2.2 [Lyra] Mengenal Dia

Gue sampai rumah sebelum Kak Eza pulang, jadi sepertinya akan aman. Gue bisa terbebas dari introgasi ala Kak Eza untuk hari ini. Gue bergegas membereskan belanjaan dan menyimpan beberapa barang pribadi yang memang gue beli di kamar, karena kalau sampai Kak Eza tahu, barang-barang itu bisa berakhir di tempat sampah.

"Banyak amat belanjanya Dek?" Tiba-tiba Kak Eza muncul di belakang gue bersama lelaki yang sepertinya tidak asing.

"Iya, tadinya sahabat gue mau nginep. Tapi nggak jadi, karena mereka ada urusan yang harus di selesaiin." Gue menyahuti pertanyaan Kak Eza sambil tetap fokus membereskan barang belanjaan yang masih tercecer di meja dapur.

"Malah bagus, karna hari ini gue mau bahas proyek sama Bryan," ujar Kak Eza berjalan masuk ke ruang kerjanya diikuti seorang lelaki yang baru gue sadari ternyata pemilik dompet yang ada di tas gue.

"Dek, Kakak minta tolong buatin minum. Abis itu antar ke ruang kerja Kakak ya." 

Itulah Kak Eza, hobi suruh-suruh gue seenaknya. Padahal kalau mau minum juga biasanya buat sendiri.

"Astaga Kak, kenapa nggak dari tadi sih. Gue mau ke kamar."

"Nggak usah kebanyakan protes, bikin terus antar. Setelah itu terserah lo mau ngapain."

Baru juga gue akan menyerukan protes lagi, Kakak kesayangan gue itu sudah menghilang di balik pintu kamarnya. Mau tak mau gue tetap menuruti perintahnya. Walaupun sebenarnya gue enggan, karena gue belum siap ketemu cowok itu sekarang. Gue masih malu karena masalah kemarin.

Gue masuk pelan-pelan ke ruang kerja Kak Eza, sembari membawa nampan berisi dua cangkir teh dan beberapa kue untuk kudapan.

"Ah, terimakasih. Maaf saya malah jadi merepotkan kamu."

Suara lelaki itu menyambut kedatangan gue. Dengan pelan gue meletakan nampan beserta isinya ke meja yang tidak jauh dari tempat lelaki itu duduk.

"Tunggu, sebentar. Saya mau berterimakasih soal minggu kemarin. Saya akan ganti uang kamu setelah dompet saya ditemukan," ujar lelaki itu kembali berbicara. Tapi gue bingung harus bagaimana menanggapinya dan berakhir hanya diam.

"Kalian saling kenal?"

Kak Eza, orang yang sangat tidak gue harapkan malah muncul dan membuat gue semakin canggung berada di antara mereka.

"Tidak kenal, hanya pernah bertemu dan saya baru tahu kalau dia adik kamu." Lelaki itu menyahuti ucapan Kak Eza dengan jelas.

"Gue kira kalian saling kenal. Dia adik gue Lyra, Azaela Lyra Pramudhita."

Gue cuma tersenyum tipis ketika Kak Eza memperkenalkan nama gue kepada rekannya itu.

"Nama yang bagus, saya Bryan Alexander Bhadrika. Kamu bisa memanggil saya Bryan."

Lelaki itu memperkenalkan dirinya dengan formal. Gue nggak habis pikir, bisa-bisanya Kak Eza punya teman yang sangat kaku seperti itu.

"Udah ya Kak, gue balik kamar."

Gue berbisik pelan kepada Kak Eza dan langsung keluar ruang kerja tanpa menunggu respon dari Kak Eza karna gue memang hanya memberitahunya, bukan meminta ijinnya.

Sore harinya, saat Kak Eza sedang bersantai di kamar. Gue memberanikan diri untuk bertanya soal Kak Bryan. Karena bagaimanapun gue harus segera mengembalikan dompet milik Kak Bryan.

"Kak, lo kenal dimana sama Kak Bryan?" Gue yang mulai penasaran dengan Bryan mulai bertanya pada Kak Eza, setelah Kak Bryan pulang tentunya. Semoga saja Kak Eza tidak curiga.

"Dia kan pemilik Rumah Belajar Aksara dan dia teman kuliahnya Kakak dulu. Terus sekarang dia sama Kakak kerjasama buat bikin perpustakaan mini di Rumah Baca dibantu komunitas menulis yang diikuti Rhea sama Kara." Kak Eza menjelaskan apa yang gue minta dengan sangat jelas.

"Gue heran deh Kak, lo yang kayak ini kok bisa ya temenan lama sama Kak Bryan. Jujur aja ya, teman Kakak itu terlalu kaku." Gue menyuarakan keheranan yang sedari tadi siang gue pendam.

"Sekarang Kakak balik, kok bisa Mei sama Rhea betah temenan sama lo, Dek." Kak Eza justru membalikan pertanyaan gue dan bukan menjawab pertanyaan yang gue ajukan.

"Kok malah dibalikin sih pertanyaannya." Gue merajuk pada Kak Eza karena dia tidak mau menjawab pertanyaan gue.

"Bentar deh Dek, kok tiba-tiba lo kepo soal Bryan. Ada maunya nih pasti," ucap Kak Eza penuh selidik. Sepertinya  Kak Eza mulai sedikit curiga. Tapi memang, apa yang gue lakukan ini bukan kebiasaan gue.

"Sebenernya dompetnya Kak Bryan yang hilang itu ada di tas gue, Kak. Tadinya mau langsung gue balikin tapi karna gue nggak tahu Kak Bryan yang mana, jadinya masih gue simpan di tas." Gue akhirnya menjelaskan juga alasan kenapa gue kepo soal Kak Bryan.

"Terus ini lo nanya-nanya soal Bryan mau apa?"

Kak Eza masih saja tidak paham apa yang gue maksud. Tapi ya memang salah gue sih, yang tidak menjelaskan tujuan menanyakan soal Kak Bryan.

"Mau minta tolong Kakak balikin dompetnya," cicit gue sedikit takut, karena itu seharusnya menjadi tanggung jawab gue.

"Urus sendiri, tuh gue kasih nomornya Bryan. Hubungi dia secepatnya, karena dia butuh dompetnya."

Setelah berucap seperti itu Kak Eza langsung beranjak menuju teras belakang untuk melakukan rutinitasnya.

Gue segera mengecek ponsel dan benar saja, Kak Eza mengirimkan sederet nomor yang gue yakini itu milik Kak Bryan. Tapi bagaimana gue memberitahunya tentang dompet itu, gue malu astaga.

~

"Kak, gue abis balik kampus mau ketemu orang dulu bentar ya."

Gue meminta izin pada Kak Eza sebelum pergi, itu memang kebiasaan gue sejak kecil. Ya, hari ini gue berniat menemui Kak Bryan untuk mengembalikan dompetnya. Seperti yang sudah disepakati lewat chat kemarin malam.

"Iya, gue tahu kok lo mau ketemu sama Bryan. Nggak usah bawa mobil, gue anter ke kampusnya. Nanti Bryan yang jemput lo di kampus," ujar Kak Eza yang sepertinya sudah menunggu sejak tadi.

Gue hanya menurut tanpa protes, karena akan jadi makin panjang kalau gue memprotes keputusan Kak Eza. Bisa-bisa gue telat masuk kelas pertama.

Tidak memakan waktu lama, gue sudah berada di kampus dan bersiap mengikuti mata kuliah hari ini, yang ternyata hanya presentasi mandiri tentang Kewirausahaan dan materi yang disampaikan sudah gue pelajari sebelumnya karena gue sempat menyelinap ke kelas lain yang kebetulan sedang membahas tentang Kewirausahaan.

Satu jam telah berlalu, tapi perkuliahan ini tidak juga selesai tapi gue sudah mulai bosan. Rasanya gue ingin pergi secepat mungkin dari kelas, sayangnya tidak bisa. Karena pasti akan ketahuan Kak Eza. Lagi pula gue malas bisa harus berhadapan dengan Kak Eza yang moelde dosen galak.

"Hah, kenapa lama sekali sih, kan gue mau ketemu sama Kak Bryan. Kira-kira Kak Bryan lagi apa ya sekarang?" Tanpa sadar gue menggumam pelan soal Kak Bryan.

"Tumben lo nggak nanya, biasanya paling semangat nanya ini itu sampai kelompok yang presentasi keteteran jawabnya." Salah satu teman yang hafal kebiasaan gue bertanya heran karena hari ini gue tidak berpartisipasi mengajukan pertanyaan.

"Lagi males, lain kali aja gue tanya." Gue langsung berkemas begitu moderator dari kelompok yang presentasi menutup presentasi mereka dan bergegas keluar kelas.

Tepat seperti ucapan Kak Eza, Kak Bryan benar-benar datang menjemput gue ke kampus. Lelaki itu tampak berdiri diam di samping mobilnya hanya untuk menunggu gue.

"Sorry Kak, kamu pasti udah nunggu lama ya." Gue menyapa Kak Bryan sedikit canggung, karena tidak biasa berbicara dengan sebutan aku-kamu.

"Nggak kok, saya juga baru sampai. Ini kita mau langsung pulang atau kamu mau jalan-jalan dulu?" Kak Bryan menawari gue untuk jalan-jalan, tentu saja tidak akan gue lewatkan kesempatan ini. Kapan lagi kan gue bisa bebas jalan-jalan tanpa laporan ke Kak Eza.

"Boleh jalan dulu nggak Kak, gu- eh, aku mau beli sesuatu," sahut gue yang entah sejak kapan menyebut diri sendiri dengan aku. Agak aneh rasanya.

"Santai Ra, nggak usah terlalu kaku. Anggap aja saya kayak teman-teman kamu yang lain," ucap Kak Bryan menyadari kecanggunggan gue.

"Tapi gimana gue mau bicara santai sama lo, Kak. Lo aja kaku banget kayak gitu, mana ngomongnya saya-kamu. Gue berasa ngomong sama dosen kalau kayak gini."

"Iya Kak, tapi boleh nggak Kak Bryan juga ngomongnya santai aja. Jangan saya-kamu, gue berasa kayak ngobrol sama dosen, Kak." Akhirnya gue menyuarakan juga protesan yang sedari tadi hanya gue berputar-putar di pikiran gue.

Kak Bryan hanya terkekeh mendengar permintaan gue. Ternyata manis juga dia kalau lagi ketawa kayak gini, nggak keliatan kayak bapak-bapak super kaku. Tapi malah keliatan makin ganteng jadinya.

"Saya usahakan ya, Ra. Saya nggak biasa bicara kayak gitu," sahut Kak Bryan masih dengan sisa-sisa tawanya.

"Kita makan dulu ya, setelah itu terserah kamu mau kemana lagi," ucapnya sambil membelokan mobil ke area parkir sebuah restoran sederhana.

Pada akhirnya, gue dan Kak Bryan berakhir makan siang bersama dan tidak jadi pergi kemana pun setelah itu. Karena ternyata, gue terlalu nyaman mengobrol dengan Kak Bryan dan sedikit lupa waktu.

...~...

Episodes
1 1.1 [Rhea] Kesan Pertama
2 1.2 [Lyra] Gara-gara dompet
3 1.3 [Mei] UKM Band
4 2.1 [Rhea] Bertemu Kembali
5 2.2 [Lyra] Mengenal Dia
6 2.3 [Mei] Is a Date?
7 3.1 [Rhea] Mulai Akrab
8 3.2 [Lyra] Bianglala
9 3.3 [Mei] Mulai Terbiasa
10 4.1 [Rhea] Keributan Kecil
11 4.2 [Lyra] Sad :(
12 4.3 [Mei] Janji
13 5.1 [Rhea] Canggung
14 5.2 [Lyra] Berdua
15 5.3 [Mei] Nomor Asing
16 6.1 [Rhea] Tarik Ulur
17 6.2 [Lyra] Ice Cream
18 6.3 [Mei] Latihan Band
19 7.1 [Rhea] Gitar
20 7.2 [Lyra] Sibuk
21 7.3 [Mei] Pasar Malam
22 8.1 [Rhea] Ribut
23 8.2 [Lyra] Kebiasaan Baru
24 8.3 [Mei] Gladi Bersih
25 9.1 [Rhea] Rumah Baca
26 9.2 [Lyra] Outsider
27 9.3 [Mei] Clueless
28 10.1 [Rhea] Amarah
29 10.2 [Lyra] Penengah
30 10.3 [Mei] Rumit
31 11.1 [Rhea] Memaafkan
32 11.2 [Lyra] Misi Rahasia
33 11.3 [Mei] Berbaikan
34 12.1 [Rhea] Pengakuan
35 12.2 [Lyra] Cemburu
36 12.3 [Mei] Zayn vs Kara
37 13.1 [Rhea] Kita?
38 13.2 [Lyra] Patah
39 13.3 [Mei] Posessive Boyfriend
40 14.1 [Rhea] Distraksi
41 14.2 [Lyra] Pelarian
42 14.3 [Mei] Break up?
43 15.1 [Rhea] Kak Eza
44 15.2 [Lyra] Harapan
45 15.3 [Mei] Surat
46 16.1 [Rhea] Saling Memaafkan
47 16.2 [Lyra] Misi Gagal
48 16.3 [Mei] Pantai
49 17.1 [Rhea] Jujur
50 17.2 [Lyra] Cemburu
51 17.3 [Mei] Resmi?
52 18.1 [Rhea] Confes
53 18.2 [Lyra] Cemburu (lagi)
54 18.3 [Mei] Zayn vs Kara
55 19.1 [Rhea] Kita(?)
56 19.2 [Lyra] Ragu
57 19.3 [Mei] Possesive Boyfriend
58 20.1 [Rhea] Rasa
59 20.2 [Lyra] Patah
60 20.3 [Mei] Rahasia
61 21.1 [Rhea] Kak Eza
62 21.2 [Lyra] Kabur
63 21.2 [Lyra] Kabur
64 Sebuah Akhir
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1.1 [Rhea] Kesan Pertama
2
1.2 [Lyra] Gara-gara dompet
3
1.3 [Mei] UKM Band
4
2.1 [Rhea] Bertemu Kembali
5
2.2 [Lyra] Mengenal Dia
6
2.3 [Mei] Is a Date?
7
3.1 [Rhea] Mulai Akrab
8
3.2 [Lyra] Bianglala
9
3.3 [Mei] Mulai Terbiasa
10
4.1 [Rhea] Keributan Kecil
11
4.2 [Lyra] Sad :(
12
4.3 [Mei] Janji
13
5.1 [Rhea] Canggung
14
5.2 [Lyra] Berdua
15
5.3 [Mei] Nomor Asing
16
6.1 [Rhea] Tarik Ulur
17
6.2 [Lyra] Ice Cream
18
6.3 [Mei] Latihan Band
19
7.1 [Rhea] Gitar
20
7.2 [Lyra] Sibuk
21
7.3 [Mei] Pasar Malam
22
8.1 [Rhea] Ribut
23
8.2 [Lyra] Kebiasaan Baru
24
8.3 [Mei] Gladi Bersih
25
9.1 [Rhea] Rumah Baca
26
9.2 [Lyra] Outsider
27
9.3 [Mei] Clueless
28
10.1 [Rhea] Amarah
29
10.2 [Lyra] Penengah
30
10.3 [Mei] Rumit
31
11.1 [Rhea] Memaafkan
32
11.2 [Lyra] Misi Rahasia
33
11.3 [Mei] Berbaikan
34
12.1 [Rhea] Pengakuan
35
12.2 [Lyra] Cemburu
36
12.3 [Mei] Zayn vs Kara
37
13.1 [Rhea] Kita?
38
13.2 [Lyra] Patah
39
13.3 [Mei] Posessive Boyfriend
40
14.1 [Rhea] Distraksi
41
14.2 [Lyra] Pelarian
42
14.3 [Mei] Break up?
43
15.1 [Rhea] Kak Eza
44
15.2 [Lyra] Harapan
45
15.3 [Mei] Surat
46
16.1 [Rhea] Saling Memaafkan
47
16.2 [Lyra] Misi Gagal
48
16.3 [Mei] Pantai
49
17.1 [Rhea] Jujur
50
17.2 [Lyra] Cemburu
51
17.3 [Mei] Resmi?
52
18.1 [Rhea] Confes
53
18.2 [Lyra] Cemburu (lagi)
54
18.3 [Mei] Zayn vs Kara
55
19.1 [Rhea] Kita(?)
56
19.2 [Lyra] Ragu
57
19.3 [Mei] Possesive Boyfriend
58
20.1 [Rhea] Rasa
59
20.2 [Lyra] Patah
60
20.3 [Mei] Rahasia
61
21.1 [Rhea] Kak Eza
62
21.2 [Lyra] Kabur
63
21.2 [Lyra] Kabur
64
Sebuah Akhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!