Hinterkaifeck; 04

   "Lihat apa yang kutemukan Franz!" pungkas Wilona girang sembari membuka lebar-lebar buku catatan milik Fernia.

   Franz yang tadi pergi untuk mengambil kopi hitam bergegas datang menghampiri Wilona sementara Rasmus masih di luar, Rasmus tadi pergi untuk meminta pesanan kopi. Franz meletakkan gelas kopi miliknya, ia dengan teliti melihat lembaran foto hitam putih tertempel di atas kertas itu.

  Foto itu menunjukkan kemesraan Fernia dengan seseorang, kemungkinan itu kekasih kedua Fernia. Wajahnya tidak bisa dilihat jelas, karena posisinya menyamping sehingga hanya bisa terlihat bagian kepala belakang dan leher serta sedikit dagunya—Franz beralih pada orang satunya yakni Fernia yang tersenyum sembari bersandar di bahu laki-laki tanpa busana bagian atas itu.

"Ada tanggal dan catatan pendek di bawah foto ini, Franz." Wilona memberitahu, karena tulisan itu tertutup oleh lengan Franz.

"Sepuluh Febuari, malam pertama tidur bersama." Franz membaca tulisan itu, Franz terdiam—ia mengingat kapan terakhir ia menjadi sepasang kekasih dengan Fernia.

  Franz membuka lembaran baru, mereka tidak menentukan apa-apa, hanya catatan belanja bulanan. Franz membuka lembaran baru lagi, mereka berdua menemukan hal yang sama—sebuah foto Fernia dengan postur tubuh laki-laki yang sama seperti foto pertama. Naasnya foto tetap sama tidak menunjukkan identitas pasangan gelap Fernia, tapi di foto ini mereka sedang berciuman. Fernia memeluk leher orang itu tadi, dan wajah kekasih gelap Fernia menyamping tidak tertangkap kamera.

"Berbicara tentang bukti jika Fernia selingkuh darimu, lalu siapa yang mengabadikan momen ini?" Rasmus tiba-tiba datang sembari meletakkan gelas kopi miliknya yang sudah sisa separu, matanya melihat foto di atas kertas itu.

Franz memikirkan sesuatu sebelum menjawab. "Apa mereka menyewa kamera untuk mengabadikan momen itu? Atau salah satu dari mereka adalah pemilik kamera itu? Aku masih penasaran dengan rupa laki-laki di foto itu." Franz menatap kontak mata Rasmus dan Wilona bergantian.

Wilona membenarkan sedikit anak rambutnya yang terjuntai, "Sayangnya Fernia tewas, dan kita tidak punya jawaban selain darinya mengenai foto-foto ini." Wilona berucap sembari menutup buku itu, lalu menating buku itu—hendak memasukkan benda itu ke lemari bukti kasus kematian Fernia.

"Kenapa tidak kita tanyakan saja dengan adiknya? Siapa tahu dia mengenali siapa laki-laki di foto itu, tidak mungkin orang bersaudara tidak mengetahui apa-apa dari saudara perempuannya." masuk akal juga apa yang dikatakan Rasmus.

  Ide Rasmus akhirnya disetujui, tim Rasmus akan melakukan ekspedisi ke desa seberang. Sementara mereka yang bertugas akan kembali ke rumah, Wilona sudah lebih dulu pergi bersama dengan Rasmus. Sekarang hanya tersisa Franz yang menyusun rantang susun yang tadi belum ia rapikan sehabis makan siang karena mengejar waktu.

  Franz mengunci sel yang awalnya ia tempati selama dua hari ini. Ia melangkah melewati ruang interview, di sana ia tertegun sebentar—mengingat peristiwa yang paling menyakitkan hatinya, ucapan Fernia terngiang lagi di genderang telinganya; kekasih yang mungkin saja orang terdekatmu ah, Franz ingat betul kata itu. Franz membuka pintu ruang interview, ia melihat kawat di langit-langit ruangan ini mengingat posisi jasad itu, kiranya Fernia lebih dulu mengakhiri hidupnya apakah karena dirinya tidak bersedia mengucapkan kebenaran atau ada sesuatu yang ia simpan? Kemungkinan seperti itu.

  Ia mengembuskan napasnya, menutup kembali pintu ruang interview, memilih beranjak dari tempat itu dan bergegas pergi keluar membawa rantang susun bekas tempat makan siangnya tadi. Mobil satu-satunya yang terparkir adalah miliknya sendiri, ia memasuki mobil itu meletakkan rantang susun di kursi sebelah sedetik selanjutnya Franz melirik topi bundar miliknya yang tak lagi ia kenakan dua hari ini. Franz menghidupkan mesin, dan menjalankan mobilnya.

  Langit senja dengan matahari yang hampir tenggelam, menyisakan cahaya keemasan, beberapa dari cahayanya tertutup rimbun pucuk pohon di perkebunan. Beberapa penduduk desa sudah sibuk mengikat kuda mereka di kandang—ada juga yang sedang memasukkan jerami pada wadah makanan hewan ternak mereka. Mobil berhasil terparkir, ia memasang topi bundarnya tidak lupa membawa rantang susun itu.

  Matanya menangkap sosok Cazilia sedang duduk di undakan tangga bersama dengan pembantu rumah tangga yakni Maria. Dua orang itu sedang bercakap-cakap ringan, entah apa yang mereka bicarakan sementara Frissca sudah berada di kandang kuda menuangkan air ke dalam wadah serta meletakkan jerami.

"Selamat sore sayang, kau pasti lelah seharian bekerja. Mom sudah bilang padamu bukan? Jangan jadi detektif, karena itu pekerjaan sulit." sambut Cazilia sembari berdiri menyambut kedatangan putranya.

"Jangan khawatir, ini tujuan hidupku—pekerjaan ku, jadi aku pasti punya risikonya sendiri memilih apa yang ku inginkan, omong-omong dimana Dad?" jawaban Franz berakhir dengan pertanyaan tentang keberadaan Aaric.

"Tadi dia pergi ke kebun, ayo masuk sayang. Kau harus membersihkan dirimu." tangkas Cazilia, yang menuntun anaknya masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Franz dan Maria.

   Franz melepas sepatunya, sementara Maria mulai menyalakan lampu melalui sakelar yang tertaut di dinding rata. Nyala lampu yang temaram berpendar di seluruh ruangan, Cazilia menutup pintu rumah—senja sudah berubah menjadi malam. Untuk pertama kalinya, Franz melepas topi bundar menanggalkan benda itu di pengait yang menyatu dengan dinding—Franz membuang napasnya pelan, tempat yang sangat ia rindukan sudah di depan mata, tangan kanannya memegang kenop pintu detik selanjutnya mendorong pintu dan Franz terperangah mendapati Aaric dan Frissca berada dalam kamarnya, keduanya berdiri di depan meja kerjanya dengan laci yang terbuka, kedua tangan Frissca membuat isi laci itu berantakan sementara Aaric beralih tempat yakni mengacak isi lemari Franz. Keduanya bahkan tidak menyadari jika pemilik kamar telah datang.

Franz menggeram, "Dad! Frissca! Apa yang kalian cari di dalam kamar ku!" suara keras Franz membuat keduanya terperanjat, mereka berdua sontak bersamaan menghentikan aktivitas itu.

Frissca berbalik tanpa rasa bersalah, ia menundukkan kepalanya tidak berani, anak tengah itu berdiri di ambang pintu. "Apa yang kau cari? Kau membuat isi laciku berantakan, Frissca!" Franz menutup pintu kamarnya, ia sengaja melakukan hal itu agar Cazilia selaku Mom-nya tidak ikut campur urusan mereka.

Franz mendekat, mendesak Frissca untuk menjawab pertanyaannya tadi. "Apa yang kau cari? Sudah ku bilang aku tidak tahu dimana sapu tangan mu itu, kenapa kau terus mencurigaiku kalau aku mencuri barangmu itu?" tatapan mata yang tajam menyorot wajah Frissca yang tertunduk.

"Dad! Kau tahu privasi anakmu 'kan? Tapi kenapa kau masuk kembali tanpa izin dariku? Bahkan ini bukan kali pertamanya aku memergokimu masuk ke dalam kamarku." Aaric terlihat kikuk di hadapan anaknya yang marah besar padanya. Ah sebentar lagi harga diri Aaric bisa runtuh karena kemarahan Franz

  Dari dua orang itu, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Franz. Aaric dan Frissca tidak berkutik apa-apa, Franz membuka pintu kamarnya—ia sudah menemukan Cazilia berdiri kikuk dengan memasang wajah panik di hadapannya sementara Maria tertegun dari kejauhan. Franz tidak peduli jika sekarang ada Cazilia yang mencoba menenangkan dirinya dengan beberapa nasihat-nasihat lama.

  Franz dengan perilaku kasar menarik tangan Frissca, membawa anak itu keluar dari kamarnya. Frissca terhuyung, tubuh Frissca yang tiba-tiba melemah dengan wajah pucat disambut pelukan oleh Cazilia—seolah menenangkan anak bungsunya memeluk putrinya agar selamat dari amukan Franz, suara pintu ditutup dengan keras membuat Maria menutup telinganya—Franz mengunci pintu kamarnya ia berbalik melihat Aaric masih dalam keadaan posisi yang sama.

"Dad, jawab sejujurnya," napas Franz memburu, memperlihatkan kedua bahunya yang turun naik karena mengatur emosinya.

"Jawab jujur apa yang kau cari di kamar ku?" akhirnya Franz berhasil menuntaskan pertanyaannya kepada Aaric, kendati emosi Franz kini meluap-luap.

"Tidak ada." jawab Aaric, dengan mudah menggelengkan kepalanya lalu melihat lawan bicaranya.

Franz mengelak, "Bohong! Tidak mungkin mengacak lemari dan membuat isi laci meja kerjaku berantakan, tidak ada yang kau cari! Dad, apa yang kalian sembunyikan dariku dan Mom?" Franz terus mendesak Aaric, tidak peduli jika yang ia tekan adalah orang tuanya.

"Tidak ada Franz, aku hanya membantu adikmu mencari sapu tangannya." Aaric bersuara seperti biasanya, tetap terdengar tenang. Mempertahankan harga dirinya yang hampir runtuh karena Franz.

"Jika hanya mencari sapu tangan itu, kau bisa meminta tolong padaku untuk mencari sapu tangan milik Frissca, tidak perlu harus masuk ke dalam kamarku dan membuat kamar ku berantakan. Kau bahkan tahu kalau aku tidak suka orang lain masuk ke dalam kamarku tanpa izin." Franz berkata panjang lebar.

Seperti sedia kala Aaric tetap terlihat tenang, "Aku tahu aku salah Franz, menunggumu mencarikan sapu tangan milik Frissca tidak mungkin dalam jangka waktu yang cepat, kau sibuk dengan pekerjaanmu—jadi jika aku dan adikmu tidak mencarinya lebih dulu mana mungkin kami bisa menemukan sapu tangan itu dengan cepat." Aaric melakukan pembelaan, dengan jawaban yang sebenarnya hampir saja membuat Franz bungkam.

Franz memijat pangkal hidungnya, "Dua hari ini kau selalu mencari benda itu, apa ada yang kau sembunyikan? Apa ini menyangkut tentang kematian paman Arsya, Dad?" Aaric terperanjat, sementara Franz mendekati Aaric—kini Franz semakin merasa curiga pada Dad-nya sendiri.

"Belakangan ini aku juga memperhatikan mu Dad, kemana sepatu boot kebun mu? Kulihat benda itu tidak lagi ada di pekarangan rumah, jujur saja sekarang padaku!" desak Franz.

  Franz terlihat lebih menyeramkan di mata Aaric, tidak mau adanya pertengkaran antara orang tua dan anak. Aaric melangkah pergi membuka kunci pintu kamar, meninggalkan Franz yang masih punya rasa penasaran tinggi. Pintu kamar kembali ditutup pelan oleh Aaric dari luar sana, Franz mengacak rambutnya frustrasi—ia duduk menatap ke arah lemari dan juga laci meja yang berantakan. Ah! Setidaknya Frissca dan Aaric bertanggung jawab dengan merapikan kembali.

  Tidak ada salahnya bila mulai sekarang Franz mencurigai Dad-nya, sekarang ia memang harus menuntaskan kasus kematian Fernia. Menuntaskan alibi apa dan apa yang disembunyikan Fernia selama ini, termasuk mencari siapa laki-laki di foto itu. Franz mendengus sembari merapikan kembali isi lemari dan juga laci mejanya, ia meruntuki kesialannya malam ini, ia mengingat satu hal tentang kehadiran Josef—keponakannya yang kehadirannya sendiri dikatakan  sebagai perlakuan hubungan **** antara anak dan orang tua. Tapi ketahuilah, bahkan itu sudah menjadi fakta dan dipandang masyarakat desa Bavaria sebagai kasus memalukan.

   Ah, Puput sekali pikirannya kali ini, mengingat pula masa kecilnya yang sering dipukuli karena kesalahan Frissca, mengingat kembali jika Aaric sering memukuli anak-anak dan memukuli Cazilia tanpa ia ketahui apa kesalahannya. Jadi, apa salah jika sekarang, atau mulai sekarang ia mencurigai isi keluarganya sendiri? Frissca yang bersikeras mencari sapu tangan miliknya tanpa memberikan alibi yang jelas—Cazilia yang suka membela putrinya ketimbang dirinya, anehnya Cazilia tidak pernah marah atau bahkan membenci Aaric setiap kali Cazilia menerima pukulan dari suaminya dan bahkan tidak melakukan pembelaan pada anak ataupun dirinya sendiri.

"Franz," panggil seseorang di luar sana, suaranya selalu terdengar lembut kendati Franz merasa ada sesuatu yang sering ia rasakan dari suara itu, perihal kasih sayang tak merata.

"Maafkan adik dan Dad mu, mereka mungkin tidak sengaja melakukan hal itu." ucap di belakang pintu itu, Franz memutar bola matanya—Cazillia selalu seperti itu, mewakili permintaan maaf orang lain.

Franz mengambil handuk untuk membersihkan dirinya, "Lupakan masalah tadi Mom, aku tidak mau membahasnya lagi." jawab Franz, ia membuka pintu kamarnya, matanya berhasil melihat Cazilia mundur beberapa langkah saat melihatnya keluar dan melangkah mengarah kamar mandi.

"Ya, maafkan aku. Setelah ini jangan lupa datang ke dapur, aku dan Maria memasak makanan kesukaan mu." Franz sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kamar mandi, suara Cazilia sebenarnya memang masih bisa ia dengar hanya saja ia acuh saja.

  Cazilia menengok ke arah tangga menuju loteng, mengingat sepekan lalu ia mendengar suara derap langkah kaki di tempat itu. Ia sendiri naik dan memeriksa loteng tapi tidak ada apa-apa, Cazilia hanya menganggap dirinya terlalu lelah di peternakan dan membuat dirinya berhalusinasi. Ia juga bahkan menganggap suara berisik di loteng hanyalah kerjaan tikus yang bersarang—lain kali Cazilia pasti akan menyuruh Aaric memeriksa loteng.

...🗞️🗞️🗞️...

  Pukul 20.45 setelah makan malam

    Franz menyalakan mobil yang ia tumpangi, lampu mobilnya menyorot pekarangan rumah. Ia menjalankan mobilnya menuju jalan, secara tak sengaja sorot lampu mobil Franz menangkap pergerakan secara sekilas—ia mendadak menghentikan laju mobilnya yang tak seberapa tadi, kini matanya jelas melihat seseorang yang tidak dikenal masuk ke arah hutan. Franz masih berkutat dengan tubuh itu, ia tidak melihat wajahnya tidak juga mengenali siapa yang masuk mengarah hutan.

  Franz berhenti mempermasalahkan seseorang yang misterius itu, ia kembali menjalankan mobil sedan kendati sejujurnya pikirannya masih mengarah tentang hal baru yang ia lihat. Tiba-tiba pikirannya kembali teringat akan sesuatu, tentang sepatu boot kebun dan juga senjata api yang ditemukan di TKP saat pertama kali penyidikan kasus kematian keluarga Arsya Nur't.

  Sepanjang perjalanan, Franz masih bisa sedikit berkonsentrasi meskipun ia memikirkan hal-hal yang ganjil pada keluarganya. Termasuk masalah menjelang malam tadi, sapu tangan milik Frissca—suatu benda yang hilang tiba-tiba bertepatan dengan awal kali kasus kematian misterius keluarga Arsya Nur't. Selain itu, Aaric pernah masuk ke dalam kamarnya—dengan alibi yang sama ketika ia pertama kali memergoki Aaric mengacak laci meja kerjanya.

Franz bergumam, "Apa sapu tangan milik Frissca ada kaitannya dengan kematian paman Arsya? Ataukah Dad mencari sesuatu di laci mejaku?" mobil Franz berhasil berhenti di parkiran, cepat sekali rasanya ia datang ke kantor pada malam ini.

  Franz melepaskan topi bundarnya, ia membuka pintu mobil dan bergegas masuk ke dalam. Rasmus dan Wilona belum datang, sepertinya mereka berdua sedang dalam perjalanan. Franz duduk di ruang tengah kantor kepolisian, matanya tertuju pada lantai—pikirannya mulai membebani lagi, entah kenapa rasa curiganya pada Aaric dan Frissca begitu kuat dengan dugaan bahwa keduanya pasti menyembunyikan sesuatu.

  Franz berdiri, ia mencari buku catatan pribadi Fernia yang tadi siang ditemukan oleh Wilona, Franz membuka setiap laci meja. Ia ingat betul jika Wilona meletakkan benda itu di dalam lemari, ia menghentikan aktivitasnya saat lampu kendaraan menyorot di luar sana. Franz segera beranjak menemui siapa yang datang.

"Malam Wilona, dimana kau meletakkan buku catatan pribadi Fernia?" setelah menyapa, Franz langsung mempertanyakan soal itu.

Wilona melangkah menghampiri Franz yang berdiri di ambang pintu. "Ada dalam tasku, kenapa? Tiba-tiba sangat antusias." jawab Wilona enteng dan sudah berada di sisi Franz.

Mereka melangkah memasuki ruang tengah, "Aku mencurigai keluarga ku sendiri Wil, aku tidak tahu kenapa tapi, aku merasakan sesuatu yang membuat ku menduga." mendengar perkataan Franz—Wilona lantas mengangkat kedua alisnya, sementara tangan kanannya terhenti saat hendak mengeluarkan catatan pribadi Fernia.

–––––––––––

Terpopuler

Comments

Evelyne

Evelyne

hai... come on... koment dong...apa kira2 ayah franz yang berselingkuh dengan kekasih nya...frenia..

2023-05-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!