Gue kembali ke kamar setelah selesai makan, membiarkan Kak Eza membereskan sisa-sisa makanan yang kami makan tadi. Sedikit keterlaluan memang, tapi kalau gue tidak segera pergi bisa-bisa gue masih terjebak di ruang kerja Kak Eza sekarang.
"Tapi kenapa gue jadi sedikit merasa bersalah, apa bantu aja ya."
Gue bingung sendiri, karena tiba-tiba sedikit merasa bersalah meninggalkan Kak Eza di ruang makan dengan sampah bekas makanan yang masih berantakan. Tapi pada akhirnya gue tetap berdiam diri di kamar. Sedikit menyesal sebenarnya, karena ternyata gue justru tidak bisa tidur. Rasanya akan lebih baik kalau gue membantu Kak Eza tadi.
"Enaknya ngapain ya?"
Gue kebingungan karena tidak ada hal yang bisa dilakukan tengah malam seperti ini. Sampai suara dering ponsel milik gue berbunyi nyaring dan sedikit membuat gue kaget.
"Lo belum tidur?"
Aga membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang jawabannya sudah jelas dan itu membuat gue sebal padanya.
"Kalau gue tidur, mana mungkin gue jawab telpon lo."
"Iya juga sih, udah beres proposalnya? Tadi gue telpon lo nggak dijawab, terus gue telpon Mei katanya lo di ruang kerja Bang Eza beresin proposal."
Aga berbicara panjang lebar, padahal gue tidak bertanya apa pun. Sejujurnya gue masih merasa kesal dengan Aga, karena kecerobohannya itu membuat gue repot.
"Kan gara-gara lo juga gue terjebak di ruang kerja Kak Eza."
"Ya maaf, gue tadinya mau balik kesana tapi nggak bisa karena ada urusan."
"Urusan apa sih? Biasanya lo juga lebih sering duluin gue daripada urusan lo."
Gue benar-benar marah pada Aga, dia tidak seperi biasanya dan justru lepas tangan dengan apa yang dia buat. Padahal biasanya Aga tidak akan seperti ini, ada apa sebenarnya dengan lelaki itu.
"Ah, gue tahu. Lo terlalu sibuk deketin Mei." Gue berucap asal, karena memang akhir-akhir ini gue merasa Aga terlihat akrab dengan Mei.
"Apasih, Rhea. Kok lo jadi ngaco gini. Lo tidur aja gih, istirahat biar besok lo nggak ngantuk pas kuliah. Biar pikirannya bener juga."
Aga mengalihkan pembicaraan ketika gue menebak-nebak soal dia dan Mei. Rasanya gue jadi semakin yakin kalau tebakan gue benar.
"Nggak tahu, tanya sama diri lo sendiri," ucap gue dan memutus panggilan dengan Aga.
Jujur saja, gue sedikit kecewa dengan sikap Aga. Kalau memang mau menjemput Mei silahkan, tapi kenapa harus mengabaikan tanggung jawabnya dan merugikan gue.
~
Keesokan paginya, gue terbangun karena suara Mei. Ah, sepertinya semalam gue ketiduran setelah bertelepon dengan Aga.
"Lo rapi amat Mei? Ada kuliah pagi?"
"Aku ada latihan band dari pagi. Kuliahku masih nanti siang." Mei menjelaskan alasannya sudah bersiap sejak tadi.
"Terus ini lo berangkatnya gimana? Gue sama Lyra kuliahnya masih nanti siang."
"Mei bareng gue, lo nggak usah khawatir."
Entah sejak kapan, Kak Eza berdiri di depan pintu kamar bersama Lyra. Dan yang tidak habis pikir, Kak Eza menawari Mei untuk berangkat bareng.
"Nggak usah, Kak. Aku bareng temenku," sahut Mei santai.
Gue menggeleng, tidak setuju Mei berangkat bersama temannya. Gue bukan tidak percaya Mei, hanya saja gue tidak percaya dengan temannya. Apalagi kalau teman yang dimaksud Mei adalah Zayn. Tapi gue juga nggak mungkin meminta Aga untuk mengantarkan Mei walaupun pasti Aga akan mengiyakan, karena sejujurnya gue tidak rela Aga lebih mengutamakan Mei.
"Lo bareng Kak Eza aja. Kan sekalian dia mau ke kantor." Gue memaksa Mei agar menerima tawaran Kak Eza. Lagi pula, Kak Eza tidak mungkin berbuat macam-macam pada sahabat adiknya.
"Nah, Mei berangkat sama Kak Eza aja."
"Bener. Lo mau anterin Mei sampai kampus kan Kak? Gih berangkat sekarang aja, keburu telat." Gue mendorong Mei untuk segera keluar kamar dan berangkat bersama Kak Eza.
"Siapa lo nyuruh gue, terserah gue mau berangkat kapan. Lagi pula Mei nggak mau tuh, kok lo maksa-maksa," bantah Kak Eza dengan nada bicara yang sangat menyebalkan.
"Gimana sih, nggak jelas banget jadi orang. Tadi nawarin, sekarang malah nyolot."
Kak Eza sudah membuka mulut bersiap membantah ucapan gue, tapi Lyra lebih dulu menengahi dan membuat kakaknya itu diam, "Cukup! Kalau masih lanjut debat, bisa-bisa kalian beneran telat," ucapnya.
Akhirnya Kak Eza mengiyakan tetap mengantarkan Mei ke kampus sekaligus dia berangkat ke kantor. Untungnya Lyra berhasil membujuk, kalau tidak sepertinya lagi-lagi gue yang akan kena omel Kak Eza.
Sepeninggalan Kak Eza dan Mei hanya gue dan Lyra yang tersisa di rumah. Kami menghabiskan waktu dengan menonton movie kesukaan Lyra. Karena jadwal kelas masih siang nanti.
"Rhea, semalem Kak Eza tahan lo di ruang kerja sampai jam berapa?" tanya Lyra sambil tetap fokus menonton movie.
"Sekitar setengah sepuluh malam kayaknya. Kenapa emangnya?" Gue balik bertanya pada Lyra. Tapi gelagatnya aneh, dia sengaja tidak mau menjawabnya.
"Lo dikasih makan kan? Soalnya dia kadang lupa waktu." Lyra masih saja penasaran soal tadi malam.
"Aman Ra, gue kekenyangan malah. Kakak lo beli makan buat berdua kayak beliin makan buat orang sekampung," sahut gue dan berhasil membuat Lyra tidak lagi bertanya-tanya.
Tepat jam setengah sepuluh gue dan Lyra bersiap untuk berangkat ke kampus. Tapi belum juga menginjakan kaki di luar pagar. Kak Bryan malah datang dan membuat gue dan Lyra mengurungkan niat untuk berangkat.
"Loh Kak, kok kesini. Kak Eza udah pergi sama Mei dari tadi." Gue memberitahukan keberadaan Kak Eza padanya.
"Gue mau ambil proposal," sahutnya dan langsung melangkah masuk ke ruang kerja Kak Eza.
Setelah Kak Bryan selesai dengan urusannya, gue dan Lyra berangkat ke kampus. Kami berpisah di tempat parkir dan janji akan bertemu kembali setelah kuliah kami selesai.
Untungnya hari ini gue hanya mengumpulkan tugas dan mereview beberapa buku tentang sastra lama secara kolektif. Setelah beres dengan urusan tugas, gue berjalan menuju perpustakaan dan menikmati kesedirian gue menunggu Lyra.
"Ditunggu di kantin ternyata malah disini," protes Aga.
"Mau ngapain di kantin? Mending disini adem dan bisa tidur pula."
"Lo mah tidur mulu hobinya," cibir Aga yang akhirnya bergabung bersama gue, duduk sambil membaca sebuah buku random yang dia ambil secara asal.
"Mumpung ketemu langsung, itu tuh proposal lo apain lagi kemarin. Kayaknya sebelum gue mandi udah gue save yang hasil revisi terakhir tapi kenapa masih salah."
Gue curhat pada Aga berkedok menanyakan alasan dibalik proposal yang harus dibuat ulang. Karena seingat gue, semua proposal itu sudah benar sebelum dicetak.
"Kemarin pas lo mandi laptopnya sempat error, makanya jadi gitu."
"KENAPA LO NGGAK BILANG SIH KEMARIN? GUE KAN JADI KENA OMEL KAK EZA."
Iya gue refeks berteriak karena sangat marah pada Aga. Bodo amat ditegur petugas perpus, Aga terlalu menyebalkan. Bagaimana tidak, tindakan Aga kemarin benar-benar merugikan orang lain.
"Heh! Berisik, perpustakaan ini. Gue minta maaf, besok kalau ada revisi atau apa jadi tanggung jawab gue deh," ucap Aga pasrah karena itu memang salahnya.
Gue menengok jam di pergelangan tangan Aga, jam 14.30 dan kami harus segera menemui Kak Eza dan Kak Bryan di sekertariat Rumah Belajar Aksara. Kedua lelaki itu mengajak kami untuk membahas proposal yang semalam gue perbaiki.
"Ayo, Rhea. Kak Eza nanti marah lagi kalo kita telat." Aga menarik tangan gue untuk berjalan keluar perpustakaan.
"Aga, Lyra kita tinggal?" Gue bertanya heran karena Aga langsung masuk mobil dan membawa mobilnya keluar area parkir kampus.
"Lyra bawa mobil, nanti kita kesini lagi jemput Lyra sama Mei sekalian."
Setelah ini gue harus bersiap kena omel Lyra karena meninggalkannya di kampus. Pokoknya kalau sampai Lyra ngambek, semuanya salah Aga.
Sekertariat Rumah Belajar sudah mulai ramai dan gue lihat mobil Kak Eza sudah terparkir rapi di area parkir yang disediakan. Hah, sejujurnya aku malas bertemu dengan Kak Eza tapi apa boleh buat karna saat ini aku bekerja sama dengannya.
"Sorry Bang, lo jadi kudu nunggu lagi." Aga langsung menemui Kak Eza begitu sampai dengan gue yang masih mengekori lelaki itu di belakangnya.
"Nggak apa-apa, Bryan juga belum datang. Dia mampir ambil proposal dulu," jelas Kak Eza.
"Ya sudah, gue mau ke dalam dulu. Mau istirahat bentar sambil ngerjain tugas." Gue berpamitan pada Kak Eza dan Aga yang sudah sibuk kesana kemari.
"Gih, masuk aja lo. Istirahat, nanti gue panggil kalau ada Kak Bryan udah kesini," ujar Aga memperbolekan gue untuk bersantai di salah satu ruangan khusus yang memang disediakan untuk istirahat pengajar di Rumah Belajar Aksara.
...~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments