Pada saat ini, Inspektur Georg Reingruber dan Depertemennya melakukan penyidikan pertama di Hinterkaifeck, bersama dengan Tn. Rasmus yang saat ini meminta pada rekannya untuk mengangkat barang-barang di dalam gudang tersebut, ada juga yang saling berinteraksi satu sama lain membahas insiden ini dengan asumsi mereka masing-masing. Tapi naas-nya aktivitas tersebut ternyata mengganggu penyidikan di TKP, bukan hanya sekadar aktivitas mengangkat barang-barang saja—dapur rumah mendiang keluarga Gruber digunakan untuk memasak dan tempat makan oleh beberapa orang.
Hari ini, sehari setelah jasad keluarga Gruber ditemukan. Kemungkinan akan menunggu dokter otopsi datang selain Wilona. Karena dengan alibi yang jelas jika Wilona tidak dapat melakukan otopsi di TKP karena dia hanya sebagai dokter labolatorium. Di kesibukan masing-masing orang yang bertugas, hanya Franz yang masih berdiri mematung melihat suasana dalam rumahnya, beberapa pihak forensik mulai menggeledah rumah—jasad Baumgartner dan Josef akan dipindahkan, dikumpulkan dengan jasad yang lainnya.
Franz yang belakangan ini jarang berada di rumah hanya bisa terkesiap jika Dad dan Mom-nya memiliki pembantu yang baru. Patut dipertanyakan, dimana Maria? Bukan apa-apa tapi ia begitu mengenal anggota keluarganya—Aaric dan Cazillia tidak akan mencari orang baru sebagai asisten rumah kecuali dengan alibi yang tertentu. Lantas patutkah bila Franz merasa curiga dengan Maria? Ia menoleh saat melihat kendaraan baru telah datang, Franz membenarkan posisi topinya kemudian secepatnya keluar dari dalam rumah.
Franz menemui orang yang baru saja datang di Hinterkaifeck, ia juga sempat menyalami. Benar, orang yang baru datang adalah dokter pengadilan Johann Baptist Aumuller bersama dengan rekannya, merekalah yang akan melakukan otopsi di gudang. Aumuller memasuki TKP, jasad mereka belum di pindahkan, itu untuk tujuan agar Aumuller mudah melakukan otopsi ini. Ekspresi wajah yang sesekali berubah dengan mengerutkan jidatnya, cukup lama Aumuller berada di dalam gudang saat ini.
Aumuller keluar, ia melangkah mendekati rekan kerjanya sebelum berhadapan dengan tiga orang yang sedang menunggu kepastian penjelasan. Aumuller menyeka sedikit keringat, ia seperti mempersiapkan kalimat pembuka yang tidak terlalu menegangkan sekaligus mengejutkan.
"Setelah melakukan otopsi tempat—kami yang bertugas hanya mampu menerapkan jika luka pada korban atau jasad keluarga Gruber disebabkan oleh cangkul." pembukaan yang tetap saja membuat jantung Franz berpacu lebih cepat.
Wilona mengerutkan keningnya, "Cangkul? Apa? Jika senjata yang digunakan adalah cangkul, maka tidak mungkin bisa membunuh mereka. Cangkul tidak seberapa, pasti ada senjata lain yang mampu memenggal kepala mereka." entah kenapa Wilona protes setelah mendengar penuturan Aumuller, lagipula cangkul memang sangat tidak efektif dengan mudah memenggal kepala enam korban.
"Senjata cangkul lebih memungkinkan Wilona, semua korban sepertinya dipukul di kepala," dokter pengadilan Johann Baptist Aumuller memulai argumen setelah berhasil menyelesaikan pekerjaan ini.
Wilona berdiri bersebelahan dengan Franz dan juga Rasmus pada saat ini, "Cangkul, meskipun senjata itu tidak ditemukan keberadaannya di gudang tapi luka di kepala mereka sangat memungkinkan. Bahkan kalian sudah melihat sendiri 'kan? Aaric Gruber kehilangan kepalanya." pungkas dokter Johann Baptist Aumuller pada ketiganya.
Suara gemeletuk gigi yang saling bertemu terdengar geli di telinga, "Tanpa kepala? Apa semua dari mereka?" tanya Rasmus penuh keingintahuan. Sayang sekali, Rasmus belum sempat melihat keadaan jasad itu.
Yang diberikan pertanyaan lantas mengangguk, "iya, semuanya dari mereka kehilangan kepala. Tapi kami sedikit curiga dengan anak bungsu." mata Franz bergegas menyorot orang di hadapannya.
Dokter Johann Baptist Aumuller melangkah, seolah mencari tempat ternyaman untuk mengutarakan pendapatnya. Sementara Franz, Rasmus, dan Wilona ikut melangkah di belakang Aumuller—mereka berempat singgah di teras rumah, Franz terlihat lebih penasaran dengan apa yang dicurigakan oleh Aumuller perihal Frissca, adiknya. Aumuller menatap satu per satu orang di hadapannya, tatapan mata langsung menghunus ke arah Franz yang kebetulan saat itu sedang melepas topi bundar miliknya.
"Kami berasumsi, jika anak bungsu itu masih hidup beberapa jam setelah pembunuhan terjadi. Jika dilihat dari posisi jasad yang kami temukan, Frissca kemungkinan membagi dua bagian rambutnya, menjadi jumbai. Mudahnya ia seperti memegang kepalanya yang terluka—tubuhnya juga sudah dalam posisi terbaring telentang, seperti orang yang ketakutan," Rasmus menelan ludah mendengar penuturan itu. Sementara Aumuller mengambil napas baru untuk mengutarakan asumsinya yang begitu memungkinkan.
"Dalam genggaman tangannya, ada beberapa gumpalan rambutnya sendiri, sepertinya anak itu menutupi luka kebotakannya akibat cangkul. Sama halnya dengan Josef dan juga Baumgartner, serangan tetap sama dan pelaku juga melukai bagian kepala, tapi perbedaannya jasad dua orang ini ditemukan di kamar—bisa ditebak kejadiannya secara tiba-tiba. Entah bagaimana ceritanya, penjahat atau pelaku bisa membuat ke empat jasad terbunuh di gudang penyimpanan makanan ternak." setelah menjelaskan itu, Franz benar-benar terdiam, ia mungkin merasa keji terhadap pelaku. Tanpa alasan yang logis, entah kesalahan apa dari keluarganya sehingga berhasil merenggut nyawa semua anggota keluarganya, bahkan sikecil Josef yang belum mengerti apa-apa.
"Kira-kira apa motif mereka melakukan ini pada keluarga ku?" pertanyaan itu lebih mengarah kepada Rasmus sebagai seorang polisi.
Rasmus menelan ludah, "Aku belum menemukan kesimpulan." jawab Rasmus tidak yakin.
Pertemuan mereka yang singkat namun membuahkan hasil yang meyakinkan, Franz saat ini ditemani Rasmus—mereka berdiri membiarkan tim forensik membawa jasad itu ke dalam mobil jenazah. Mereka tim forensik, akan membawa jasad yang sudah agak membusuk itu ke Munich dengan tujuan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Franz sebagai seorang detektif tidak lagi berarti apa-apa, ia berusaha berpikir positif meski kemungkinan besar insiden ini terkait oleh beberapa pihak, apakah kedua orang Violin sudah mengetahui jika Frissca yang membunu putrinya? Ataukah ada pihak yang tak dikenal, seperti kerabat jauh dari istri Arsya Nur't?
Kesimpulan yang membentang menghantui pikirannya perlahan ia tepis, panggilan polisi gendut Rasmus rupanya lebih berisik ketimbang pikirannya yang mulai ramai. Franz datang menemui Rasmus di dalam rumah, orang itu duduk di ruang tamu—Franz membuang napasnya kasar, sebetulnya ia sudah cukup lelah dengan segala musibah ini. Apalagi menyangkut jika kasus besar, korbannya adalah keluarganya sendiri.
"Aku punya kesimpulan." Rasmus memberitahu, sesaat Franz sudah duduk di hadapannya.
"Apa kematian keluarga ku menyangkut tentang balas dendam Tn. Rasmus? Aku sedikit menaruh curiga pada orang yang telah kehilangan putrinya." ucap Franz sedikit bersisik, ia tidak mau pembicaraan mereka yang amat rahasia didengar oleh telinga manusia lain.
Rasmus menggeleng, "Mereka bahkan tidak tahu jika putrinya dibunuh oleh adik mu. Sama seperti kematian keluarga Arsya Nur't, masyarakat juga tidak mengetahui siapa pelakunya. Kesimpulan ku tidak merujuk pada apa yang kau pikirkan Tn. Franz."
Franz menjilat bibirnya yang kering, uap udara dingin mengepul saat ia mengeluarkan napas yang kasar dari hidungnya, "Lalu apa kesimpulan mu itu, Tn. Rasmus?" Franz mencoba sedikit tenang, sambil menunggu kesimpulan milik polisi di hadapannya.
Seperti kebiasaannya, Rasmus menelan ludah sebelum berbicara, "Ini seperti perampokan, atau sejenis invasi rumah. Kau ingat apa yang dikatakan dokter Johann Baptist Aumuller tadi?" Rasmus malah memberikan pertanyaan, seoalah menguji kefokusan Franz saat mendengarkan penjelasan dari Aumuller tadi.
"Jika Kejadiannya secara tiba-tiba? Bukankah begitu yang diucapkan dokter Johann Baptist Aumuller tadi? Pelaku yang menggunakan cangkul dan entah bagaimana bisa membawa empat anggota keluarga ku datang ke gudang." Franz sengaja menekan setiap kata yang ia ucapkan, entah dengan tujuan apa.
"Jika kita mengasumsikan ini perampokan, dan bahkan serangan yang digambarkan oleh dokter Johann Baptist Aumuller bisa menjadi langkah awal penyusunan daftar tersangka, pertama, korban dibunuh satu per satu—itu juga asumsiku dan yang kedua serangan yang tiba-tiba memungkinkan tidak terjadinya perlawanan." Rasmus menghunus tajam ke arah Franz, sementara seorang detektif itu mulai memikirkan ucapan Rasmus.
Franz menautkan dua telapak tangannya, menggosok sebentar mencari kehangatan, "Baiklah, itu masuk akal Tn. Rasmus." asumsi yang diutarakan Rasmus menguatkan untuk memulai penyusunan daftar tersangka.
...🗞️🗞️🗞️...
Sore itu, Franz ditemani Andreas di ruang kerjanya di kantor polisi. Andreas tidak sedikit pun bergeming, ia terlihat memperhatikan Franz bekerja. Padahal ini sudah sore, tapi Franz masih memulai banyak sekali tulisan di atas kertasnya—tidak mau tahu dengan urusan orang lain Andreas hanya sekadar memberi pengertian jika Franz mungkin sedang terluka. Andreas pergi ke dapur kantor, ia mengambil gelas teh—mengambil kopi hitam dan menambahkan sedikit gula, yang Andreas tahu Franz kurang suka rasa manis yang berlebihan.
Setelah selesai mengaduk, Andreas datang dengan langkah pelan-pelan. Dengan wajahnya yang selalu pucat dan tidak banyak bicara, Andreas meletakkan segelas kecil kopi hangat itu di meja kecil yang agak jauh dari kertas-kertas penting Franz. Mata Franz melirik ke arah segelas kopi hitam itu, ia menangkap sosok Andreas masih berdiri di samping meja—Franz memaksakan untuk tersenyum, langsung meminum kopi hangat itu.
"Andreas, duduk di sini," ucap Franz, sembari menarik kursi lalu meletakkan di samping kanan dirinya.
Andreas mengangguk tanpa perlu membuka suara, ia duduk bersandar di atas kursi itu, "Kau pernah mendengar kasus perampokan? Mungkin saja dari sebuah cerita yang kau baca atau cerita mulut ke mulut di desa mu." Franz membuka percakapan yang menarik, yang Franz tahu Andreas anak remaja yang cukup cerdas.
Sabar memang kunci pertama saat mencoba berbicara dengan Andreas, anak itu terlihat berpikir sebelum bertindak, dan itu tentu selalu memakan waktu sekitar satu menit, "Perampokan, aku sering mendengar kisah dari warga setempat di desaku. Kebanyakan dari perampok menindas penduduk yang lebih berada." itu jawaban Andreas.
Lantas saja Franz mengangguk membenarkan, "Dari cerita masyarakat di desa mu, siapa yang paling dominan mereka asumsikan?" dalam kebuntuan seperti ini, Franz memang harus seolah-olah menghakimi Andreas, karena ia yakin Andreas pasti punya jawaban yang bisa membantunya.
"Banyak dari pelaku adalah orang-orang kecil, seperti gelandangan atau pengrajin keliling, atau bisa juga masyarakat di dalam desa," itu dia yang harusnya Franz dapatkan, benar bukan? Andreas pasti bisa membantunya dari hal-hal kecil seperti ini.
Andreas mengangkat wajahnya, kemudian kembali bersuara, "Kenapa banyak orang di desa berprasangka jika pengrajin keliling, gelandangan, dan masyarakat kecil? Hal itu sudah jelas bisa terlihat. Yang pertama, gelandangan jarang bisa mendapatkan makanan kecuali mereka mencari sesuatu yang bisa dijual, jika saja gelandangan itu tidak menemukan makanan sisa atau sesuatu yang layak dijual ada kemungkinan besar mereka terpaksa merampok rumah untuk mencari makanan atau mencuri uang." Franz terkagum dengan apa yang dikatakan Andreas.
"Pengrajin keliling, mereka cenderung kehilangan banyak pendapatan, contoh pertama. Kalau barang yang ditawarkan oleh mereka tidak menarik minat masyarakat, lalu kebutuhan rumah meningkat—biaya tanggungan keluarga juga besar belum terhitung biaya sekolah anak jika para pengrajin keliling itu punya anak. Lantas satu-satunya jalan adalah merampok salah satu rumah warga, dengan tujuan yang sama," Andreas menelan ludah sementara Franz sudah sejak tadi mencatat beberapa kata penting di atas kertasnya, sekarang justru tidak peduli jika jarinya sudah sakit saat menggerakkan pena.
Franz meletakkan sebentar penanya, ia melakukan pergerakan sedikit pelegaan pada jari-jarinya, "Baiklah Andreas, pelan-pelan, kau tahu aku mencatat semua pendapat mu. Jadi kali ini kau harus pelan-pelan menjelaskannya padaku." pinta Franz.
Andreas menolah ke arah Franz, terkejut karena rupanya sejak tadi Franz mencatat setiap pendapatnya. Andreas mengambil napas baru untuk mengatakan pendapatnya yang terakhir, "Semua penghasilan keluarga tidak merata dan kita semua tahu akan hal itu, pendapatan dapat diperoleh jika profesi masing-masing orang memang menguntungkan. Tidak bisa terlalu disalahkan, keluarga yang miskin bukan karena profesi seorang kepala keluarga tapi bagaimana kepala keluarga itu rajin atau tidaknya dalam bekerja sebelum mendapatkan upah yang setimpal, begitu juga dengan seorang istri—dia juga berperan penting dalam menjaga stabilitas keuangan keluarga. Bagiku sendiri, keluarga yang kurang berkecukupan atau miskin paling kentara melakukan hal ini, yakni invasi rumah." setelah berhasil mengutarakan semua pendapatnya, Andreas kembali menekukkan wajahnya.
Franz melipat kertasnya, menyimpan pena yang ia gunakan kembali ke tempat asalnya. Dalam keputusasaan Franz menemukan sedikit pencerahan lewat pendapat Andreas. Franz menarik, menyentuh pucuk kepala Andreas, mengusapnya lebih lembut—Andreas merasa nyaman jika Franz menyentuh pucuk kepalanya, ia dengan senang hati lagi-lagi menyadarkan kepalanya di bahu kanan Franz.
Wilona menghempaskan napasnya saat berada di ambang pintu ruang kerja pribadi Franz, ia sedikit mendengus sebelum akhirnya berbalik menanggalkan rantang susun yang dibawakan Wilona untuk makan malam dua orang itu. Setidaknya Wilona tidak mau menganggu dua orang itu, kendati yang ia lihat bisa saja menjadi perbincangan masyarakat—tapi setidaknya ia bisa menyimpan rapat-rapat masalah ini. Iya benar, ini sudah di luar batas dan sangat berlebihan, tapi apa Wilona bisa mencegah keduanya? Bahkan untuk datang ke tempat ini saja ia sudah terlambat.
"Seharusnya, anak itu dikembalikan saja ke desanya." gumam Wilona, sembari duduk di ruang tengah kantor kepolisian.
Telinganya memanas dan memerah, ia menyalakan perapian untuk mengurangi rasa dingin, jantungnya terus berpacu dengan cepat—ketakutan menghantui dirinya kali ini. Jika dengan sembarangan menghentikan maka sama saja dirinya menganggu dua orang itu, bahkan selama beberapa saat berada di tempat ini—suara-suara panas itu semakin terdengar kentara, memantul dalam genderang telinga Wilona. Ia jadi serba salah, hendak beranjak dari tempat ini tapi ia baru saja datang dan malam ini rencananya dilakukan rapat tertutup antara dirinya, Rasmus, dan Franz.
"Ah!" Wilona terdengar frustrasi, ia menyumpal kapas pada telinganya, kapas itu memang selalu ada di dalam tasnya—kapas pembersih luka.
"Sejak kapan tempat ini menjadi penampungan manusia, padahal ini tempat kerja." lagi dan lagi Wilona mengeluh dengan cara bergumam. Jauh dari yang ia tahu, dan ia juga banyak menyesal datang pada waktu senja seperti ini.
...Diduga, gambar di atas adalah tempat jasad Josep dan Baumgarterner ditemukan...
––––––––
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments