Sepertinya tiada hari tanpa keributan bila aku berada diantara Lyra dan Rhea. Aku kira acara menginap kali ini akan lebih nyaman dari sebelum-sebelumnya, tapi ternyata ada saja keributan yang terjadi.
"Itu Rhea gimana? Nggak apa-apa nih kita makan malam duluan nggak nungguin dia?"
"Nggak apa-apa, nanti pasti dia makan sama Kak Eza. Gue nggak berani ganggu, karna Kak Eza kalau lagi kerja harus selesai saat itu juga."
Lyra menjelaskan alasan kenapa Kakaknya dan juga Rhea tidak turun untuk makan malam.
"Ra, kamu ada susu nggak?"
Aku berniat membuatkan susu hangat untuk Rhea dan kopi untuk Kak Eza, kan lumayan bisa untuk mengganjal perut sampai mereka selesai.
"Ada kayaknya di lemari dapur," ucap Lyra sambil tetap fokus menyiapkan makan malam untuk kami berdua.
"Nanti aja Mei kalau mau bikinin susu buat Rhea. Kita makan dulua aja, baru nanti siapin camilan sama minum buat mereka."
Setelah semuanya siap, aku dan Lyra menikmati makan malam berdua dan menyiapkan camilan untuk Kak Eza dan Rhea.
"Gue aja yang anterin, lo tunggu di kamar aja."
Setelah Lyra beranjak menuju ruang kerja Kak Eza, aku kembali ke kamar Lyra untuk mengambil ponsel yang memang sedari tadi hanya aku biarkan tergeletak di kasur. Ternyata ada panggilan tak terjawab dari Kara dan satu nomor asing.
Aku langsung menghubungi Kara dan menanyakan alasan dia menelponku, karena tidak biasanya Kara sampai menghungiku seperti ini.
"Ada apa, Kara? Maaf tadi hp aku di kamar Lyra."
"Cuma mau mastiin Rhea nggak melakukan kebodohan di hadapan Bang Eza." Kara berucap pelan di seberang telpon.
"Nggak kok, ini dia juga lagi di ruang kerja Kak Eza. Kayaknya sih bilang mau kasih proposal."
Aku menjelaskan apa yang sedang dilakukan Rhea pada Kara, tapi aku tidak bilang kalau Rhea sepertinya sedang di "pekerjakan" oleh Kak Eza karna proposalnya masih salah.
"Ya udah, gue titip Rhea. Kalau dia aneh-aneh kabarin gue."
"Iya, Kara."
Aku langsung mengakhiri panggilan begitu Kara selesai berbicara.
~
Keesokan paginya, aku lihat Rhea masih tertidur di sebelahku. Entah selesai jam berapa dia, karena semalam aku dan Lyra tidur lebih dulu. Berhubung hari ini aku lagi-lagi ada latihan Band, mau tidak mau begitu bangun harus segera mandi dan mempersiapkan diri.
"Lo nggak mau bolos latihan aja, Mei? Terus kita jalan bertiga."
Lyra mengajak ku untuk membolos latihan. Jujur saja, aku sedikit tergoda tapi tidak, latihan band lebih penting dan lagi pula bila latihan band aku bisa puas bernyanyi.
"Nggak, aku tetep berangkat latihan. Lagi pula, nanti siang kalian ada kuliah."
Aku menolak ajakan Lyra dan bergegas masuk ke kamar mandi mengabaikan sang empunya kamar yang masih bergelung di kasur.
"Bentar, ini lo udah siap aja. Mau kemana sih?"
Rhea yang baru saja bangun langsung menodongku dengan pertanyaan.
"Aku ada latihan musik."
"Sekarang? Terus lo berangkatnya gimana?"
Rhea kembali menodongku dengan dua pertanyaan sekaligus.
"Mei bareng gue, lo nggak usah khawatir," ujar Kak Eza dari luar kamar ketika dia tanpa sengaja mendengar aku dan Rhea berbicara.
"Nggak usah Kak, aku bareng temenku aja, dia mau jemput kesini nanti."
Aku menolak tawaran Kak Eza secara halus. Tunggu, tapi kalau aku menolak tawaran Kak Eza, aku berangkat sama siapa ya? Tapi aku nggak enak sama Kak Eza.
"Bareng siapa? Nggak ada, mending lo bareng Kak Eza."
Rhea langsung menolak bila aku berangkat bersama teman ku dan dia malah menyuruh ku untuk berangkat sama Kak Eza.
"Kak, anterin Mei ya. Mending bareng lo daripada bareng Zayn," lanjurnya.
"Lo siapa nyuruh-nyuruh gue kayak gitu."
Duh, Kak Eza malah membuat keributan dengan Rhea.
"Dih, nggak jelas. Kan tadi lo yang nawarin. Gimana sih?"
"Gue nawarin Mei, bukan lo. Jadi lo diam, nggak usah nyuruh-nyuruh gue," cibir Kak Eza terlihat menyebalkan. Jujur saja, aku pun agak sebal dengan jawaban Kak Eza, apalagi Rhea.
Aku lihat Rhea sudah bersiap membalas cibiran Kak Eza tetapi untungnya diurungkan karena dia harus segera bersiap.
Huh, selamat tinggal pagiku yang damai dan selamat datang kerusuhan yang baru. Sepertinya aku harus bersiap bila berada diantara Kak Eza dan Rhea.
Pada akhirnya aku tetap berangkat bersama Kak Eza yang mau berangkat ke kantor. Dia benar-benar mengantarkanku sampai depan gedung dan tidak membiarkan ku berjalan terlalu jauh. Beruntungnya Lyra punya Kakak sepenyayang itu.
"Makasih ya Kak," ujarku setelah keluar dari mobil Kak Eza.
"Wih, dianter siapa tuh?"
Baru juga aku merasa lega karena sudah diajuhkan dari Rhea, eh Zayn malah muncul.
"Kakaknya Lyra. Kenapa?"
"Nggak apa-apa sih, cuma penasaran doang," ujarnya sedikit kikuk karena tanggapanku barusan cukup ketus.
"Ngomong-ngomong, nanti selesai latihan jalan yuk."
"Nggak bisa, aku ada kuliah abis ini."
Kali ini aku bukan sekedar basa-basi menolak ajakannya, tapi memang benar hari ini aku ada kuliah pengganti salah satu matkul.
"Ya udah abis kuliah, selesai jam berapa sih?" Zayn masih saja mencoba agar bisa mengajakku jalan sore ini.
"Mungkin jam empat baru selesai. Itu kalau dosennya nggak molor ya."
"Gue tungguin, abis itu kita jalan," ujar Zayn memutuskan. Mau tak mau aku mengiyakan ajakannya.
"Yuk Mei, anak-anak udah pada dateng kayaknya."
Zayn menarik tanganku agar lebih cepat berjalan karena ternyata teman-teman lain sudah menunggu kami sejak tadi.
Begitu sampai di ruang latihan, Zayn segera menyetel semua alat musik dan siap untuk memimpin latihan kali ini.
Kami berlatih selama hampir dua jam dan itu hanya beristirahat sebentar.
"Zayn, istirahat dulu yuk. Aku haus banget ini."
Aku berjalan ke arah drum untuk menghampiri Zayn, agar dia berhenti mengebuk drum. Karna kalau tidak dihampiri seperti itu bisa-bisa kami harus memainkan satu lagu lagi.
Aku menengok jam tangan di pergelangan tangan kiri ku, mengecek waktu.
"Zayn, kayaknya udahan aja yuk. Aku nggak mau telat." Aku membereskan buku catatanku yang tadi sempat aku keluarkan dan bergegas keluar ruang latihan.
"Ya udah, nanti jadi lho Mei. Gue mau disini dulu nunggu lo," ucap Zayn sebelum aku menghilang di balik pintu yang tertutup.
Aku masuk kelas tepat waktu dan mengikuti kuliah kali ini dengan santai, karena memang ini adalah salah satu mata kuliah favoritku. Hingga aku merasa kelas sangat cepat selesai.
Kuliahku ternyata selesai lebih cepat, dan aku bergegas kembali ke ruang musik untuk memui Zayn yang sudah menunggu sejak tadi. Sampai ruang latihan aku disambut dengan Zayn yang tertidur lelap di lantai.
Ternyata kalau di lihat-lihat Zayn lumayan cakep ya kalau lagi kayak gini. Jujur saja, sebenarnya aku sedikit tertarik dengannya.
Zayn terbangun 20 menit kemudian dan baru menyadari kalau dirinya ketiduran.
"Lo udah dari tadi?"
"Iya, cuma mau bangunin nggak jadi karena kamunya kelihatan nyenyak tidurnya," sahutku sambil tetap fokus dengan notes yang aku temukan.
"Ya udah yuk, pergi sekarang aja keburu malem terus hujan," ajak Zayn sembari beranjak dari duduknya, "Tapi gue cuma bawa motor," lanjutnya ragu.
Aku mengangguk menyahuti ucapan Zayn dan berjalan mengekor di belakang anak itu. Aku tidak mempermasalahkan soal kendaraan yang dia pakai, selagi dia akan bertanggung jawab mengantarkanku sampai rumah nanti.
"Sini, sebelahan aja."
Zayn menarik tangan ku dan tak membiarkannya lepas setelah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments