Hari Festival (1)

Pagi ini Ibu banyak sekali memasak hanya untuk sarapan kami. Katanya, supaya kami tidak kelaparan selama acara tersebut. Tetam juga sudah bilang berkali-kali, kalau di sana ada banyak makanan.

Meskipun begitu, kami memang tidak bisa melewatkan masakan terlezat ini. Tetam yang sebelumnya bilang hanya makan sedikit juga, akhirnya luluh. Justru dia yang mengambil makanan paling banyak di antara kami bertiga.

Aku tidak tahu bumbu apa yang di masukkan Ibu, sampai-sampai kami menghabiskan semua hidangan yang ditaruh di atas meja. Kami kenyang, tapi tidak terlalu kenyang yang sampai tidak bisa berjalan lagi.

Setelah makan, kami mencium tangan Ibu, dan pamit pergi ke acara festival.

...****...

Membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke acara festival, karena lokasinya berada tepat di ibu kota.

“Selamat datang di acara festival tahunan!” Itu yang terlihat ketika kami mendongak ke atas.

Hal yang pertama kali kami lihat adalah bazar. Bazar yang besar dan ramai. Meskipun banyaknya orang seperti sungai yang mengalir, tapi kami tetap bisa bergerak leluasa, seakan orang yang masuk ke sana jumlahnya sedikit.

“Hei, kalian hampir saja terlambat.” Dari depan sana, terlihat Ben yang melambai-lambai tangannya. Ben tidak sendirian. Di belakangnya, ada belasan murid lainnya mengenakan baju yang sangat bagus, seperti orang yang tidak pernah kukenal sebelumnya.

Kami berlari kecil menuju rombongan. “Lho? Pak Arion juga ada?” Tanya Tetam, matanya berbinar-binar melihat Pak Arion.

Bagaimana tidak? Walaupun pakaian Pak Arion sebelumnya sudah bagus dan rapi, tapi baju ini lebih dari sekedar bisa di sebut bagus dan rapi. Dan yang paling mencolok dari pakaiannya adalah kalung dengan permata zamrud. Terlihat elok dan sesekali terlihat memantulkan cahaya hijau ketika terkena sinar matahari.

“Oh iya dong. Kalau Bapak tidak ada, lantas siapa lagi yang akan memandu kalian?” Pak Arion mengusap-usap hidungnya sambil menutup mata, terlihat bangga.

Abel melihat ke sekitar, lalu menghitung jumlah rombongan. “Pak, kenapa hanya ada segini? Yang lain mana?”

“Oh, mereka lagi asyik belanja makanan tuh. Pagi tadi saja mereka terlewat heboh melihat acara festival. Justru lebih heboh dari Tetam.” Pak Arion menepuk bahu Tetam.

“Nah, kalau mereka bisa Bapak atur. Toh acaranya masih belum di mulai, kan. Ayo, kita pergi ke panggungnya dulu. Soalnya acara festival sebentar lagi akan di mulai. Kalian ingat membawa stamp masing-masing kan?” Kami bertiga tersenyum, mengangguk.

...****...

Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami sampai.

“Wah... panggungnya ada di gedung besar ini? Kita tidak salah kan?” Tetam mendongak, melongo melihat gedung sebesar itu hanya untuk di jadikan panggung utama acara festival.

Pak Arion ikut mendongak, melihat gedung tersebut, lalu mengangguk. “Iya, kalian tidak salah. Ayo masuk. Yang lain sudah menunggu.”

“Bukannya yang lain–”

“Bukan teman-teman kalian, Tetam. Tapi teman-teman dari sekolah yang lain sudah menunggu. Acaranya sebentar lagi akan di mulai. Kalian pilih bangku dengan nomor di stamp kalian masing-masing ya. Ingat, jangan sampai salah bangku.” Pak Arion balik kanan.

“Kalian masuk duluan saja. Bapak ke tempat bazar dulu, menyuruh yang lain segera ke panggung. Dadah...”

“Dadah...” Kami melambaikan tangan hingga Pak Arion hilang di kejauhan.

“Nah, sekarang, ayo masuk.” Tetam merangkul, segera masuk.

...****...

Kami segera masuk ke dalam gedung tersebut. Kami seketika berdiri kaku, mata kami berbinar-binar, bungkam, tidak. bisa berkata-kata. Semuanya terlihat berkelas. Kursi, meja, hingga sendok yang mereka gunakan, sangat berkelas. Jenis makanannya pun banyak. Meski porsinya sedikit, tapi rasanya, beeuhh...

Kami sedikit melupakan acara festival tersebut. Akhirnya kami berpencar, mencicipi berbagai macam jenis makanan yang ada. Dan yang paling penting GRATIS! Tidak di pungut stamp sedikitpun.

Mataku teralih ketika melihat ada gerobak kecil (sebenarnya aku tidak tahu apa namanya, tapi tempat es krim nya bagus sekali) es krim. “Kak, es krim nya satu ya.” Aku antusias melihat berbagai macam rasa es krim.

Kakak penjaga es krim itu mengangguk, “Mau rasa apa dik?” Seketika aku terdiam. Banyak sekali rasa es krim nya, sampai-sampai aku tidak bisa memilih es krim yang mana yang aku pilih.

Aku menggigit pelan jari ku, “Ada rasa apa saja kak?” Kakak penjaga es krim tersebut menggut-manggut, lalu menjelaskan.

Setelah satu menit kakaknya menyebutkan varian dan rasa es krim, akhirnya aku mengangguk sok paham. “Wah... banyak sekali ya rasanya. Rasa red velvet aja deh kak. Campur dengan beberapa rasa juga ya kak. Terserah saja, yang penting enak. Dan wadahnya yang besar ya kak.”

Kakak tersebut menyeringai, melemaskan badannya, lalu mengangguk. Melakukan teknik-teknik yang memukau dengan cepat. Satu menit kemudian, es krim tersebut jadi.

“Nih dik, es krim spesialnya sudah jadi. Makasih ya dik sudah mengambil es krim ke sini.” Kakak tersebut tersenyum. Entahlah, senyumannya itu antara senang, atau sedih ya?

Aku mengangguk, berterimakasih dengan kakaknya. Lalu memakan es krim spesial yang besar, sampai salah satu tanganku penuh karena membawa es krim tersebut.

Tidak lama aku berjalan dari tempat es krim tadi, aku menatap ke depan, tanpa sadar mulutku menganga.

Di tengah ruang yang banyak sekali pengunjung, terdapat pancuran coklat yang sangat besar. Mungkin sebesar air mancur di taman-taman yang di bagi dua. Banyak anak-anak seusiaku yang mendekati air mancur coklat tersebut. Beberapa juga ada balita yang mencoba menggapai pancuran dari coklat tersebut, lalu mengisapnya.

Aku menganga, tanpa sadar, aku sudah berjalan dan berada di depan air mancur coklat tersebut sembari memegang es krim.

“Wah... besar sekali. Coklatnya boleh di makan tidak ya?” Aku melongo sambil memakan beberapa suapan es krim.

“Tentu saja boleh. Ambil saja sebanyak mungkin, tidak akan habis kok.” Seseorang yang tidak di kenal di sampingku menjawab, menggapai air mancur coklat dengan tangannya, lantas menjilati tangannya yang penuh dengan coklat tersebut.

“Ambil saja sebanyak mungkin pakai gelas kecil ini.” Dia menunjuk gelas kecil yang tergeletak rapi di samping air mancur tersebut.

Aku kembali menyendok es krim, “Lalu, kenapa kamu mengambilnya pakai tangan?”

“Karena ingin saja. Toh, kalau sudah puas tinggal cuci tangan.” Aku mengangguk. Ada benarnya juga.

Dia melihat aku membawa es krim dengan wadah yang besar di tanganku. “Nah, kalau coklatnya di campur dengan es krim red velvet itu, pasti akan enak sekali.”

“Sungguh?”

Dia tersenyum, manggut-manggut. “Iya. Coba saja kalau tidak percaya.”

Tanpa banyak tanya, aku langsung mengambil gelas kecil berwarna emas tersebut, mengambil air coklat itu dan menumpahkan nya ke atas es krim milikku. Dan langsung mencicipi nya.

“Wah... betul, tambah enak.”

Dia tertawa kecil, “Betul kan?” Aku mengangguk, tersenyum.

Ting! Ting! Ting!

Seseorang yang masih muda, mungkin sekitar dua puluh tahun. Memukul-mukul pelan gelas kaca dengan sendok, melenyapkan suara obrolan dan candaan pengunjung. Termasuk aku.

Orang tersebut memberitahukan bahwa acara festival akan segera di mulai. Dan harap untuk segera masuk ke dalam panggung.

Mereka segera menaiki tangga sambil membawa makanannya.

“Oh ya, namamu siapa?” Orang yang berada di sampingku bertanya.

“Namaku Adrian. Kamu?”

“Namaku Lizam. Salam kenal.” Lizam mengulurkan tangan.

Aku menyambut tangan tersebut, bersalaman. “Salam kenal juga.”

Terpopuler

Comments

Kenka-san

Kenka-san

Semangat terus Thor🐻🔥🔥

2023-04-17

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!