia tak ingin rasa bahagia yang dia alami saat ini berganti dengan kemarahan.
"Biarin aja", ucapnya bergumam saat melewati Karin.
Tamara berjalan menghampiri Indira yang sedang duduk sembari membaca buku.
"Ini kantin bukan perpustakaan!" celetuk Tamara. Dia kesal melihat sahabatnya yang tidak tahu tempat itu.
Tamara langsung meletakkan semua makanan di atas meja, lalu dia menyita buku yang sedang di pegang oleh Indira. "Ini tempat untuk makan, bukan tempat membaca buku. Ayo, makan", ujar Tamara seraya menyimpan buku yang baru saja dia sita.
"Tapi aku tidak memesan makanan", sahut Indira seraya menatap nampan di atas meja yang penuh dengan makanan.
"Semua makanan ini menggugah seleraku, makanya aku membelinya. Tapi aku tak sanggup jika harus menghabiskannya seorang diri. Jadi tolong bantu aku menghabiskannya." Tamara mengatupkan tangannya memohon pada Indira.
Indira menggelengkan kepalanya. "Lain kali jangan membeli sebanyak ini, jika kau tak sanggup untuk menghabiskannya. Kan mubazir kalau bersisa banyak."
Tamara langsung menyodorkan sepiring mie goreng dihadapan Indira. "Nah, makanlah. Biar gak mubazir", sahut Tamara. Dia pun menunggu sembari melihat reaksi Indira.
Setelah beberapa saat diam, Indira pun mulai meraih sendok, lalu menyendok makanan yang ada dihadapannya. "Tidak baik menolak rezeki", ujarnya seraya menyuap sesendok mie goreng ke dalam mulutnya.
Tamara tersenyum saat rencananya berhasil. Maaf Dira, aku hanya ingin kau juga bisa menikmati seperti yang aku dapatkan, batin Tamara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
triana 13
lanjut lagi
2023-05-10
0
F.T Zira
⚘️ untukmu thor..
masih bertahap membaca yaa🤭 pekerjaan menantiku😬
2023-05-01
0
mom mimu
nyicil lagi, semangat kak 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-29
0