Hinterkaifeck; 10

HINTERKAIFECK, 31 Maret 1922

     Di perumahan itu, sekitar pukul 11.10 Franz terdiam. Ia menemukan benda yang selama ini telah dicari oleh Frissca, sapu tangan dengan motif kotak-kotak bernoda darah yang telah mengering terdapat pada kotak kecil yang ia terima dari Andreas, surat kecil Fernia sudah menjelaskan rinci apa yang telah terjadi pada malam itu, dan bahkan Fernia sudah menyebutkan siapa pelaku atas kematian keluarga Arsya Nur't.  Berat untuk bisa disimpulkan, mata Wilona menatap Franz, sementara Franz melipat kembali kertas itu beserta dengan sapu tangan milik Frissca.

"Jadi itulah alibi Dad kenapa selalu masuk ke dalam kamar ku tanpa izin," gumam Franz, terdengar juga oleh telinga Wilona dan Andreas.

"Rupanya Dad mencari senjata api itu, untuk menghilangkan bukti. Selama ini kecurigaanku terjawab, sepatu boot kebun yang ditemukan di pintu belakang rumah keluarga Tn. Arsya memang punya Dad." pungkasnya, matanya menyorot ke arah lantai kasar berubin.

"Ini menjadi suatu keraguan Franz, keadilan tetap harus ditegakkan. Jadi, kapan kita akan melakukan penangkapan?" Wilona dengan sedikit berat hati harus mempertanyakan akan hal itu.

Franz terdiam, matanya belum beralih pada objek yang kosong. Wilona mengembuskan napasnya sedikit lembut,  "Aku tahu ini sulit, masih ada waktu untuk diperkirakan. Dengan alasan, pelaku tidak mendengar kabar tentang jawaban yang kita dapat. Dan masalah anak ini, kaulah yang mungkin berhak bertindak—tidak ada yang bisa menahan mu, untuk kali ini." setelah berucap dan menatap intimidasi Andreas yang tertunduk, Wilona mengusap bahu Franz sedikit lembut dan terdapat tepukan lembut sebanyak dua kali.

  Wilona keluar dari kamar, ia rencananya akan duduk di ruang tamu, menulis beberapa rangkaian kata untuk di kirim ke pengadilan. Catatan tentang kisah hari ini, dan mungkin akan secepatnya menghubungi Rasmus untuk melakukan penangkapan, entah perawat desa yang lebih dulu atau mungkin akan ditangkap bersamaan. Dengan melakukan penyamaran.

  Di samping itu, Franz memijat pangkal hidungnya, ia menatap lekat ke arah Andreas yang masih menunduk. Franz tidak bisa melakukan apa-apa, sulit baginya menentukan apakah Andreas bersalah atau tidak, jika di mata hukum yang menilai kemungkinan besar Andreas bersalah karena menyembunyikan rahasia ini tapi, Andreas juga bisa menjadi saksi pembunuhan terhadap bayi dalam kandungan Fernia—yang memang anak dari Aaric.

Baiklah Franz mendekat dan tepat berdiri di hadapan Andreas, "Angkat kepalamu, Andreas!" pintanya.

Tidak ada jawaban langsung dari Andreas, tabiatnya tak pernah berubah, diam mengabaikan suara Franz. Yang berdiri di hadapan Andreas mendengus, "Kubilang angkat kepalamu! Jangan hanya menunduk!" bentak Franz, untuk hari ini ia tak mungkin bisa bersabar lagi.

Andreas dengan gerakan kaku dan terpaksa mengangkat kepalanya, mematung, dan netranya tak berani sedikit saja melirik mata lawan bicaranya. Franz mencuri sedikit pasangan dari Andreas dan kemudian berucap, "Kenapa kau ikut malam itu? Apa tentang aborsi ini sengaja kau sembunyikan? Untuk menutupi secuil kesalahan mu?" pertanyaan beruntun membuat Andreas sontak terkesiap.

Andreas menggeleng cepat, "Tidak ada yang mau membela orang yang salah Tn. Franz, bahkan dua orangtuaku yang meminta mu agar tidak terseret kasus kak Fee," jawabannya menerangkan, ia terlihat melorotkan pandangannya dan tertuju pada sepasang kaki berkaus kaki Franz.

"Aku hanya diajak, itu pertama kalinya aku pergi ke tempat ini. Aku tidak tahu jika hari itu, aku dijemput Dad mu untuk menemani proses aborsi." jujurnya.

Franz mulai menilai setiap gerak-gerik Andreas, "Lalu, apa yang dikatakan Dad ku padamu? Apa yang kalian bicarakan sebelum aborsi itu terlaksanakan?" dua tembakan pertanyaan lagi.

Andreas sedikit gugup, sekarang justru kedua netranya menatap sepasang sorotan tajam, "Aku datang ke tempat ini lebih siang, Aaric memberitahu ku kalau malam ini aborsi kandungan Fernia, dia mengancam ku jika aku berani buka mulut soal ini maka aku akan," ucapannya terputus.

Franz mengangkat alis kirinya, Andreas meneguk air ludah, "Aku akan dibunuh olehnya." pungkas Andreas.

"Jadi, maukah kau bersaksi atas aborsi itu?" tanya Franz dengan sedikit menekan setiap kata.

Andreas mengangguk kikuk, Franz masih terus menatap intimidasi, "Mulai sekarang, ikutlah dengan ku. Aku menjamin keselamatan mu, Andreas." tangkas Franz, sembari meminta Andreas beranjak dari tempat duduknya.

...🗞️🗞️🗞️...

  Rasmus berjalan di belakang tiga anak remaja perempuan, tiga gadis itu menjadi terduga sementara dan akan dibawa ke kantor polisi. Orang tua Violin mengatakan tiga gadis itu teman karib Violin, jadi berspekulasilah jika mereka kemungkinan terikat janji akan pembunuhan kepada Violin sore itu, kendati di dalam surat wasiat Avies—bahwa hanya dirinya yang melakukan pembunuhan.

  Tiga gadis terduga dimasukkan ke dalam mobil, tiga orang tua anak itu berteriak dan mengumpat agar Rasmus dan rekannya tidak membawa dan melibatkan anak mereka atas kematian gadis sialan Violin. Dan asal kau tahu, tidak hanya tiga anak itu yang dibawa ke kantor polisi tapi satu guru dibidang bimbingan konseling—mobil bergerak pelan di atas jalanan yang sepi dan dingin, di perjalanan kabut asap tipis membuat pandangan tidak leluasa.

   Musim dingin yang buruk, itu tepatnya gelar tahun ini. Pepohonan layu dengan dedaunan tertutup salju, matahari belum terlihat muncul untuk menghangatkan sebelum musim dingin benar-benar berakhir. Ya, Rasmus pernah berharap jika musim dingin tahun ini ia jalani dengan keluarganya menghabiskan waktu untuk berkumpul di depan perapian—sayangnya itu tidak terjadi, Rasmus malah harus berurusan dengan beberapa kasus.

  Mobil tepat berhenti di parkiran, tiga gadis dan satu guru bimbingan konseling digiring bak tahanan baru. Rasmus ikut masuk yang melangkah di belakang rekan kerjanya, tiga anak dengan guru bimbingan konseling duduk menghadap meja panjang—hari ini, detektif Franz dalam kesibukan mendadak itu artinya Rasmus lah yang akan mewawancarai empat orang yang terlibat.

Rasmus duduk di kursinya, lamat-lamat ia menatap setiap anggota di ruang interview itu. "Baiklah, kita mulai dari mu, sebagai guru bimbingan konseling. Aku bisa memanggil mu dengan nama? Jadi sebelum benar-benar memulainya kuharap kalian menulis nama di kertas ini." ucap Rasmus sembari menyodorkan kertas dan pena.

Cukup memakan waktu yang lama ketika mereka menulis nama mereka masing-masing, Rasmus menerima kembali kertas dengan nama orang-orang terduga itu. "Sir Arthur, sebelum adanya insiden ini, apakah Anda mengetahui jika ada permasalahan antara lima anak ini?" itulah pertanyaan yang membuka interview kali ini.

Orang yang dipanggil sebagai Sir Arthur mengerjap sebelum benar-benar menjawab, "Sejauh ini mereka baik-baik saja, mereka masih jalan bersama menuju kantin sekolah untuk mengambil jatah makan siang. Insiden ini cukup mengejutkan pihak sekolah, Tn. Rasmus." jawabannya.

Rasmus mengangguk-angguk mencoba memahami, penanya bergerak senada, "Apakah di sekolah, maksudku di dalam lingkungan sekolah terdapat sistem strata?" tembakan pertanyaan baru lebih menggetarkan jantung Rasmus untuk mendapatkan jawaban yang setimpal.

"Strata, sekolah tidak menetapkan sistem seperti itu. Namun, ada beberapa siswa ataupun siswi yang melakukan sistem itu." Sir Arthur menelan ludah, manik matanya bergerak sesuai dengan pergerakan bola mata Rasmus—tatapan guru bimbingan konseling seperti isyarat ancaman atau perlawanan.

"Itu artinya, Anda tidak mengetahui jika semisal di dalam lingkungan sekolah itu tertanam tiga dosa besar pendidikan? Termasuk perundungan," Rasmus menjeda sedikit ucapannya—mata Rasmus menatap intimidasi ke setiap orang di hadapannya, tatapan yang tajam penuh selidik.

Rasmus melanjutkan ucapannya, "Dalam surat wasiat Avies, Violin telah menganggunya sehingga Avies berani menghabisi nyawa temannya sendiri. Adakah yang bisa membenarkan jika Violin pelaku perundungan?"

Tiga anak gadis menunduk, satu dari mereka berubah ekspresi wajah yang pucat dan kikuk, "Violin hanya menganggu orang yang menyebalkan." jawab jujur Zelion.

"Jadi Avies menyebalkan bagi Violin? Apakah di antara kalian tahu alibi khusus kenapa Violin beranggapan jika Avies menyebalkan?" seperti pertanyaan umpan balik untuk tiga gadis ini.

Gadis yang duduk di tegah menggeleng, "Tidak ada yang tahu, Tn. Rasmus." pungkas Bianca.

"Lucu sekali menganggu orang lain tanpa alasan yang lugas, kalian sebenarnya teman atau bukan?" pertanyaan itu sontak membuat tiga gadis itu terdiam.

Rasmus mendengus ia mulai kehilangan kesabaran saat melakukan interview dengan tiga gadis ini, "Jawab saja sejujurnya, biar ku beritahu sesuatu. Aku orang yang brengsek jika tersulut emosi jadi kurasa kalian harus mengerti, lagipula jika kalian tidak mau berurusan lama dengan pihak kami maka katakan saja apa yang kalian tahu. Jika kalian ingin tenang, kejujuran itulah jawabannya,"

"Sekarang biar aku bertanya lagi pada Anda, Sir Arthur. Yang kami temukan dalam otopsi tempat, dan juga surat wasiat Avies bahwa Avies mendapatkan racun tikus bubuk di ruang olahraga, kira-kira apa tujuan sekolah menyimpan racun tikus di tempat itu?" Rasmus menyorotkan padangan matanya ke arah orang yang ia tuju.

"Racun tikus hanya sebagai simpanan, pihak sekolah akan menggunakan racun tikus bubuk di atas plastik yang mewadahi buku atau persediaan keju di kantin. Kami sudah bertahun-tahun menggunakan racun tikus itu dan itu dilakukan dengan hati-hati. Kurasa jika dikaitkan dengan kasus ini, ya pihak sekolah menyembunyikan racun itu." Rasmus mencatat bagian penting yang dijelaskan oleh Sir Arthur.

"Kenapa tidak menggunakan racun tikus batangan? Atau kenapa tidak menggunakan perangkap tikus saja? Racun terlalu berbahaya, mengingat kembali kasus ini masih menjadi tanggung jawab pihak sekolah karena meletakkan sembarangan racun tikus." Rasmus benar-benar membuat lawan bicaranya tak berkutik, guru bimbingan konseling itu hanya bisa mengangguk mengiyakan.

Rasmus menelan ludah, matanya menatap kembali tiga gadis itu. "Siapa korban perundungan Violin selama ini?" Rasmus mencoba mencari tahu yang baginya ada sesuatu yang mengganjal.

"Anak bungsu keluarga Gruber." jawab jujur Zelion, matanya ikut melirik dua temannya.

Rasmus mengangkat alis kirinya, "Maksudmu Frissca? Bukankah dalam wasiat Avies, dia diganggu oleh Violin?" dua pertanyaan sekaligus, tembakan pertanyaan yang membuat Rasmus semakin merasa penasaran.

"Selama ini Avies dan Violin terlihat baik-baik saja, kami tidak tahu jika Violin menganggu Avies." kali ini yang menyahut adalah anak yang punya tubuh lebih pendek, Yieus.

"Tidak tahu? Lalu bagaimana dengan Violin yang mengotori jatah makan siang dan mendorongnya hingga jatuh dari bus? Kalian tidak tahu juga soal itu?" pena Rasmus terus menerus mencatat beberapa poin penting ini.

Bianca terperanjat mendengar itu, ia langsung mendapatkan simpulan yang bagus, "Tn. Rasmus, kurasa ada yang memutar balik kenyataan."

  Rasmus menatap ketiga gadis itu, ekspresi mereka meyakinkan jika mereka memang bukan orang yang bersalah, Rasmus menatap satu persatu mata anggota interview—dalam hitungan detik Rasmus mendengar langsung siapa pelaku aslinya. Seolah langit-langit ruang interview memantulkan suara detak jantung Rasmus yang berpacu lebih cepat bahkan di musim dingin ini, peluh dingin menetes dari ujung dagunya.

...🗞️🗞️🗞️...

   Siang duka sudah tertinggal, waktu sudah bergerak lebih cepat, rasa dingin semakin membuat manusia-manusia lain masuk ke dalam rumah, malam akan segera datang—Aaric terlihat bersama Cazillia memberi makan ternak, mereka berdua tidak saling berkomunikasi sebab sibuk dalam pekerjaan masing-masing. Aaric memeriksa kondisi kuda miliknya, takut ada parasit menjadikan tubuh hewan ternak sebagai sarang.

  Tiba-tiba di ruang tamu dari dalam rumah, suara Maria berteriak seperti orang yang ketakutan. Aaric lebih dulu menyuruh Cazilia pergi ke dalam rumah sementara Aaric bergegas menuju gudang karena ia lupa untuk mengunci pintunya. Karena sekarang malam semakin gelap, Aaric lebih dulu mengambil lentera kemudian menyalakan dan bergegas mengarah belakang rumah—yakni gudang penyimpanan makanan ternak.

   Sesampainya di gudang, Aaric langsung mengunci pintu gudang itu menggunakan kunci gembok. Ia berbalik dengan niat pergi ke dalam rumah, dan memeriksa ruang tamu kenapa Maria sempat berteriak. Aaric mempercepat langkahnya, namun arah pandang matanya tertuju pada sesuatu yang lebih menarik minat untuk lekas-lekas didatangi. Aaric mempendarkan cahaya lentera pada tapak kaki manusia—tanpa ada rasa takut meski keringatnya jatuh berkali-kali, ia mendekati ruang penyimpanan mesin.

  Pikirannya tetap positif, siapa tahu Albert Hofner datang ke Hinterkaifeck untuk memperbaiki salah satu mesin yang rusak, tidak terlalu merasa ada yang aneh dan mencurigai apapun, Aaric sampai di depan pintu gudang itu. Ia sempat tercengang saat melihat jika gembok pintu gudang sudah terbuka, Aaric mempendarkan cahaya lentera ke dalam gudang penyimpanan mesin—di dalam sana, ia tidak menemukan apa-apa. Merasa tidak nyaman dengan apa yang dialaminya, Aaric lebih cepat berbalik dan melangkah cepat menuju rumah.

  Di ruang tamu, Maria tengah bersikeras untuk pulang malam ini juga. Sebab ia sudah banyak mengalami hal aneh di rumah ini, Frissca terlihat menonton dua orang yang sedang mencoba mencegah agar Maria tidak pulang malam ini. Frissca berdiri di dekat dinding, ia tidak melakukan apa-apa sebelum akhirnya mendekat.

"Kenapa kau membawa barangmu, Maria?" pertanyaan itu tiba-tiba datang saat Aaric penuh keringat masuk dan melihat Maria sudah berdiri dengan barang-barangnya di hadapan Cazillia dan Victoria.

"Maafkan aku Tn. Aaric, aku mendengar sesuatu yang aneh di atas loteng. Aku tidak tahan lagi jika harus mendengar suara itu!" jawab Maria panik.

Victoria sedikit menenangkan Maria dengan mengelus bahu orang tua itu, "Dad, coba kau cek di loteng." pinta Victoria yang langsung disetujui Aaric Gruber.

  Aaric bergegas naik ke atas loteng, cukup lama ia memeriksa di dalam sana. Memastikan jika apa yang dikatakan Maria bisa memberikan kebenaran, pasalnya mereka sekeluarga juga pernah mengalami hal ini. Aaric turun dari loteng, menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak menemukan kejanggalan apa-apa di loteng itu.

"Aku tahu kau lelah seharian, itulah kenapa kau berhalusinasi yang tidak-tidak." Cazilia mencoba berbicara, sedikit menahan kepergian Maria.

Maria menggeleng cepat, "Aku tidak berhalusinasi nyonya, aku jelas mendengar suara aneh yang menyeramkan di loteng," setelah berucap demikian Maria kembali menenteng tas barang yang bisa ditebak isinya adalah pakaian.

"Maaf Tn. Dan Ny. Gruber, aku harus izin pergi dan berhenti bekerja, aku yakin rumah ini berhantu! Aku juga sering kehilangan beberapa kunci cadagan beberapa ruangan, Aku takut! Rumah ini berhantu!" setelah berucap demikian Maria benar-benar menuruni undakan tangga, keluarga Gruber akhirnya kehilangan asisten rumah.

  Setelah kepergian Maria sekitar satu jam, keluarga Gruber mengutus orang baru untuk menjadi anggota keluarga mereka. Malam itu, setelah sang kakak pembantu baru sampai di peternakan kecil Hinterkaifeck, Cazilia dan Victoria berterima kasih karena sudah mau mengantar Baumgartner (pembantu baru keluarga Gruber). Setelah kunjungan singkat oleh kakak Baumgartner, pembantu baru langsung diberikan kamar—dan akan memulai pekerjaannya besok hari ini.

  Entah sudah pukul berapa, Victoria, Aaric, Cazilia dan Frissca mendengarkan kebisingan malam. Suara ternak berisik di kandang, padahal sudah diberikan makanan saat sore tadi. Aaric meminta Frissca mengecek hal itu, tidak ada penolakan dari Frissca sat itu—karena ia tahu mungkin Aaric lelah setelah bekerja seharian.

  Frissca keluar dari rumah lewat pintu belakang, ia bergegas mendatangi kandang kuda. Matanya lantas menajam saat sudah sampai dan berada di dalam kandang untuk mengecek makanan—tubub Frissca langsung gemetar, meski ia sudah menggunakan pakaian yang sedikit tebal. Rok selututnya terombang-ambing karena suatu gerakan. Frissca berlari kembali masuk ke dalam rumah, ia benar-benar banjir keringat saat ini.

"Dad, mom, kak Victoria. Ada sesuatu di kandang!" pungkasnya, wajahnya yang pucat memutih tak terlihat oleh anggota keluarga karena terhalangi cahaya lampu yang temaram.

  Satu per satu dari mereka pergi ke kandang, keluarga Gruber tidak menemukan keanehan di kandang kuda. Entah kenapa pada saat itu, Frissca lebih dulu pergi ke gudang penyimpanan makanan—disusul oleh Victoria Gabriel, Cazilia Gruber dan Aaric Gruber yang saat itu memilih diam di kandang dan menyuruh Victoria mendatangi Frissca untuk mengambil jerami.

  Cazilia dan Aaric akhirnya memutuskan segera menyusul sebab cukup lama mereka menunggu tapi Frissca dan Victoria tak kunjung datang. Cazilia memilih melangkah lebih dulu dari Aaric, tubuh Cazilia yang sedikit bungkuk masuk ke dalam gudang. Sedikit tertinggal jauh oleh Cazilia, Aaric mempercepat langkah kakinya agar sesegeranya sampai ke gudang penyimpanan. Kedua netra Aaric sontak melorot, tubuhnya tiba-tiba kaku—kakinya  seolah tak dapat melangkah mundur dan bahkan mulutnya tak dapat membuka dan mengeluarkan sebuah suara.

   Dan ingatkah kau? Bahwa Aaric sebenarnya sudah mengunci pintu gudang, lalu siapa yang membuka pintu itu? Apakah Frissca?

––––––––––

FYI: dalam kasus ini/ dikasus aslinya, pembantu baru keluarga Gruber datang di waktu sore. Pembantu pertama tidak diketahui namanya sehingga di kisah ini kita berikan nama Maria—sedangkan pembantu baru keluarga Gruber dengan nama Baumgartner (Maria Baumgartner)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!