Joe mengangguk. "Iya. Aku minta maaf sekali Syifa, karena aku nggak sadar dengan semua itu. Yang aku pikirkan sejak kemarin-kemarin adalah untuk mengajakmu menjalin hubungan," ucapnya dengan wajah bersalah. Tapi sejatinya Joe benar-benar merasa sakit hati.
Terlebih dia juga membayangkan wajah Robert nanti setelah mendengar cerita darinya, pasti bocah itu sangat sedih dan merana.
"Nggak apa-apa, Pak," sahut Syifa dengan senyuman tipis. "Tapi kalau boleh tau, apa yang dilakukan Bapak ini adalah untuk Robert?"
"Iya." Joe mengangguk.
"Berarti bukan dari hati, ya, dan Bapak sendiri nggak suka sama aku."
"Dari hati kok, Fa," jawab Joe cepat. "Dan kalau tentang suka nggaknya, aku juga masih ragu sama perasaanku sendiri. Tapi perlu kamu tau juga, kalau dihari saat kita pertama kali bertemu ... aku nggak pernah bisa tidur karena terus menerus memikirkanmu. Jantungku juga berdebar lebih cepat setiap kali memandang wajahmu," lanjutnya menjelaskan.
Namun, entah mengapa semua yang Joe lontarkan itu terdengar seperti gombalan. Dan membuat Syifa langsung terdiam.
Dia merasa bingung untuk respon seperti apa. Tapi memang dari lubuk hati, dia sama sekali tak menyimpan rasa kepada Joe. Apalagi mereka hanya baru bertemu beberapa kali saja.
Teeettt ... Teeettt ... Teeettt.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel tanda masuk kelas. Suaranya yang cukup nyaring itu membuat kedua orang yang membungkam sontak terperangah.
"Ah, sudah masuk, Pak. Kalau begitu aku permisi dulu mau mengajar, ya?" Syifa berdiri dengan memegang buket bunga, kemudian membungkuk sopan. Kakinya hendak melangkah, tapi langsung urung dilakukan lantaran Joe menyeru.
"Tunggu dulu, Fa!" cegah Joe seraya bangkit dari duduknya.
Syifa menoleh. "Kenapa, Pak? Menurutku semuanya sudah jelas, kan?"
"Nggak masalah kalau kamu menolakku. Tapi tolong kamu terima ...." Joe langsung merogoh saku dalam jasnya untuk mengambil sekotak cincin. Dia sampai lupa memberikan benda itu, padahal memang niatnya cincin itu diberikan kalau Syifa menerimanya.
Namun, meskipun ditolak, tak masalah jika cincin itu diberikan. Toh—memang niatnya Robert membelikannya untuk Syifa.
"Ini, cincin ini tolong diterima," pinta Joe seraya membuka kotak cincin tersebut. Dan memperlihatkannya kepada Syifa.
Syifa memerhatikan cincin yang berkilau itu, seumur-umur baru pertama kali dia melihat langsung cincin semewah itu.
"Maaf, Pak. Aku nggak bisa nerima cincin itu." Syifa menggeleng. Dia merasa tak enak. Joe saja sudah ditolak, jadi cincin itu juga tak mungkin diterima.
"Kenapa? Terima saja, Fa, aku mohon ... yang membeli adalah Robert, tolong hargai dia."
"Tapi ini terlalu mahal, aku nggak bisa menerimanya, Pak," tolak Syifa lagi dengan gelengan kepala.
"Nggak mahal kok, dan kamu nggak boleh menolaknya. Kan ini juga bentuk dari rezeki. Tolong terima, ya." Joe terlihat memaksa, dia sampai sudah mengambil cincin dari kotaknya, kemudian meraih tangan kanan Syifa. "Maaf, tanganmu aku pegang," ucapnya kemudian menautkan cincin tersebut. Ternyata sangat pas dan cocok.
Syifa tampak terdiam. Bingung dia harus berbuat apa. Tapi disisi lain, dia merasakan hal yang menakjubkan saat melihat keindahan cincin yang telah melingkar dijari manisnya. Joe adalah orang pertama yang memberikannya sebuah cincin selain orang tuanya. Tentu itu menjadikannya sebuah pengalaman baru.
"Cantik sekali dan sangat cocok. Kamu juga terlihat tambah cantik," puji Joe sambil tersenyum. Namun terlihat jelas, ada rona kesedihan dibola matanya.
"Aku nggak enak memakainya, Pak, kan aku menolak Bapak." Syifa hendak melepaskan cincin itu lagi, tapi oleh Joe ditahan.
"Jangan dilepas. Nggak masalah kamu menolakku, aku hargai itu, semua orang boleh mengungkapkan pendapatnya, Fa," sahut Joe dengan mencoba bersikap biasa, meskipun sejujurnya dia menahan sakit hati.
'Ternyata Pak Joe pria yang sangat baik. Tapi sayangnya dia non muslim,' batin Syifa kecewa. "Terima kasih, Pak. Kalau begitu aku permisi, selamat pagi," ucapnya pamit.
"Pagi." Joe memerhatikan Syifa yang sudah melangkah menjauh. Dan setelah benar-benar hilang, dia lantas duduk lagi ke kursi. Karena kopi pesanannya pun sudah jadi dan ditaruh di atas meja.
Perlahan Joe memijat dahinya, sebab merasa pening di kepala. Hembusan napasnya pun terdengar gusar. "Rob ... maafin Daddy. Bu Syifa memang duplikat Mommymu, tapi dia bukan calon Mommy barumu."
*
*
Tepat jam 12 siang, seluruh murid SD dari kelas 1 sampai 6 pun keluar dari kelas. Mereka sudah siap untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
"Rob, hari ini main ke rumahku, yuk! Aku punya game baru, lho. Daddyku yang baru pulang dari Amerika membelikannya," ajak Leon yang berjalan beriringan dengan Robert keluar kelas. Dia adalah Teman kelasnya yang duduk di belakang. Sama seperti Robert, dia juga beragama Kristen.
"Besok saja, Leon, soalnya aku pulang sekolah mau langsung ke kantor Daddy. Ada hal penting yang ingin bicarakan padanya," sahut Robert.
Sandi sang sopir sudah membukakan pintu untuk anak majikannya.
"Oh gitu, ya sudah nggak apa-apa," jawab Leon. "Eh tapi, kata si Maira ... dia tadi pagi sempat melihat Daddymu dan Bu Syifa mengobrol lho di kantin, Rob." Maira adalah teman kelas mereka juga.
"Kalau itu aku juga tau." Robert langsung mengulum senyum. Kedua pipinya seketika merona.
"Kalau tentang ngasih bunga dan cincin segala kamu juga tau, nggak?"
"Tau, itu Daddyku lagi menyatakan cinta kepada Bu Syifa." Saat mengabsen, Robert melihat dengan jelas Syifa memakai cincin yang dia beli. Sehingga dia merasa yakin—jika Joe sudah pasti diterima.
"Wih! Kayaknya sih sebentar lagi kamu bakal punya Mommy baru, ya!" goda Leon seraya menyenggol lengan temannya. Si Robert sudah kegirangan, bahkan kakinya sudah mulai berjingkrak-jingkrak.
"Iya, Leon. Sebentar lagi Bu Syifa sama Daddy akan menikah. Dan aku akan punya Mommy baru!" seru Robert sambil melompat-lompat..
"Siapa yang akan menikah?!"
Seseorang dari kejauhan menyeru. Dan membuat dua bocah laki-laki itu menoleh. Ternyata yang menyeru tadi adalah Juna, tapi dia tidak sendiri. Melainkan dengan Atta dan Baim.
"Ini, kata Robert ... Bu Syifa sama Daddynya akan menikah lho teman-teman," ujar Leon memberitahu. Ketiga temannya itu melangkah mendekat ke arahnya.
"Wah, serius?" Baim terlihat antusias.
"Hebat banget Daddymu, Rob, bisa dapetin Bu Syifa," puji Juna lalu menepuk pundak kiri Robert.
"Hebatnya kenapa, Jun?" tanya Atta heran.
"Kan Daddynya Robert duda, punya anak juga. Sedangkan Bu Syifa masih gadis. Iya, kan?"
"Oh iya!" Atta manggut-manggut. "Bener juga, Daddynya Robert hebat bisa menaklukkan hati Bu Syifa. Selain itu Bu Syifa juga cantik dan baik hati, iya, kan?"
"Iya." Robert mengangguk dengan semangat. Senang sekali hatinya mendengar pujian-pujian yang dilontarkan oleh teman-temannya.
"Poin pentingnya sih, Bu Syifa juga nggak suka gosip. Nggak kayak Bu Gisel yang lemes," balas Baim. Kelima bocah itu sontak terkekeh, menertawai guru TK-nya yang tukang ghibah.
...Kalian pada jangan seneng dulu, orang Daddy Joe ditolak kok 🤧...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yesi Marsela
duh kan Bu guru kenapa di pake cincin nya jadi salah paham kan para bocil
diterima boleh cincinnya tapi jangan di pake🤦
kasihan si Robert 🥺
2023-03-21
3
Eva Karmita
kasihan Robert dia tidak tau kalau Deddy nya di tolak 😭😭😭💔💔💔
2023-03-20
0
Arumi Nasha Razeta
Jodoh nie ciee... om Joe masang cincin tanda kenalan aja dulu yak🤣 ntar pasang cincin nikah beneran yak klw da selesai berjuang 😂🤭
2023-03-20
2