Hinterkaifeck; 03

   Rasmus melangkah lebih cepat bersama dengan seorang anak laki-laki yang berusia sekitar tujuh belas tahun, anak itu datang untuk menemui Franz atas permintaan sang ibunya di desa seberang. Rasmus mempersilahkan anak itu masuk ke dalam sel yang memang sudah tersedia kursi aluminium di dalamnya—Franz mengangkat kepalanya, tamu itu memang tak pernah asing di matanya, bahkan sudah tercetak di dalam ingatannya. Franz mencoba dengan membenarkan posisi duduknya, membiarkan anak laki-laki yang jelas lebih muda darinya duduk di sebelahnya.

   Rasmus meninggalkan keduanya, sayangnya kendati mereka sering bertemu dikala acara keluarga, entah Franz atau mungkin anak laki-laki itu yang merasa canggung. Tidak ada yang mendahului sebuah kata pembuka untuk pertemuan mereka yang tiba-tiba, kendati Franz tahu—anak laki-laki di sebelah tak ubahnya anak pendiam yang bernyali besar di balik wajahnya yang selalu terlihat pucat dan tenang.

"Ada apa? Kau mau menuntut kematian kakak mu, Andreas?" dua pertanyaan sekaligus keluar dari mulut Franz.

Tidak ada jawaban, anak laki-laki tujuh belas tahun itu tidak bergeming. Ia mungkin mendengar pertanyaan Franz, tapi belum memastikan untuk menjawab langsung pertanyaan itu. Franz tahu jika terkadang harus sabar menghadapi anak ini, Andreas selalu begitu—diam tanpa ekspresi lalu bertindak diluar dugaan.

"Percaya atau tidak, aku tidak mungkin mau menyakiti orang lain, Dreas. Omong-omong bagaimana kabar Ayahmu?" Franz mencoba berbincang lagi, kendati ia akan tahu Andreas tidak mungkin meresponsnya dengan cepat seperti Fernia.

"A-ayah baru pulang dari rumah sakit, kedua orang tuaku syok mendengar jika kak Fernia telah tewas. Apa kalian menekan mentalnya saat mengadakan wawancara? Kakak ku itu lemah mental." Andreas akhirnya buka suara, ia tetap dalam posisi yang sama, tidak menoleh pada lawan bicaranya yang sedari tadi mencoba mengambil kesempatan untuk melihat rupa anak itu.

"Ada beberapa tipe dalam diri manusia Dreas, jika Fernia tidak jujur maka bisa saja polisi menekan mental terduga. Dua hari wawancara yang kami lakukan pada Fernia, dia sedikit ubah—seolah menutupi sesuatu yang penting dari kematian Tn. Arsya, apa dia memang seperti itu jika menghadapi sebuah masalah?" penjelasan ringkas Franz berakhir dengan sebuah pertanyaan.

Seperti semula, Andreas akan menjawabnya sedikit lambat. Anak itu terlihat berpikir sebelum bertindak. "Dulu, Fee sering menghadapai masalah. Semasa ia sekolah, yang kutahu Fee akan menyendiri, ia tidak akan makan dan minum ia tidak akan tidur dan parahnya ia akan melakukan hal gila untuk menghindari masalah yang ia hadapi. Ibuku bilang, kak Fee memang seperti itu sejak kecil," Franz tertegun mendengar kejujuran Andreas yang berbicara pelan namun amat penting bagi diri Franz sendiri.

"Tn. Franz," panggil Andreas, lantas Franz langsung mengangkat kepalanya dan menemukan wajah pucat tanpa ekspresi Andreas terpampang di sebelahnya. "Ibu tidak mau kau terlibat lebih dalam soal kematian kak Fee, aku datang untuk menyampaikan informasi ini. Dan satu lagi, kak Fee pernah berpesan padaku tentang suatu rahasia," ucap Andreas membuat dahi Franz lipat tiga pertanda bingung sekaligus merasa penasaran.

"Sebuah rahasia? Apa tentang perselingkuhan? Jika iya, maka aku sudah mengetahuinya Dreas. Fernia mengutarakan itu padaku sebelum ia mengakhiri hidupnya dengan bantuan kabel." ucap Franz memberitahu Andres, anak itu hanya mengangguk mengiyakan.

"Lebih dari itu," jawab Andreas, membawakan kesan misterius yang semakin membuat Franz penasaran. "Kak Fee memberikan kotak ini, dia bilang kau harus mengetahui isinya. Tapi aku hanya ingin meneruskan pesan kak Fee, jika kau sudah siap untuk mengetahui isi dari kotak itu maka bukalah." tangan Andreas menyerahkan kotak kecil yang ia ambil dari saku celananya.

Sekarang kotak yang tak seberapa besar itu berpindah tangan, entah apa isinya. "Kau sudah jauh-jauh datang kemari hanya untuk memberikan informasi tentang Fernia? Kau baik sekali, Dreas." puji Franz, sembari berdiri melihat Andreas sudah berdiri lebih dulu dari dirinya.

"Bukan aku yang baik, tapi kau. Aku pamit, jaga dirimu baik-baik Tn. Franz, aku akan berurusan dengan Tn. Rasmus." ucap Andreas, keluar dari sel, lalu melangkah dengan kepala yang menunduk. Franz tidak mungkin asing dengan sikap itu—sebab berjalan dengan kepala menunduk adalah kebiasaan buruk Andreas.

...🗞️🗞️🗞️...

    Cazilia membantu Maria meletakkan makanan di atas meja, mereka akan segera mengadakan makan siang tanpa Franz. Frissca memainkan garpunya saat sepiring besar pasta mendarat di atas meja makan, sementara Aaric masih mengupas kulit apel. Cazilia dan Maria duduk berhadapan—Maria adalah seorang asisten rumah tangga keluarga Cazilia Gruber dan Aaric Gruber, keluarga Gruber cukup adil masalah peraturan rumah. Dimana seorang asisten rumah tangga tidak boleh makan sendiri atau makan sesudah tuan rumah. Asisten adalah bagian dari keluarga bagi Cazilia itulah mengapa mereka harus makan bersama—tidak boleh ada yang makan hanya sisa dari tuan rumah itu.

 

"Kau sudah memisahkan makanan untuk Franz, Mom?" tanya Frissca setelah ia berhasil menelan segumpal kecil pasta di garpu makannya.

Cazilia tidak langsung menjawab, ia masih sibuk melap garpu dan sendoknya dengan sapu tangan. "Sudah disiapkan oleh Maria, Dad mu akan mengantar makanan itu." jawab Cazilia, ia terlihat menjeda aktivitasnya saat menjawab pertanyaan putrinya itu.

"Hm, baiklah setidaknya kau tidak lupa dengan anak tengah mu itu Mom. Oh iya Dad, apakah kau sudah menemukan sapu tangan motif kotak-kotak ku yang hilang?" lagi dan lagi Frissca menanyakan perihal benda kesayangannya itu.

Aaric lantas menggeleng pelan sambil menuang air putih ke gelasnya, "Aku belum menemukannya Frissca, akan ku usahakan." respons Aaric dengan suaranya yang pelan dan agak berat.

Cazilia melihat ke arah suaminya saat melap mulutnya dengan sapu tangan lalu berdiri melangkah menuju meja kayu. Yang di sana sudah ada rantang susun stainless, "Hati-hati membawanya sayang, sampaikan pesanku padanya." ucap Cazilia sembari memeluk suaminya yang hendak pergi mengantarkan makanan untuk Franz.

  Aaric mengangguk kemudian bergegas berjalan menuju ruang tengah keluar dari dapur. Aaric meletakkan rantang susun berisi makanan itu di atas undukan tangga, sementara ia sendiri sedang memeriksa kandang kuda yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka—Aaric terlihat melepaskan ikatan tali kemudian membawa satu ekor kuda yang memang sedikit lebih besar dari pada dua kuda lainnya. Aaric membawa kuda itu menuju sebuah kereta dua roda, ia menghubungkan tali pengikat kuda dengan dua kayu sebagai tumpuan agar kuda bisa menarik satu kotak besar yang sedikit membundar.

   Aaric terlebih dahulu mengambil rantang susun itu, setelah itu ia mulai menaiki keretanya yang akan ditarik oleh kuda. Jarak antara rumah dengan kantor tempat Franz bekerja tidak terlalu jauh, mungkin jika menggunakan mobil sedan maka jarak tempuhnya sekitar dua puluh menit tapi jika menggunakan kereta kuda mungkin akan lebih lama. Aaric memacu laju kudanya berlari membawanya untuk segera sampai menuju tempat tujuan.

  Kereta kuda yang ia tumpangi masih terus berpacu melalui jalan sedikit berbatu sebelum menyeberangi jembatan kayu, kuda yang tengah berlari memelan di bawah kendali Aaric saat sebuah mobil sedan terparkir sebentar di hadapannya, seseorang bertubuh sedikit gemuk melihat ke arahnya, kemudian keduanya saling tersenyum—rupanya itu Rasmus yang sedang bersantai.

"Maaf aku menghambat perjalanan mu, Aaric." ucap Rasmus sambil melangkah mendekati kereta kuda milik Aaric.

"Hahaha, ada masalah dengan mobil mu, Tn. Rasmus?" tanya Aaric penasaran.

"Tidak ada, aku hanya bersantai. Kulihat tadi kereta mu begitu cepat, kau mengejar waktu?" sekarang justru Rasmus yang bertanya.

"Ya, aku akan pergi mengantarkan makan siang Franz." jawab Aaric, Rasmus langsung mengangguk paham.

"Biar aku saja, kau pasti punya pekerjaan lain di kebun." jawab Rasmus, seraya menawarkan bantuan yang menarik.

Aaric segera mengambil rantang susun berisi makanan itu, ia menyerahkan benda itu pada Rasmus. "Terima kasih, sudah meringankan perjalanan ku. Kalau begitu aku permisi, Tn. Rasmus." ucap Aaric sembari tersenyum, ia dengan susah payah mengendalikan kudanya untuk berputar arah dan kembali ke rumah—benar yang dikatakan Rasmus, ia harus pergi ke kebun.

  Rasmus hanya menanggapi dengan anggukan dan tawa singkat yang khas, terlihat Rasmus bergegas pergi dengan menyetir mobil sedan—ia sengaja melaju memacu mobil itu agar secepatnya sampai ke tempat kerja dan menyerahkan rantang susun itu kepada Franz. Ya, setidaknya Franz mempunyai dua orang tua yang peduli dengan kesehatan anaknya.

 

   Tidak banyak memakan waktu yang lama, Rasmus berhasil memarkir mobil sedan miliknya di parkiran berpasir, bangunan tua itu kini sudah tidak asing dan bahkan sudah terpampang di matanya. Rasmus meraih rantang susun itu, ia melangkah sewajarnya menuju sel tempat Franz ditahan sementara—Rasmus melewati ruang interview kemudian sedikit berjalan lurus melewati satu belokan tangga menuju penjara bawah tanah, kakinya tepat berhenti sesaat ia berada di depan sel itu.

  Rupanya ia kedatangan seorang tamu setelah anak laki-laki yang mengaku sebagai adik dari Fernia. Jelas yang datang adalah Wilona, dokter dari forensik—entah apa yang akan dikatakan Wilona hingga datang pada saat jam makan siang, bahkan lebih tidak sopannya Wilona tidak mengabari dirinya jika akan datang dan menemui Franz. Wilona melihat ke arah Rasmus yang membuka sel tahanan, kasihan sekali Wilona pasti menunggu amat lama duduk di lantai yang kasar ini.

Mata Wilona tidak lepas memerhatikan gerak-gerik Rasmus yang meletakkan rantang susun itu ke sebelah kiri Franz yang duduk lesehan di lantai kasar, Wilona tanpa diduga langsung ikut masuk ke dalam sel. Ia duduk di sebelah kanan Franz, kiranya ada sesuatu yang mendesak dirinya melakukan itu.

"Aku butuh jawaban mu, Franz." ucap Wilona sembari membenarkan posisi duduknya, Rasmus memicingkan matanya ia ikut duduk di hadapan Franz dan Wilona seolah menjadi pemimpin diantara keduanya.

"Tn. Franz, kapan terakhir kau bertemu Fernia sebelum kasus kematian keluarga Arsya Nur't ditemukan?" pertanyaan pertama itu sedikit mendesak.

Franz mendongak, membiarkan jari tangan kanannya yang terluka menggores-gores lantai kasar berkerikil. "Satu minggu sebelum meninggalnya keluarga paman Arsya, aku bertemu dengannya setelah ia berpamitan pergi kembali ke desanya." jawab Franz begitu saja.

Rasmus tiba-tiba melipat dahinya lipat tiga, "Apa? Satu minggu? Fernia bilang ia berpamitan pergi kembali ke desanya sore hari atau sehari sebelum kejadian." ucap Rasmus, membuat dua manusia itu terperangkap oleh rasa keterkejutan.

"Apa Fernia membohongi kita? Apa mungkin setiap waktu libur seminggu  tiap bulan dengan alasan kembali ke desa adalah sebuah tipuan?" beberapa pertanyaan keluar dengan mulus dari Wilona.

"Aku juga berpikir demikian, mengingat ucapan Fernia jika dia punya kekasih selain aku," Franz memelankan suaranya.

"Kupikir, selama satu minggu libur kerja Fernia tidak datang ke desa, tapi bertemu kekasih simpanannya itu. Narasumber yang kau wawancarai juga bilang jika Fernia tidak pernah kembali ke desa, bukan begitu Tn. Rasmus?" pungkas Franz, mengarahkan pandangannya pada Rasmus yang duduk di hadapan Franz dan Wilona.

Rasmus mengangguk, "Ya," jawab Rasmus singkat. Kemudian terlihat lagi ia memikirkan sesuatu. "Satu pernyataan, jika tidak pernah kembali ke desa lalu kemana perginya Fernia selama ini?" pertanyaan itu semakin membuat mereka larut dalam rasa penasaran yang dalam.

Wilona diam, ia mencari suatu ide yang lebih brilian untuk masalah ini, "Bagaimana kalau kita mengadakan penggeladahan pada kamar Fernia di TKP?" ide yang tiba-tiba muncul dengan sangat bagus.

Rasmus tersenyum, "Kenapa tidak sedari tadi kau katakan, dasar Wilona!" pungkas Rasmus, ia bergegas berdiri diikuti oleh Wilona sementara Franz hanya berbalik badan dan melihat kedua orang itu pergi meninggalkannya sendiri—tidak pernah lupa, Rasmus selalu mengunci sel ini.

  Franz menatap kepergian dua orang itu, dan umpan balik yang cepat. Rasmus berbalik badan, ia terlihat sedikit melangkah cepat. "Mari ikut dengan kami, Franz." tutur Rasmus, melempar kunci untuk membuka sel ini pada Franz.

"Kami tunggu kedatangan mu di TKP, jangan lupa menyantap makan siang mu, Dad mu yang mengirimkannya kepada ku." Rasmus kemudian bergegas pergi setelah berkata demikian, sementara Franz lekas-lekas membuka rantang susun itu ia akan memakannya dengan kurun waktu sepuluh menit—makan siang dengan tergesa-gesa.

...🗞️🗞️🗞️...

    Franz berdiri tidak jauh dari kamar Fernia, di olah TKP. Ia terlihat memasang sarung tangan lateks sementara Wilona sudah sibuk mengubrak abrik lemari pakaian kayu milik Fernia. Ia tidak mendapatkan apa-apa dari dalam lemari itu, Wilona berpindah mencari barang atau apapun itu yang mereka anggap mencurigakan di atas meja rias. Beda lagi dengan Rasmus yang memeriksa setiap jengkal tempat dalam kamar itu, termasuk masuk kamar mandi—Rasmus menurunkan tubuhnya lalu berpindah dengan posisi jongkok, ia menemukan benda bening dengan karet di bagian paling atasnya, benda itu tentunya terbuat dari karet ironisnya benda itu seperti balon ulang tahun dan berbahan lateks.

  Franz menghampiri Rasmus ketika polisi gendut itu memanggilnya. Franz mendekat, ia menating kamera di tangan kanannya—Franz terperengah sebelum berhasil mendokumentasikan benda penemuan mereka di lubang pembuangan air kamar mandi. Dengan hati-hati dan juga merasa sedikit jijik Rasmus memasukkan benda itu ke dalam kantong plastik yang memang sering dibawa bila sedang melakukan penyidikan.

"Kira-kira alat kontrasepsi itu milik siapa?" timbul pertanyaan Rasmus pada Franz.

"Kenapa menanyakannya padaku? Aku bahkan tidak pernah tahu soal itu, apa dari benda ini kita dapat mendapatkan informasi Tn. Rasmus?" tiba-tiba Franz mengeluarkan pertanyaan itu.

"Setahuku iya, kalau ada kecocokan dengan ****** di dalam alat itu, tapi jika tidak ada maka kita tidak akan menemukan apa-apa." jawab Rasmus, mereka berdua melangkah keluar dari kamar mandi.

"Aku ingat sesuatu, Fernia bilang ia sering berhubungan **** dengan selingkuhannya, jadi apa bisa kita bulatkan itu milik kekasih gelapnya itu?" sebuah terkaan yang mungkin bisa meleset atau bisa juga membenarkan.

Wilona mengambil buku catatan pribadi yang memungkinkan kepunyaan Fernia. "Apa yang kalian bicarakan?" Wilona yang tidak tahu apa-apa langsung bertanya pada keduanya.

"Kami menemukan alat kontrasepsi, di kamar mandi." jawab Rasmus, sembari menunjukkan kantong plastik yang ia pegang.

Wilona memasang tampang keterkejutannya, "Alat kontrasepsi? Bagaimana bisa? Apa itu milik mu Franz?" pertanyaan yang beruntun.

Franz menggeleng, "Aku tidak pernah tidur dengannya, apa benda itu harus dibawa ke laboratorium? Atau mungkin kita bawa sebagai barang bukti?" dua pertanyaan sekaligus, Wilona sedikit mendengus.

"Anggap saja barang bukti, mari kita lihat isi buku catatan ini." ajak Wilona sembari memperlihatkan buku catatan itu, mereka bergegas kembali ke kantor polisi untuk melihat catatan yang mungkin akan memberikan sedikit informasi—setidaknya bisa membantu mereka.

––––––––––

 

Terpopuler

Comments

Riezki Arifinsyah

Riezki Arifinsyah

mangstab Thor

2025-01-14

0

Evelyne

Evelyne

semakin menarik... inget tanda baca thor... biar enak di baca liat tiap jeda nya... biar terlihat nyata dalam imajinasi pembaca

2023-05-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!