Hinterkaifeck; 02

 

    Malam ini udaranya sedikit dingin, seperti yang sudah dikatakan oleh Rasmus, Franz akan mewawancarai Fernia malam ini. Pertanyaan kali ini akan sedikit menekan, pasalnya Rasmus bilang Fernia berbohong soal kepergiannya ke desa tempat asalnya—karena saat tim Rasmus pergi ke tempat tinggal orang tua Fernia, tim Rasmus menyempatkan diri untuk menanyakan tentang kebenaran apakah Fernia pulang ke desa ini sehari sebelum penemuan jasad satu keluarga. Seperti yang tim Rasmus dapatkan, narasumber yang diwawancarai mengatakan jika Fernia tidak pernah kembali ke desa—apalagi untuk urusan uang.

  Franz mengetuk pelan pintu ruang interview investigasi, ia sedikit melirik kamera kecil di atas kantong kanan kemejanya. Franz kemudian beralih menatap kuat ke arah kekasihnya yang sekarang berstatus sebagai orang terduga pertama—mata Fernia menitik beratkan pada tatapan yang tiba-tiba berubah sayu dan teduh yang tengah berdiri di hadapannya. Franz mengubah ekspresinya, seperti biasanya ketika ia bertemu dan mengajak makan malam bersama.

"Bagaimana kabarmu? Aku tahu ini pasti sangat menekan keadaan mu. Tapi sekarang, waktu terus berjalan dan menahan mu untuk di sini." Franz membuka awalan yang tidak tegang seperti Rasmus, setidaknya Fernia sedikit merasa nyaman dengan wawancara kali ini.

"Aku, seperti yang kau lihat Franz. Aku selalu seperti ini, tidak baik dan tidak buruk. Apa yag kurasakan memang sulit tapi aku hanya terus berpikir, kenapa waktu hanya bertaut padaku?" seperti biasanya, Fernia akan membuat lawan bicaranya merasa nyaman lalu merancang alibi yang lugas dipikiran lawan bicaranya itu. Konsepnya bagus juga, tapi seorang Detektif tidak mungkin bisa ditipu dari segi nada bicara dan ekspresi.

"Kadang kala waktu tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, mereka akan membuktikan sendiri dan memperlihatkannya satu per satu. Seperti puzzle dan papanya, yang sering kau susun setiap sore, kau dalam teka teki itu Fernia," Franz menelan ludahnya, ia memperhatikan lawan bicaranya yang menatap bola matanya tajam.

Franz mengambil napasnya lagi lalu, membuka suaranya. "Dalam hal menerka waktu, kejujuran adalah prioritasnya, jika ingin terlepas dari apa yang kau rasakan maka jujur itulah urusan utamanya. Jangan banyak menunda, ya, aku tahu jujur itu berisiko dan menyakitkan tapi hal itu akan membawaku atau bahkan dirimu sendiri ketahap yang baik atau buruk sekali pun." franz kembali menelan air ludahnya.

"Bagaimana jika tidak ada akhiran yang baik atau pun buruk dari kata jujur itu? Perihal apa yang ingin kau ketahui? Kita hanya punya dua pilihan yang rumit Franz, jujur memang berisiko—jika dari jujur ku menitikberatkan beban baru dipikiran mu, apa kau siap untuk risiko besar itu?" Fernia meletakkan kedua tangannya ke atas meja, ia terlihat duduk tenang sambil bersandar, Franz berusaha keras memahami perkataan Fernia tadi.

"Katakan padaku Fernia, apa kau benar-benar pergi kembali ke desa mu selama kau izin tidak bekerja? Hampir setiap bulan kau pergi, dan kau selalu beralasan pergi menjenguk Ayah mu yang sakit. Apa kami bisa mempercayai itu? Tim Tn. Rasmus mendapatkan informasi dari salah satu narasumber, tetangga orang tuamu, kau tak pernah pulang lagi selama ini. Jadi apa? Kemana kau pergi selama ini? Kau tidak hanya membohongi ku, kau juga membohongi Tn. Arsya." suara Franz berubah lebih tegas, penuh penekanan dan sorot mata yang tajam menatap mata Fernia.

Fernia berdecih, "Tadi sudah ku bilang bukan? Jujur ku akan menyakitkan dan menambah beban pikiran mu." jawab Fernia dengan mudahnya.

Franz mengembuskan napasnya kasar. "Fernia, dengar! Aku berusaha membantumu untuk bisa secepatnya keluar dari status terduga, tapi jika kau seolah menyembunyikan sesuatu maka hal itu akan membuat mu tertekan." Franz memelankan suaranya.

Fernia mendekatkan wajahnya, "Jika aku mengatakan ini apakah kau siap tersakiti, Franz? Bagaimana jika selama ini aku punya kekasih selain dirimu? Kekasih yang bahkan bisa saja orang terdekat mu? Bagaimana jika selama ini ternyata aku sering melakukan hubungan badan dengannya?" tubuh Franz yang duduk tegak rubuh begitu saja, bahunya yang tegas turun perlahan, sesuatu telah membombardir bongkahan perasaan miliknya—darahnya seolah berdesir dan puncak emosionalnya berada pada titik kepala serta kedua tangannya yang mengepal.

  Franz menggeram, tangannya mengepal, memukul meja kayu. Matanya semakin menyorot lawan bicara, yang ditatap bersikap biasa saja—ini adalah kali pertamanya Franz menemukan sifat asli Fernia, wanita yang ia anggap baik dan jujur serta peduli dengan keluarga ternyata tidak semestinya wanita yang ia tahu, rupanya ia telah tertipu oleh tatapan yang teduh—wajah sok polos itu membutakan mata Franz.

  Franz memilih untuk beranjak dari tempat itu, ia dengan kasar menutup pintu ruangan itu. Rasmus membuang napasnya berat, Rasmus menggaruk kepalanya yang tidak gatal—matanya menerawang ke arah ekspresi wajah Franz yang sedang kecewa berat. Franz menutup tirai penutup jendela ruang interview kemudian melangkah mendekati Franz yang tengah duduk dengan bahu yang turun naik karena napasnya menderu—bahkan bisa ditebak detak jantungnya berpacu lebih cepat dari hari biasanya.

"Investigasi kita lanjutkan besok, begitulah anak muda, terkadang cinta tidak selamanya bersemi. Malam ini kita tidak mendapatkan informasi penting, tapi menemukan Detektif tampan kita larut dalam kekecewaan." ucap Rasmus sembari menepuk pundak Franz dan berlalu pergi membiarkan Franz masih dalam posisi yang sama.

"Ku tunggu sampai hatimu benar-benar tenang, jika kau berkenan kita makan malam bersama." Rasmus mengeraskan suaranya saat tangan kanannya sudah memegang gagang pintu untuk pergi ke ruang utama.

  Franz serba salah, ia meninju lantai lebih dari enam kali, emosinya terus memuncak ketika telinganya berdengung dan terngiang dengan perkataan Fernia. Punggung tangan kanannya berdarah karena luka lecet akibat tamparannya pada lantai, Franz berteriak keras—menghasilkan gema yang memantul dua kali. Franz seperti seseorang yang frustrasi, ia memegang kepalanya kokoh mencoba menstabilkan emosinya.

"Fernia!" panggilan yang keras dan penuh emosi keluar dari mulut Franz.

"Kau memintaku jujur Franz, tapi kau sendiri yang tersakiti, kau yang memulainya tapi kenapa kau yang seolah paling terluka?" suara di dalam sana terdengar lebih enteng dan bisa didengar dengan baik oleh kedua telinga Franz.

"Kau tidak mengerti Fee! Aku hanya membantumu keluar dari penekanan ini, tapi kenapa kau membalas niat baik ku dengan menyatakan jika kau selingkuh dariku! Apa artinya aku bertahan dan bahkan meluangkan sedikit waktu ku untuk sekadar menemui mu? Siapa pria itu? Siapa Fernia!" Franz mengertak, entah sekarang Fernia beranggapan seperti apa pada dirinya, pada dasarnya ia memang benar-benar terluka. Orang yang telah ia percayai setelah keluarganya kini berubah menjadi orang yang paling ia benci.

  Tidak lagi ada jawaban dari dalam sana, Franz menahan tangisnya, ia meneriaki nama Fernia untuk kedua kalinya setelah tidak ada jawaban lagi. Franz sedikit mampu mengurangi rasa emosinya, ia berdiri tegap—kepalan tangannya berangsur-angsur melemah, kedua telinga Franz jelas mendengar kursi jatuh berdebum—Franz bergegas melangkah menuju ruang interview ia hendak memeriksa ke dalam sana, suara Fernia tidak terdengar lagi.

  Franz membuka pintu, kini matanya menyorot ke arah kursi yang sudah tergeletak miring, lantai yang basah dan air liur yang menetes di bagian dagu. Franz memijat kepalanya—jasad Fernia tergantung dengan seutas kabel, bisa diperkirakan Fernia baru saja menghabisi nyawanya sekitar lima belas menit—waktu kematian cukup cepat. Franz yang berwajah pucat berlari mencari keberadaan Rasmus yang mungkin belum pulang—Franz berhasil berdiri tepat di hadapan Rasmus yang duduk menikmati secangkir kopi hitam.

"Tn. Rasmus, Fernia tewas." ucap Franz, Rasmus terperanjat, ia melihat ke arah tubuh Franz yang berdiri kikuk di hadapannya—wajah pucat Franz, peluh dingin yang turun dari pelipisnya hingga bergulir ke bawah dagu serta punggung tangan kanan Franz yang berdarah.

"Apa yang kau lakukan padanya Franz? Oh Tuhan!" pekik Rasmus melangkah dengan cepat menuju ruang interview, diiringi oleh Franz yang kini berada pada posisi keterkejutan serta gemetar.

  Rasmus menepuk jidatnya, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, matanya masih menyorot jasad Fernia yang masih tergantung dengan bantuan kabel. Rasmus memeriksa jam tangan yang terpasang di lengan kirinya, sekarang sudah pukul 22.20 Rasmus menelepon timnya untuk datang ke kantor dan mengevakuasi jasad Fernia malam ini juga.

...***...

Sekitar pukul 11.20

  Detektif yang dielu-elukan sebagai Detektif pintar, sopan dan cerdas, Detektif muda yang tampan dan hebat dalam menangani kasus kini telah berubah status menjadi terduga atas kematian Fernia. Tadi malam, jasad Fernia telah dibawa ke salah satu rumah sakit forensik—sementara Franz ditahan oleh Polisi untuk investigasi atas kematian Fernia.

  Franz menunduk, melihat selembaran kertas yang diberikan Dokter Wilona, rekan kerjanya selama ini datang menemuinya hanya untuk memperlihatkan hasil pemeriksaan jasad Fernia. Franz mengambil selembaran itu, ia menunduk sambil membaca isinya—Franz melipat kembali kertas itu. Kini kekecewaan yang ia rasakan memang semakin besar dan masuk dalam relung yang terdalam.

"Banyak pihak mencurigai jika kau memukul punggung belakang korban, sekarang hanya tinggal pengakuan mu Franz." Wilona sengaja berbicara dengan pelan kepada Franz yang sekarang duduk dengan wajah yang menunduk.

"Tidak ada yang menyakitinya Wilona, aku hanya berbicara padanya dan dia menjawab apa yang kutanyakan. Aku kembali bertanya padanya tapi tidak lagi ada jawaban darinya." jawab Franz jujur, matanya yang teduh menatap Wilona di seberang sana.

"Jika tidak ada kekerasan, lalu siapa yang memukul punggungnya? Ada luka lebam di punggung belakangnya, bekas tinjuan keras. Lalu, bagaimana dengan luka lecet di punggung tangan dan jarimu?" tanya Wilona penuh selidik, matanya berhasil melihat ke arah tangan kanan Franz yang terluka.

"Aku meninju lantai, untuk menahan emosi. Apa hanya karena ini kalian mengasumsikan aku membunuhnya? Aku ini kekasihnya, aku berpendidikan tinggi! Tidak mungkin mencelakai orang lain." tangkas Franz, suaranya sedikit meninggi dengan posisi tubuh yang masih stabil.

"Masalahnya Tn. Rasmus mengatakan jika kau dan korban bertengkar, apa dengan mengatasnamakan cinta dan pendidikan tidak mungkin bisa mencelakai orang lain? Franz dengar, aku tidak mau berurusan dengan rekan kerja, tapi jika kau tak mau mengatakannya secara blak-blakan maka kasus ini akan menjadi beban berat kita." Wilona mengatur volume suaranya, terdengar nyaring dan ada penekanan kata pada kalimat akhirnya.

Franz berdecih kesal, "AKU TIDAK MEMBUNUHNYA WIL!" bentak Franz, tangan kanannya yang terluka refleks memukul meja.

"Kenapa harus mencari informasi jika kalian sudah menemukan fakta? Fernia gantung diri Wil, gantung diri! Aku hanya mengajaknya bicara kenapa dia tega menyelingkuhi ku lalu aku masuk dan sudah menemukan Fernia tewas." Franz berusaha membela dirinya, karena ia memang tidak bersalah.

Wilona membenarkan anak rambutnya yang terjuntai, "Kami sudah mencoba mencari sidik jari yang ada pada  benda yang digunakan Fernia, tapi kami gagal, kemungkinan sidik jari itu hilang karena suhu udara ruangan itu. Kabel itu baru saja kami ambil pagi tadi dan kami membawanya ke laboratorium tapi sidik jari itu tidak ditemukan," Wilona mencoba menjelaskan runtut kegiatan mereka.

"Kau tahu sendiri kan Franz? Sidik jari hanya bertahan sekitar lima sampai enam jam, dan yah, ini ku akui—ini kesalahan kami karena lambat mengambil alat bantu bunuh diri itu." Franz hanya bisa menunduk, ia tidak lagi menatap lawan bicaranya seperti sedia kala.

"Apabila sidik jari di kabel itu tidak ditemukan, apakah aku akan menjadi orang yang masih berstatus terduga? Sudah jelas kukatakan padamu Wil, dia gantung diri dan aku hanya datang menghampirinya sesaat aku mendengar suara benda jatuh." jawab Franz kembali membela dirinya sendiri, ia tetap pada posisi awal.

"Keputusan ada ditangan Tn. Rasmus, bukannya aku ingin membuat mu menderita Franz. Tapi masalahnya, beberapa pihak punya pemikiran mereka sendiri, kau diduga memukuli Fernia kemudian kau mengantungnya dengan kabel. Karena beberapa pihak berpikir, kemungkinan kau membunuhnya lantaran merasa begitu kecewa ketika kekasihmu selingkuh dan berhubungan **** dengan pasangan selain dirimu. Kronologi mereka cukup lugas Franz." aneh sekali, sudah jelas tidak membunuh Fernia, beberapa orang telah salah paham.

"Kapan aku boleh bersaksi? Aku harus mengutarakan perkara yang sebenarnya pada Tn. Rasmus, aku tidak memukul bahkan membunuhnya Wil." Wilona paham apa yang sedang Franz rasakan, tapi dirinya sendiri bahkan tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kita sudahi saja Franz." ucap Wilona sembari berdiri, membiarkan Franz duduk di dalam sel tahanan.

  Wilona mengacak rambutnya yang panjang, ia beberapa kali mengembuskan napasnya yang memburu. Pikirannya terus saja melayang-layang, ingatan tentang jasad Fernia yang tadi malam telah dilakukan pemeriksaan. Wilona duduk di dalam mobilnya, mengambil gambar hitam putih, mencoba melihat barang dua detik hasil jepretan lokasi kejadian—Wilona mengerutkan keningnya, mencoba mencari kata-kata yang bagus untuk dilogikakan.

  Mata Wilona lekat melihat foto yang ada di tangannya, kursi yang jatuh dengan posisi miring, kabel yang menggantung di kawat atap-atap ruangan interview. Cairan berbau pesing yang membasahi lantai. Wilona memijat kepalanya, ia mengambil foto yang diambil lebih jelas pada jasad Fernia—air liur Fernia belum mengering, air liur itu masih basah di bagian dagu. Kematiannya bisa diperkirakan lima belas menit sebelum ditemukan.

"Jadi, kira-kira berapa lama Tn. Rasmus meninggalkan Franz sendiri di luar ruangan interview? Lalu dimana Fernia mendapatkan kabel itu?"

–––––––––––

Terpopuler

Comments

Riezki Arifinsyah

Riezki Arifinsyah

keren banget Thor ceritanya /Good//Good//Good/

2025-01-13

0

Evelyne

Evelyne

haiii...kenapa cerita sebagus ini sepi koment...ayo dong...kasih... biar arthor semangat untuk nulis...yo to...?

2023-05-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!