HINTERKAIFECK

HINTERKAIFECK

Hinterkaifeck; Prolog

 

Di peternakan kecil, Bavaria, Jerman, 1922

Berkisar pukul 08.26

    Hujan pagi ini mengguyur desa, beberapa dari penduduk desa rela datang menggunakan payung mereka, penemuan jasad satu keluarga menarik minat untuk sekadar tahu keadaan jasad dan informasi tentang kematian keluarga itu. Beberapa mobil polisi terparkir sembarangan dibeberapa tempat, manusia-manusia berseragam astronot palsu berdatangan—beberapa dari mereka membawa kantong jenazah, satu orang polisi yang tidak memakai seragamnya datang menghampiri salah satu wanita yang diperkirakan berusia dua puluh tahun, diduga wanita itu adalah seorang asisten rumah tangga.

  Hujan yang lebat berubah gerimis yang masih bisa membasahi pakaian, udara dingin semakin memperlihatkan ekspresi wajahnya yang pucat dan kering. Franz mengenakan topinya dengan tergesa-gesa, tidak memperdulikan kalau gerimis mulai membuat cetakan basah pada pakaian atasnya—ia terlihat berdiri di sisi polisi yang tadi menghampiri wanita yang telah diduga sebagai asisten keluarga korban.

"Franz, dia bilang kau kenal dengan korban, apa betul?" tanya polisi itu, namanya Rasmus, pria yang berusia tiga puluh lima tahun.

"Iya, dia Fernia, asisten dari keluarga paman Arsya. Dan, aku juga mengenalnya." jawab Franz, sedikit kikuk, bahkan suaranya pelan dan hampir saja tidak terdengar oleh telinga lawan bicaranya.

"Baiklah, aku mengerti, kasus ini ternyata tidak jauh dari dirimu. Akan lebih nyaman jika kau membantuku mewawancarai Fernia." pinta Rasmus sembari menutup buku catatan yang belum ada sedikit saja coretan tinta, rupanya buku catatan muat saku itu baru saja Rasmus ambil dari persediaannya.

    Fernia melangkah mengiringi polisi Rasmus, sementara Franz mendekati manusia berkostum astronot palsu, ia ingin melihat bagaimana kondisi jasad. Franz menelan ludahnya, paman Arsya meninggal dengan mata yang terbuka, terlihat ada sayatan di leher korban, posisi jasad bersandar dengan sabuk pengaman terpasang dan masih duduk di kursi setir—matanya beralih pada kumpulan pihak berwenang yang mendokumentasikan jenazah yang satunya. Franz hanya bisa bungkam, terdapat pisau dapur masih menancap di kepala Valencia ada pecahan botol wine yang juga menancap di bagian dadanya—posisi jasadnya telentang dan tidak berjauhan dari jasad tersebut terdapat pula sebuah payung berwarna hitam yang masih terbuka di dekat jasad korban.

   Franz memberanikan dirinya untuk ikut masuk ke dalam rumah, di ruang keluarga dua orang yang juga berseragam astronot palsu membuka kantong jenazah, dua anak kembar berjenis kelamin perempuan—keduanya juga tewas, diduga tewas karena ditembak. Franz mengetatkan sarung lateks miliknya, ia mengambil senjata api itu dan memasukkannya ke kantong plastik untuk bukti. Franz merasa perasaannya teriris, siapa gerangan yang tega menghabisi nyawa keluarga paman Arsya.

  Gerombolan lalat sialan yang tadi menghinggap di jasad si kembar beterbangan saat kedua orang yang datang dari pihak forensik mengangkat salah satu jasad yang memang sudah dingin dan kaku, kedua jasad sikembar dimasukkan ke dalam kantong jenazah—Franz mengambil napas sedikit berat, ia mengambil kasur lantai berdarah itu, menggulungnya dan mengangkatnya untuk dibawa sebagai bukti kematian sikembar.

   Rencananya jasad-jasad itu akan menjalani otopsi, bahkan beberapa barang bukti juga akan menjalani proses penyidikan. Franz melepaskan sarung tangan lateks, ia kemudian menggumpalnya dan memasukkan sarung tangan itu ke dalam kantong celana—Franz melangkah pelan menuju tempat awal ia berdiri, di sana ada dua orang sedang duduk berhadapan.

"Kau yakin tidak tahu apa-apa soal kematian Tn. Arsya, anaknya dan istrinya? Kudengar dari beberapa penduduk desa, kau tinggal bersama keluarga korban, jadi, kemana kau saat insiden ini?" Rasmus menyorotkan matanya, membiarkan bola matanya masuk dalam netra Fernia.

Fernia yang duduk di seberang sana memainkan kedua tangannya, terlihat gemetar, wajahnya pucat. "Aku, tadi malam... aku tidak tidur di rumah ini, Tn. Rasmus." cetusnya—Fernia menunduk menghindari pandangan mata Rasmus yang menyorot netranya.

Rasmus lagi dan lagi menatap penuh selidik. "Lalu, dimana semalam kau tidur? Kau bukan dari desa inikan?" Rasmus mencoba masuk lebih dalam dalam pemeriksaan ini, ia harus mendapatkan banyak jawaban untuk wawancara pertama, orang pertama yang tersangka.

"Benar Tn. Rasmus, aku datang dari desa lain. Butuh angkutan umum untuk kembali ke desa Bavaria." jawab Fernia membetulkan terkaan Rasmus.

Fernia memainkan jari-jarinya, ia mendesah gusar. " kemarin sore aku berpamitan dengan mendiang Tn. Arsya, aku pulang ke desa ku, untuk menemui adik ku. Dia membutuhkan uang untuk iuran bulanan, aku baru saja datang ke desa ini pagi tadi sekitar pukul 06.30, dan langsung ke tempat kerja. Tapi," Fernia menelan ludahnya—tangannya semakin gemetar menjawab pertanyaan Rasmus yang mungkin membuatnya harus mempersiapkan banyak alibi. Sementara Rasmus membiarkan penanya mulai bergerak di atas kertas.

"Aku, ah, aku datang ke tempat kerja dan menemukan Tn. Arsya sudah tewas di dalam mobil, aku juga terkejut menemukan Nyonya Valencia meninggal di ambang pintu. Ini mengejutkan bahkan aku masih syok, tapi kau memaksa ku untuk membicarakan ini." Fernia sedikit menyinggung orang di hadapannya, Rasmus jadi serba salah. Rasmus mencatat apa yang dikatakan oleh Fernia.

"Baiklah, kau sudah banyak membantu, tapi kami masih memerlukan mu. Jadi, silahkan ikut kami ke kantor, banyak hal yang mau kami dapatkan dari informasi mu. Kau adalah asisten mereka, dan sudah tentu paling mengenal korban." ucap Rasmus, sembari menutup bukunya dan memasukkan ke dalam kantong bajunya.

    Franz melihat Fernia yang berjalan mengiringi langkah Rasmus dengan ekor matanya, Franz belum punya keyakinan untuk ikut menginterogasi Fernia—sialnya Franz masih serba salah, ia amat mengenal Fernia dan  bahkan Fernia itu kekasihnya. Lantas, apa yang bisa ia lakukan agar tidak menekan mental kekasihnya sendiri? Franz membuang napasnya kasar, ia memilih untuk masuk ke dalam mobilnya. Melepaskan topi bundar miliknya, kedua tangannya menempel pada setir—ia sedikit menekukkan wajahnya dan kemudian detik selanjutnya matanya melihat senjata api dalam kantong plastik—ia akan bekerjasama dengan pihak forensik untuk kasus ini. 

    Apakah Fernia yang akan menjadi salah satu narasumber yang mampu menghantarkan pada arus penyelesaian kasus kematian keluarga Arsya? Entahlah, berlaku atau tidaknya suatu opini yang menunjukkan kecurigaan Franz pada kekasihnya sendiri, naasnya apa tugasnya kali ini harus membuatnya lebih dekat dengan pacarnya, atau tepatnya hubungannya bisa saja kandas dalam semalam jika ia memaksakan untuk mempertanyakan perihal keadaan keluarga Arsya sebelum insiden pagi ini.

"Aku yakin wanita asisten rumah tangga itu menyembunyikan sesuatu." ucap polisi Rasmus sembari duduk di kursi sebelah setelah berhasil masuk ke dalam mobil Franz.

Franz menelan ludah, "Bagiamana kau bisa berspekulasi seperti itu? Kau baru saja bertemu dan wawancara pertama dengan Fernia." jawab Franz menanggapi.

"Aku tidak tahu kenapa aku amat curiga, padahal kau seorang detektif, dan detektif lebih berpengalaman dalam menentukan orang tersangka. Yang mana yang jujur dan yang mana hanya menuturkan alibi untuk melindungi diri mereka sendiri, jadi, kau belum bisa membaca gelagat dari wanita itu?" tanya Rasmus, matanya menghunus tajam ke arah mata Franz yang hanya mengangguk menanggapi perkataan Rasmus.

"Entahlah, kita lihat saja nanti." tangkas Franz sembari mengembuskan napasnya kasar, hal itu hanya ditanggapi seringai kecil oleh Rasmus.

________________

Selamat datang dicerita misteri

Nantikan chapter selanjutnya!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!