"Ah, beres juga nih proposal."
Setelah dua hari berkutat di depan laptop dan sesekali dibantu Aga revisi proposal yang diminta Kak Eza selesai. Akhirnya gue bisa bebas sekarang dan bisa ganti waktu menginap yang tertunda kemarin.
"Sini gue cek, lo istirahat aja. Nanti biar gue aja yang kasih ke Bang Eza." Ujar Aga mengambil alih laptop di pangkuan gue.
"Okey, gue mau mandi dulu deh. Biar abis ini lo bisa anter gue jemput Mei buat ke rumah Lyra."
Gue langsung beranjak ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap, meninggalkan Aga yang masih fokus meneliti hasil revisi gue.
"Ga, nggak ada yang perlu di revisi lagi kan itu." Gue kembali memastikan pada Aga kalau pekerjaan gue sudah benar.
"Udah, tinggal ntar gimana Bang Eza sama Bang Bryan," ujarnya sambil meletakan proposal diatas meja.
"Gue aja nanti yang kasihin, sekalian kan gue mau nginep."
Gue mengambil proposal yang baru saja diletakan Aga dan memasukannya ke dalam tas ransel yang akan gue bawa tanpa mengecek ulang proposal itu, karena terakhir kali tadi proposal itu sudah benar.
"Yuk, katanya mau anterin gue."
"Makan dulu, tuh tadi Mami masak banyak dan gue di suruh bawain buat lo."
Aga mendorong gue untuk segera menuju ruang makan dan menyantap makanan yang sudah dia tata rapi di meja.
~
"Kok lo nggak bilang sih kalau lagi di kampus? Gue sama Aga udah di depan rumah lo, tahu gitu tadi gue langsung ke rumah Lyra aja."
Iya, gue sedang memprotes Mei karena dia tidak memberitahu kalau sedang tidak berada di kampus untuk berlatih dengan anak-anak UKM Band.
"Udah sih, nggak usah marah-marah. Siniin telponnya, gue aja yang bilang sama Mei." Aga meminta ponsel gue dan berniat untuk berbicara sama Mei.
Begitu ponsel sudah berpindah tangan, gue lebih memilih untuk melihat-lihat komik milik Aga yang memang sengaja di tinggalkan di mobil. Untuk stok bacaan ketika bosan menunggu katanya ketika gue tanya waktu itu.
"Nih, katanya Mei nyusul nanti sore. Dia lagi latihan Band karena mau ikut festival bulan depan," jelas Aga sembari mengembalikan ponsel gue.
"Beneran? Nggak perlu jemput Mei dulu berarti."
"Katanya sih tadi dia bilang mau bareng temennya. Kalau nggak nanti gue yang jemput dia. Sekarang gue anter lo dulu sekalian kasihin proposal," ucap Aga dan langsung kembali melajukan mobilnya.
"Lama amat sih lo? Bilangnya on the way setengah jam lagi tapi baru muncul setelah lewat dua jam."
Begitu sampai depan pintu, Lyra langsung menyambut kami dengan protesan tanpa henti karena kami tiba lebih lama dari waktu yang seharusnya.
"Sorry, gue lupa kalau harus beresin proposal. Mumpung mau kesini, sekalian aja gue beresin biar bisa di kasih ke Kak Eza."
"Mau dikasih sekarang? Tapi kayaknya Kak Eza lagi pergi, gue balik kuliah tadi rumah sepi banget." Lyra lebih dulu menjelaskan sebelum gue menanyakan keberadaan kakaknya itu.
Aga langsung menyerahkan proposal yang sedari tadi ia pegang ke gue, setelah mendengar penjelasan dari Lyra.
"Berarti lo aja yang kasih proposalnya, kan lo mau nginep sini pasti bakalan ketemu sama Bang Eza."
Kalau boleh jujur, gue enggan menerima proposal itu karena malas untuk kembali bertemu dengan Kak Eza, si cowok ngeselin yang bikin kesan pertama dia jelek di mata gue sejak pertemuan pertama. Tapi mau tak mau gue tetap harus menyerahkan proposal itu untuk kelangsungan project komunitas menulis kami.
"Iya, nanti gue kasihin. Terus abis ini lo mau kemana?"
"Balik lah, mau kemana lagi emang. Mei kan katanya mau kesini dianter temen band-nya," sahut Aga sambil memainkan kunci mobilnya.
"Gue titip Rhea ya, kalau nih anak aneh-aneh call gue," lanjutnya sambil mengusak rambut gue pelan.
Lyra mengangguk kecil menanggapi ucapan Aga dan gue hanya menatap mereka sebal. Karena bila sudah begitu, sedikit saja gue berulah maka Lyra akan benar-benar menelpon Aga.
"Gih kalian masuk, gue balik dulu." Aga langsung melajukan mobilnya kaluar gerbang setelah berpamitan pada kami.
"Sekarang kita mau ngapain sambil nunggu Mei?" Gue yang sudah mulai bosan karena sejak Aga pulang hanya rebahan di kamar Lyra dan tidak melakukan apapun.
"Bingung juga, nonton movie aja yuk. Gue ada movie baru. Gue siapin movie-nya, tolong lo ambil camilan di dapur ya."
Lyra langsung membongkar beberapa koleksi movie miliknya dan gue mau tak mau keluar kamar untuk mengambil camilan yang Lyra maksud.
Begitu sampai di dapur, gue segera mengambil beberapa makanan ringan dan biskuit yang ada di salah satu rak yang ada dalam jangkauan gue. Dan tentunya gue juga mengambil beberapa soda yang ada di kulkas.
"Heh! Siapa lo, ngapain lo bongkar isi dapur gue."
Entah muncul darimana, Kak Eza sudah berdiri hadapan gue dengan tatapan tidak suka. Gue serasa maling yang kepergok pemilik rumah.
Gue yang ditatap seperti itu hanya diam dan tidak berniat menyahuti ucapan Kak Eza, karena gue yakin begitu disahuti maka dia akan kembali mencecar gue dengan banyak pertanyaan.
"Kalau ditanya tuh jawab, bukan malah diem kayak patung," cecar Kak Eza yang sepertinya semakin kesal karena gue diam.
"Kakak apaan sih, dia Rhea temen gue yang mau nginep sini. Kan udah gue kasih tahu kemarin. Kakak yang sopan dong sama tamu."
Untung saja Lyra menysul turun, kalau tidak gue pasti akan terjebak dengan Kak Eza makin lama.
"Tamu apaan tuh, bongkar isi dapur tuan rumah," cibir Kak Eza sambil lalu, yang sayangnya masih bisa gue dengar.
"Yuk ke kamar aja, nggak usah peduliin Kak Eza."
Kalau tidak ingat Kak Eza adalah kakak kesayangan Lyra, gue pasti akan mendebat ucapan cowok itu. Tapi gue memilih mengalah mengikuti Lyra kembali ke kamar tanpa memperdulikan Kak Eza yang masih berdiam diri di dapur dengan ekspresi kesalnya.
Gue langsung fokus menonton movie dan tidak lagi memikirkan soal kejadian tadi di dapur. Memang, movie paling ampuh sebagai pengalihan, setelah novel tentunya.
"Nonton apaan kalian?"
Gue dan Lyra yang tadinya fokus dengan layar di hadapan kami, seketika mengalihkan pandangan begitu mendengar suara Mei. Sejak kapan dia berdiri di ambang pintu kamar? Gue sama sekali tidak menyadari kedatangannya.
"Biasa, koleksi terbaru Lyra. Sini gabung atau mau mandi dulu?" Gue menawarkan Mei untuk bergabung menonton movie bersama kami.
"Aku mandi dulu deh. Ra, pinjem kamar mandi ya." Mei langsung masuk kamar mandi begitu Lyra mengiyakan.
Tak lama setelah Mei masuk kamar mandi, Lyra juga beranjak keluar kamar untuk menyiapkan beberapa camilan tambahan untuk kami bertiga. Karena Lyra tidak ingin ada kejadian lagi seperti tadi.
Sebentar, gue kan seharusnya menyerahkan proposal pada Kak Eza. Huh, gue malas sekali bertemu dengannya, apa gue minta tolong Mei atau Lyra aja ya.
"Kenapa Rhea?" tanya Mei yang melihat gue memainkan proposal yang sudah gue rapikan.
"Ini, gue mau kasih proposal ke Kak Eza. Tapi gue malas, karena tadi siang ada sedikit keributan sama dia." Gue menjelaskan kejadian tadi siang sama Mei.
"Kasih aja nggak apa-apa, nanti pas makan malem kan ketemu. Nah, kamu bisa kasihin abis makan." Mei memberi gue saran untuk memberikan proposal itu ketika makan malam.
Gue nggak menolak tapi juga nggak mengiyakan ucapan Mei. Lihat nanti aja mau gimana. Tapi gimana pun gue harus memberikan proposal ini pada Kak Eza demi kelangsungan proyek Komunitas Menulis dan Rumah Belajar.
"Oh iya, proposal lo mau dikasih kapan? Atau gue aja yang kasihin?" Lyra menawarkan diri untuk memberikan proposal pada Kakaknya. Rupanya dia mengingat soal proposal yang gue bawa tadi.
"Nggak usah, biar gue aja ntar. Kak Eza masih di ruang kerjanya kan?" Gue menolak tawaran Lyra.
"Kayaknya kalau jam segini lagi di teras belakang dia."
Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari Lyra, gue bergegas masuk mengambil proposal dan berjalan menuju teras belakang.
"Ternyata Kak Eza jago main gitar. Kalau lagi kayak gitu nggak keliatan songong sama galaknya."
Gue justru takjub melihat Kak Eza dan melupakan tujuan gue menemuinya untuk memberikan proposal.
"Lo temennya Lyra kan? Ngapain berdiri disitu." Kak Eza memandang gue heran karena bediri canggung tak jauh dari kursi yang ia duduki.
"Gue mau kasih ini Kak, revisi proposal. Tadi Aga kesini, ah maksud gue Kara tapi Kak Eza belum pulang. Terus proposalnya dititipin gue."
"Sini lo duduk, masa lo mau nungguin sambil berdiri. Gue cek dulu proposalnya," ucap Kak Eza yang berbicara santai.
Gue hanya menurut dan duduk di kursi sebelah Kak Eza sambil memangku gitar yang tiba-tiba Kak Eza sodorkan begitu gue duduk.
Suasana canggung menyelimuti kami, karena gue hanya bisa diam menunggu sampai Kak Eza selesai mengecek proposal. Tapi jujur saja, gue sangat gatal ingin mencoba memainkan gitar di pangkuan gue ini.
"Udah bagus, tinggal minta tanda tangan Bryan aja. Abis itu biar gue sama Bryan yang urus." Kak Eza mengembalikan proposal gue dan malah fokus pada ponselnya, sepertinya dia langsung menghubungi Kak Bryan.
"Em... Kak Eza. Gue mau balik kamar Lyra, ini gitarnya gimana ya." Gue berucap ragu sambil memandang Kak Eza yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Eh, sorry gue lupa."
Setelah berucap seperti itu Kak Eza langsung mengambil gitarnya dan memainkan gitarnya dengan asal.
"Lo katanya mau balik kamar, kok malah bengong. Ah, lo pengen coba main gitar?"
Menyadari kebodohan gue, buru-buru gue menggeleng dan berjalan cepat kembali ke kamar Lyra.
"Ah, malunya, kenapa bisa-bisanya gue malah takjub melihat Kak Eza main gitar. Rhea bodoh, dia orang yang lo benci di awal pertemuan, tapi sekarang lo malah tertarik sama dia."
...\=\=\=\=\=...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments